Part. 9 | 40DWW 🪄
Berita tentang murid baru kelas 11 MIPA 2 itu sudah tersebar dengan cepat. Entah sudah berapa kali Neza mendengar kata cantik dari cuap-cuap para siswa. Neza yang melangkah mencari Cho berada.
"Eh, lo tau kelas Jericho, Cho? Di mana kelasnya?" tanya Neza pada salah seorang siswa laki-laki. Namun, orang itu malah terdiam melihat wajahnya. "Lo tau atau nggak?!"
"E-eh, iya. Ada di sana kelasnya, lurus terus belok kiri aja. Pas disitu," balas laki-laki itu.
Neza hanya menatap datar. "Thanks."
Kemudian mengikuti arahan orang tadi.
Gadis itu melihat kelas itu melalui jendela, matanya terhenti di papan yang tergantung tertulis kelas 11 MIPA 2. Neza melangkah masuk seluruh pasang langsung tertuju pada dirinya.
Gadis itu menyugar rambut ombre abu-abu dengan baju bagian atas dua kancing terbuka, rok span pendek dan sepatu sneaker putih. Mata Neza menelusuri seisi kelas dan mencari tempat duduk. Neza mendekati salah satu gadis yang terduduk di depan.
Neza mengetuk mejanya sang empunya yang tengah membaca langsung menengadah.
"Tempat duduk Cho mana?" tanya Neza.
Gadis berambut pendek lengkap dengan kacamata itu menunjuk barisan pojok dekat tembok pada meja ke tiga dari depan.
"Ck, oke. Thanks." Neza langsung mengarah pada meja itu.
Melihat ransel di sebelah Cho. Neza langsung mengambil dan membuang ke meja sebelah. Ia terduduk meletakkan ranselnya. Baru saja terduduk Neza mendengar beberapa gadis berbisik membicarakan dirinya.
"Anjir, cantik banget."
"Gue takut cowo gue liat."
"Kaya artis korea gitu nggak sih?"
"Btw, kenapa dia langsung duduk di meja si cupu itu?"
"Kok ada manusia kaya Cho, udah cupu, bego pula. Percuma kalo orang kaya juga. Nggak guna."
Beberapa orang itu tertawa terbahak-bahak. Cho memang sering dibicarakan karena kebiasaan aneh karena terus membawa boneka sapi itu. Apalagi saat dibully oleh Rion dan gengnya, laki-laki itu hanya diam. Selain itu Cho juga tidak pinter karena itu Cho tidak punya teman.
Brak.
Neza menendang meja depan beberapa siswa yang sedang menjelekkan Cho tadi. Seketika mereka berteriak karena terkejut.
"Kalian ngomong gitu seakan paling cerdas di sini?!" ucap Neza sembari melipat kedua tangannya depan dada. "Gue sepupu Cho."
"S-sori, maksud kita bukan buat jelek-"
"Denger gue," tutur Neza pelan sembari menatap mata salah seorang gadis dan menghipnotisnya. "Pukul mulut lo, sebanyak lo ngomongin Cho." Kemudian Neza beralih ke tiga orang lainnya.
Neza tersenyum miring, ini akan sangat mudah bahkan tidak sampai empat puluh hari tugasnya sudah selesai. Setelah selesai, Neza langsung melangkah pergi kembali ke mejanya. Tika yang menjabat sebagai ketua kelas terkejut karena melihat empat temannya itu memukul kepalanya dengan buku tebal.
Bhak.
Bhak.
Bhak.
"Lo pada kenapa? Berenti, anjir!" Tika yang panik menyuruh beberapa teman laki-laki membantunya untuk menyadarkan empat temannya itu.
"Mereka kenapa, Tik?" tanya Bagus.
"Gue nggak tau, Gus. Pas gue datang mereka udah mukul kepalanya sendiri," jawab Tika. "Gue tanya si Nia juga di sibuk belajar." Sembari menunjuk seorang gadis yang tengah belajar di meja paling depan.
Neza yang melihat mereka tengah kesusahan membuat empat orang itu berhenti. Ia hanya tersenyum tipis sembari bersandar dan meletakkan kedua kaki di atas meja.
"Ternyata banyak juga mereka ngomongin si Cho itu. Kalo bisa sampe pecah kepala lo."
Padahal Neza pikir empat gadis itu hanya memukul beberapa kali. Ternyata di luar perkiraan, gadis itu cukup puas dengan pemandangan didepannya itu. Terlihat mulai datang beberapa murid, banyak yang terkejut dengan kejadian aneh yang terjadi itu.
Empat gadis itu memukul mulut mereka hingga luka dan berdarah. Neza menurunkan kakinya, lalu mendekati kerumunan orang di sana. Cho datang ikut terkejut melihat kejadian di kelasnya itu. Gadis itu langsung beralih pada Cho.
"Lo nggak usah kaget, itu namanya hukuman," ucap Neza santai.
Cho menoleh pada Neza bingung. "Maksudnya?"
