Part. 28 | 40DWW 🪄
Neza menaiki anak tangga dengan percaya diri. Rion yang berada di belakangnya semakin khawatir dengan permintaan Neza itu. Pasalnya Dika bukan tipe yang mudah mengalah walaupun itu dengan perempuan. Sifat Dika yang sangat Rion benci sejak dulu. Tepat depan pintu menuju rooftop langkah Neza terhenti, gadis itu mengikat rambutnya.
"Richelle, apapun yang lo lakuin nanti gue bakal lindungin lo," tutur Rion memegang sebelah bahu Neza. "Gue ada di belakang lo."
Neza mendecak kesal, kemudian menyingkirkan tangan Rion dari bahunya. "Buka."
Rion menarik knop pintu itu yang cukup keras. Silau matahari membuat mereka berdua sedikit terganggu. Neza pun melangkah masuk diikuti oleh Rion yang mengekorinya. Seorang laki-laki yang tengah menghisap rokok, sontak menoleh netranya terhenti melihat gadis cantik itu.
"Jadi, lo yang mau ketemu gue. Apa lo mulai tertarik sama gue?" tanya Dika kemudian membuang rokoknya dan menginjaknya. "Lo cantik banget setiap harinya."
Rion yang mulai terbakar emosi hendak memukul wajah Dika. Namun, Neza menahan tangannya. "Lo Dika, kan? Manusia sampah yang waktu itu paksa minta nomor gue?" tanya Neza.
Dika menarik ujung bibirnya, melangkah mendekati Neza dengan kedua tangannya di masukan ke dalam saku celana. Dika mengangguk kecil, "Ya, itu gue. Lo itu kenapa sombong banget, sih? Cuma nomor, cantik." Dika menyentuh dagu Neza.
Rion mendorong kasar Dika. "Bangsat! Jangan deket-deket, anjing!"
Neza menahan tangan Rion dan menariknya mundur. "Bocah, kunci pintu itu."
"Lo mau ngapain, Richelle? Pintunya nggak bisa buka, kalo dikunci dari sini," balas Rion menoleh pada Neza.
"Kunci sekarang!" bentak Neza membuat Rion terdiam dan langsung mengikuti perkataan Neza.
Bhak.
Neza menonjok perut Dika tiba-tiba. Hingga membuat laki-laki itu batuk-batuk. Sontak Rion menoleh karena suara pukulan itu. "Lo orang yang waktu keroyok sepupu gue? Lo belum puas dan lo pukulin dia lagi?"
"Jadi, lo tau ... ini nggak ada urusannya sama lo," balas Dika menahan sakit dibagian perutnya, namun Dika berusaha berdiri tegap. "Gue akui pukulan lo keras."
Plak.
Neza melayangkan tamparan keras sebelah pipi Dika hingga tercetak merah di sana. Rion mengerjap memperhatikan tamparan yang diberikan Neza. Aura Neza mendadak gelap, bahkan rasanya cuaca mendadak gelap dan mendung. Udara dingin mulai terasa di atas sini.
"Ck, lo salah pilih lawan, Dika," tutur Neza mengangkat ujung bibirnya.
Dika masih berdiri tegap menahan sakit di perut dan sebelah pipinya. "Ternyata, tuh cupu bener-bener pengecut. Dia nyuruh sepupunya yang cewe, buat lawan gue? Ck, gue nggak habis pikir."
Bhak.
Neza menonjok perut Dika lebih keras dari sebelumnya. Laki-laki itu pun oleng dan hampir terjatuh. "Pukulan yang bagus buat ukuran cewe cantik kaya lo."
Tidak berhenti di situ Neza mengangkat kaki jenjangnya dan menendang tepat di dada Dika. Hingga akhirnya lelaki itu terjatuh hingga menabrak kursi dan meja bekas di sana. Rion yang masih berdiri dekat pintu menganga dan bertepuk tangan sejenak, dirinya sungguh kagum dengan Neza.
Neza melangkah pelan mendekati Dika yang sudah terduduk lemas, seraya menyilangkan tangan depan dada. "Segini doang? Lawan gue kaya lo pukul Cho."
Dika menengadah memandangi wajah Neza yang terlampau cantik bak dewi. Kemudian terkekeh kecil. "Sori, gue nggak bisa berantem sama cewe cantik, kaya lo, Neza."
Neza mengambil balok kayu yang tidak jauh dari sana dan melemparkan pada Dika. "Kalo lo berani? Pukul gue pake itu."
"Richelle!" panggil Rion khawatir.
Neza menoleh pada Rion tersenyum tipis dan mengangguk kecil. "Gue bukan bocah."
Dika melempar balok itu menjauh, perlahan mulai bangkit berdiri. "Lo tau Neza, gue bisa dapatin apapun yang gue mau. Hari ini lo jadi milik gue juga bisa."
Neza mendekatinya. "Lo pikir, gue lemah? Lo itu cuma manusia sampah yang nyusahin manusia lain."
Neza hendak melayangkan tamparan, tangan tertahan oleh Dika. "Cukup, lo terlalu cantik buat gue lukain."
Plak.
Gadis itu langsung melayangkan sebelah tangannya dan menampar lagi. Kali ini tamparan itu begitu keras hingga Dika terjatuh.
"Anjing!" umpat Dika.
Neza memperlihatkan mata yang penyihirnya yang hitam pekat sekilas. Kemudian menjambak rambut Dika ke belakang. "Ini baru permulaan. Lo yakin nggak ada niat minta maaf sebelum mati?"
"Siapa lo sebenarnya?"
"Gue cuma makhluk penyuka jiwa dan darah manusia."
Dika melepaskan tangan Neza dari kepalanya dan cepat-cepat menjauh dari gadis itu. "Cewe psikopat!"
"Sejujurnya gue mau langsung ke intinya. Tapi, gue mau seneng-seneng dulu. Lo tau Dika, gue suka suara jeritan," tutur Neza membuat Dika merinding.
Buru-buru Dika mengambil balok kayu yang sebelumnya di buang. "Gue nggak takut sama lo."
Dika yang masih terdiam di tempat, mulai ketakutan kala Neza melangkah dengan memperlihatkan senyuman miring yang membuat tubuhnya merasa merinding. Bahkan cuaca semakin gelap dengan angin kencang yang tiba-tiba muncul.
"Bangsat!" Dika langsung melayangkan balok yang terdapat beberapa paku yang timbul.
Neza semakin mendekat dan sengaja membiarkan Dika memukul lengan dan kepalanya hingga cairan merah gelap mulai mengalir. Rion yang hendak maju mendadak mengurungkan niatnya, tepat saat melihat Neza malah menarik kedua ujung bibirnya.
"l-lo ...."
"Lo sebut ini pukulan? Lo dorong gue ke bawah pun, gue nggak akan mati." Neza tertawa terbahak-bahak membuat Dika dan Rion terdiam. "Lo itu lemah. Sok mau ambil nyawa orang! Dasar manusia bodoh!"
Neza mengunci tatapan Dika, mendekati lelaki itu. Kemudian gadis itu menarik dagu Dika, dengan mata yang penuh dengan hitam dan kuku-kuku yang mulai memperlihatkan aslinya. Neza mulai menghipnotis Dika yang sudah terdiam membeku.
"Sekarang pukul kepala lo pake balok itu," tutur Neza pelan dijawab dengan anggukan kecil.
Dika yang telah terpengaruh oleh sihir Neza langsung memukul kepalanya kencang dengan balok yang dipegangnya. Neza pun menjauh dari Dika dan terduduk di kursi yang
Neza menghela napas panjang. "Sayang banget, gue lagi save energi."
Rion yang melihat hal aneh sontak dirinya menghampiri Neza. "Richelle, temen gue kenapa? Kenapa dia mukul diri sendiri?!"
"Hukuman."
"Maksudnya?"
Neza mengangkat bahunya, kemudian meletakkan satu kakinya di sebelah kaki satunya dan menikmati pemandangan di depannya itu. Berbeda dengan Rion yang cepat-cepat mendekati Dika. Kemudian menahan tangan Dika agar berhenti memukul kepalanya yang sudah berdarah.
"Dika! Berhenti!" teriak Rion. "Lo bisa mati."
Namun, Dika hanya terdiam dan tidak merespons apapun.
"Dika! ... Sadar, Dik!"
Sekuat tenaga Rion berusaha menghentikan Dika. Namun, Dika semakin kencang memukul kepalanya. Lalu Rion menoleh pada Neza. "Lo kenapa diem aja?!" sentak Rion.
"Lo mau gue apain?" tanya Neza tidak merasa bersalah.
"Hah?"
"Lo juga seneng, kan?"
"Lo?!"
Neza bangkit berdiri dan mendekati Dika. "Lo sedih gara-gara dia?" tanya Neza seraya menjambak rambut Dika.
"Dia bisa mati!"
"Lo peduli sama dia?"
"Richelle, ini ulah lo?"
Neza mengangguk kecil. "Lo pasti suka, kan?"
"Siapapun lo, gue mohon berhenti!"
"Lo bilang, dia bukan temen lo. Sekarang lo mohon minta berenti? Ternyata manusia lucu ya."
"Plis, Richelle."
Neza menatap mata Dika, menghentikan sihir itu. Saat itu juga seketika Dika tersadar dan pukulannya berhenti.
"Dika, Lo denger suara gue?" tanya Rion menepuk pelan pipi Dika. "Dik."
"D-dia psikopat, Ri. Jauhin dia," tutur Dika pelan seraya menunjuk Neza.
"Dika, lo jangan mati."
"Maafin gue, selama ini gue selalu iri sama lo. Tapi, lo malah bantuin keluarga gue."
"Ayo, kita mesti ke rumah sakit."