"Lo mau gue buat lebih parah atau—"
"Kak Prin, bisa berentiin? Tolong Kak, kasian."
"Kenapa?"
"Mereka orang baik, Kak Prin. Tolong Kak."
Neza menghadap Cho. "Lo yang stupid. Mereka itu jahat, mulut mereka itu lebih kotor dari sampah."
Cho memegang lengan Neza dengan sebelah tangan yang masih memegang boneka sapi kecil. "Kak, kalo Cho ada salah, maaf. Tapi, tolong buat mereka berenti."
"Jangan nyesel."
Cho mengangguk cepat. "Iya, Kak Prin. Cho ngga nyesel."
"Lepas."
Buru-buru Cho melepaskan tangan dari lengan Neza. Gadis itu langsung mendekati kerumunan, dari jauh Neza menatap empat gadis itu bergantian dan seketika mereka berhenti memukul mulutnya.
"Awh, bibir gue."
"Anjir, mulut gue luka."
"G-gue kenapa?"
"Kalian kenapa sih anjir? Bikin panik satu kelas," tanya Tika memastikan keadaan empat orang itu baik-baik saja. "Jangan-jangan kalian kerasukan?"
Empat siswi itu benar-benar tidak ingat apa yang terjadi pada mereka. Hingga kehebohan itu mendadak terhenti tepat saat seorang wanita paruh baya berambut putih masuk kelas.
"Pagi, anak-anak Ibu mau kasi tau. Kalau hari ini ada murid pindahan dari Jakarta. Silakan perkenalkan diri kamu," tutur Bu Lina.
Neza bangkit berdiri dan menuju depan kelas. "Hai, gue Neza, sepupu Cho. Mohon kerjasamanya."
"Salam kenal Neza, silakan kamu duduk sebelah Cho."
Tanpa membalas perkataan Bu Lina. Neza langsung menuju meja tadi dan terduduk di sana. Sembari melempar senyum miring pada empat gadis tadi.
"Ini baru permulaan," batinnya.
Selama pelajaran tadi Neza hanya tertidur. Gadis itu terduduk di sebelah Cho dekat tembok. Beberapa kali Cho menawarkan untuk mencatat materi dari buku miliknya, tapi Neza terus menolak dan tidak ingin diganggu. Laki-laki itu membantu Neza dengan mencatat di buku milik sepupunya itu.
Sepanjang koridor lantai tiga itu, Neza terus mendengar banyak pujian karena wajah dan tubuhnya bak model. Bahkan ia mendengar ada yang mengatakan, jika Neza mirip dengan idol dari negeri ginseng itu. Gadis itu tidak peduli sama sekali, ia sangat tahu jelas. Kalau manusia terkadang hanya baik di mulut, buruk di hati.
Beberapa siswa juga ada yang berbisik membicarakan Cho. Mereka terus menjelekkan Cho dan mengatakan kalau laki-laki itu tidak cocok menjadi sepupu Neza. Neza benar-benar gemas dengan tutur kata mereka yang sangat menjijikkan itu.
"Lo ngapain jalan belakang gue?" tanya Neza sembari menoleh pada Cho. "Lo mau jadi babu gue?"
Cho terhenti sejenak, kemudian menyimpan boneka sapi kecil dalam saku bajunya. Berlari kecil mengikuti Neza. "Cho nggak pantes jalan bareng Kak Prin."
Neza memutar bola matanya. Menarik tangan Cho dan memeluk lengan tangannya. "Ngapain lo denger omongan mereka? Jangan sedih, stupid."
"Tapi, Kak—"
"Anggap aja gonggongan anjing."
"Serem, Kak Prin."
"Gonggongan anak anjing?"
"Serem, juga Kak Prin."
"Stupid, lo sukanya apa?"
"Sapi?"
"Itu bukan gonggongan, stupid." Neza langsung melepaskan pelukan tangannya.
"Tapi, sapi lucu tau, Kak Prin. Apalagi Moo punya Cho." Cho mengeluarkan boneka sapi kecil dari sakunya. "Oh, iya. Kak Princess belum kenalan sama Moo."
Neza menatap tidak percaya dengan apa yang dilihat. Ternyata masih ada anak sekolah menengah atas yang menyukai boneka, sejujurnya Neza tidak masalah jika menyukai bentuk boneka apapun itu. Tapi, kenapa harus dibawa ke sekolah. Pantas saja banyak yang menyebutnya anak kecil.
"Kak Prin," panggil Cho.
"Apa?"
"Kenalan sama Moo dulu, Kak."
"Terserah, deh. Ayo ke kantin." Neza langsung melangkah pergi meninggalkan Cho sendiri.
"Kak Princess, tungguin Cho."
Tbc.
Makasi banget udah baca ya. Niatnya bulan ini tuh aku mau coba rutin up. Btw, jangan lupa vote, komen dan share yaaa.
Jangan lupa juga masukin ke perpus dan follow : riasheria
Tik tok: ryajoyful
Instagram: riasheria_
Neza
Cho
Moo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top