"Nggak, gue nggak bisa."
Neza yang sudah kesal menunggu terlalu lama. Langsung menarik rambut Dika dan diseretnya hingga menuju ujung tembok pembatas. "Udah kan kata-kata terakhirnya?"
"Ce-cewe psikopat," umpat Dika pelan.
"Richelle!" teriak Rion.
Neza mendorong Rion hingga menabrak meja kursi bekas dan tidak sadarkan diri di sana. "Ini akibat karna lo halangin tugas gue." Neza memegang leher Dika dan mengangkatnya. Lalu berdiri di atas dinding pembatas itu.
"Si-siapa ... lo sebenarnya?"
"Gue penyihir."
Dika tersenyum miring. "L-lo u-dah ... bunuh se-pupu gu-gue."
"Sayang, nasib lo sesial ini."
"Plis ... Ne-neza gue mo-mohon jangan bu---"
"Bye, manusia bodoh."
Saat itu juga Neza melepaskan cekikannya dan membuang Dika ke bawah. Dika terjatuh tepat di pinggir lapangan dengan darah yang mengalir deras di bawah sana. Neza menghampiri Rion yang sudah pingsan. Gadis itu memegang kepala Rion dan menghilangkan ingatannya. Kemudian memindahkan Rion ke UKS.
***
Lena memberontak menarik baju kakak kelasnya itu. Gadis itu masih berusaha menahan napas dalam air. Gadis rambut panjang sedikit gelombang itu menarik rambut Lena keluar dari wastafel. Mendorongnya ke bawah hingga berlutut di depan dua gadis lainnya.
Tawaan tiga gadis itu menggelegar mengisi toilet ini. Lena hanya bisa menahan tangis, merasakan bagian atas tubuh yang sudah basah dan bau karena ulah tiga kakak kelasnya ini.
Gisel-mantan Rion menarik wajah Lena menengadah. "Jadi, lo kenapa sekarang berubah pikiran? Bukannya awal lo kita suruh deketin Cho itu biar lo ambil semua uangnya? Sekarang lo nggak mau ikutin perintah gue?"
"Kak Gisel, gue mau batalin perjanjian itu."
Plak.
Tamparan keras mendarat di sebelah pipi Lena hingga tubuhnya tersungkur ke samping. "Setelah apa yang gue kasi selama ini. Gue kasi lo kesempatan buat masuk geng gue. Gue juga bantu lo biar nggak dibully ternyata ini balasan lo?"
Lena menggeleng cepat, lalu berlutut dengan Gisel dengan dua temannya yang berada di sisi kanan dan kiri.
"Nggak Kak. Bu-bukan gitu ...."
Plak.
"Kalo lo nggak ikutin perintah gue. Lo bakal gue bully sampe lo mati!"
Lena menahan ujung rok Gisel sebelum dia pergi. "Kak, gu-gue terima."
Gisel menyingkirkan tangan Lena, kemudian sedikit merendahkan tubuhnya. "Ck, bagus. Gue nggak akan bongkar kalo lo anak pembantu sepupu gue."
"Kak Gisel-"
"Lo di keluarin dari geng gue. Gue nggak sudi lama-lama temenan sama anak pembantu kaya lo." Setelah itu Gisel dan dua temannya itu melangkah keluar toilet.
Lena memeluk lututnya dan menangis. Sejak tiga hari lalu Lena terpaksa menjauh dari Cho, karena takut jika mereka membully Cho lagi. Lena menjadi budak Gisel selama beberapa hari ini, mulai dari membawa tas hingga membelikan makanan.
Sejak Gisel sekolah setelah tiga Minggu libur. Suasana sekolah kembali buruk, padahal sebelumnya Rion mantan Gisel yang suka bully sudah berhenti. Sekarang mantan datang dan masih saja merundung.
Pelan-pelan Lena bangkit berdiri, merapikan sedikit rambutnya di depan cermin. Lena berusaha tersenyum walaupun hati dan tubuhnya sakit. Gadis itu keluar toilet dan tidak sengaja menabrak seseorang.
"Sori," tutur Lena seraya menunduk.
Saat Lena hendak pergi orang itu menahan tangan Lena "Kenapa baju lo?"
"Gue lagi nggak mau berantem, Nez." Lena menarik paksa tangannya. "Misi gue mau lewat."
"Dua hari nggak ada kabar. Ke mana lo?"
"Awas!"
"Pas Cho sendiri lo kemana? Padahal gue sakit tapi lo nggak bantu Cho sama sekali."
"Jangan ganggu gue!"
Neza mendecak ketika Lena berteriak padanya. "Terserah lo." Neza langsung mengambil langkah dan pergi.
"Nez ... gue minta maaf, kalo nanti lo kenapa-napa," ujar Lena melihat Neza yang semakin jauh.
Tbc.
Yuk komen, vote dan share cerita ini. Supaya aku rajin up 🤭😂
See you next part (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top