Part. 25 | 40DWW 🪄
Air hujan mulai bercampur dengan cairan merah. Tubuh lelaki itu seketika tumbang tepat dan menabrak tembok. Entah, sudah berapa kali Cho minta maaf pada lelaki itu. Tapi, tidak dipedulikan. Lelaki itu dengan topi dan masker itu merendahkan tubuhnya depan Cho sembari menarik jaketnya. Kemudian melayangkan bogeman keras.
Bhak.
Bhak.
Bhak.
"Bangsat!" teriak lelaki itu semakin menggila.
Setelah beberapa kali bogeman itu menghantam sebelah pipinya. Cho hanya bisa meringis kesakitan memegang perutnya. Akhirnya ia tumbang dan terjatuh ke tanah.
Lelaki itu tersenyum miring. Menarik rambut Cho ke samping. "Lo pikir, karna lo kaya. Lo bisa injak keluarga gue, hah?!"
Cho menengadah seraya menahan perih pada pipi dan ujung bibirnya. "A-apa yang keluarga Cho lakuin?" napas Cho tidak beraturan. "Cho bener-bener nggak tau."
Alih-alih menjawab pertanyaan polos Cho. Lelaki itu langsung mendorong kepala Cho hingga membuat Cho terkapar di sana. Lelaki itu mendecak kesal. Kemudian bangkit berdiri dan meletakkan kaki di depan dada Cho.
"Kepolosan lo ini, bikin gue muak, bangsat!" hardik lelaki itu menekan dada Cho begitu keras.
Akh.
"Kalo Ayah lo nggak mau tanggung jawab. Lo bakal mati, bila perlu seluruh keluarga lo mati! Gue nggak akan tinggal diam," lanjut lelaki itu sebelum menendang pinggang Cho.
Belum puas dengan melihat Cho sudah terkapar tidak berdaya. Lelaki itu meminta dua temannya untuk membantu Cho berdiri di hadapannya.
"Lo itu cupu, pengecut, tolol! Cuma bisa nangis doang. Pantesan lo butuh tuh cewe buat jagain lo!"
Cho menunduk menahan sakit di hampir sekujur tubuhnya. Jika dipikir-pikir perkataan orang ini ada benarnya. Cho mengangkat sedikit kepalanya perlahan. "Cho ... bisa lindungi dia," tutur Cho pelan.
Lelaki itu menangkup wajah Cho, memandangi wajah Cho sejenak. Kemudian tertawa terbahak-bahak. "Lo bisa apa? Bisa nangis iya."
Seketika Cho merapatkan mulutnya. Itu memang benar, tapi saat ini Cho sedang berusaha menjadi yang lebih baik. Dirinya juga diajarkan naik motor dan bela diri. Sehina itukah dirinya. Cho benar-benar merasa seperti beban.
Lelaki itu menarik sedikit maskernya ke bawah. "Ah, bangsat! Jujur gue muak liat muka lo. Lo emang cocok dibully. Kenapa gue baru tau, kalo lo anaknya? Apa gue bunuh lo aja sekarang?" ucap lelaki itu membuat Cho menelan ludah susah payah.
"Ap-apapun yang A-ayah Cho lakuin. Cho ... minta maaf."
"Lo pikir dengan begitu Ibu gue hidup lagi?! Lo kasi gue ratusan juta juga nggak guna!" sentak Lelaki itu dengan netranya yang berkaca-kaca.
"Cho ... mohon maaf."
Lelaki itu kembali meninju perut Cho. Kemudian memerintahkan dua orang itu untuk menghabisi Cho. "Lo berdua urus dia. Terserah mau lo diapain."
Lelaki itu melangkah lebar ke arah pada motor sport berwarna merah. Terlihat ia menarik sebelah ujung bibir, saat menoleh pada Cho yang ditendang dan diinjak oleh orang suruhannya itu. Lelaki itu menyalakan mesin motor dan melaju pergi.
Cho yang sudah tersungkur di tanah. Dia hanya bisa pasrah menahan badannya yang terus diinjak. Perlahan penglihatannya mulai menggelap, tiba-tiba Cho melihat langkah kaki panjang.
Salah satu yang sedang menginjak Cho, ditarik Neza mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari gadis berambut hitam panjang yang digerai begitu saja. Seorang gadis berambut sedang, langsung menendang satu orang temannya itu.
Bhak.
Bhak.
Pertengkaran hebat berlangsung sekitar sepuluh menit bersamaan dengan lebatnya hujan kala itu. Satu orang yang dipukul berhasil kabur dengan motornya. Neza masih tidak puas dengan pukulan sejak tadi. Entah, rasanya dalam dadanya terasa sangat sakit dan perih.
Neza menarik baju laki-laki itu dan mendorong kencang ke tembok. Saat itu juga kedua bola mata Neza berubah tampilan menjadi warna hitam sempurna. Kukunya pun mulai bermunculan. Arda yang melihat Cho terkapar lemah langsung menghampiri lelaki itu.
"Siapa yang nyuruh lo?!" teriak Neza dengan matanya yang melotot membuat orang itu mendadak merinding. "Lo mau jawab gue congkel mata lo dan gue patahin kaki tangan lo?!"
Lelaki itu hanya menggeleng cepat tidak berniat menjawab pertanyaan gadis itu. Neza mendecak kesal, kemudian mendekati wajah pada sebelah telinga orang itu. "Kenapa? Lo takut? Sekarang lo pilih, mau gue cekik atau gue lempar ke jalan dan dilindas truk?" lanjut Neza.
"Siapa lo? Gu-gue nggak takut," jawab lelaki itu terbata-bata.
Tanpa berlama-lama Neza mencekik orang itu ke atas hingga kakinya bergantung. "Le-lepas ... gue disuruh te-temen sekolah dia. Gue nggak kenal."
"Nez, lepas!" teriak Arda saat melihat Neza akan membunuh orang itu. "Lo mau mati!"
Napas Neza naik turun, amarah masih belum terkendali. Bagaimana bisa manusia sejahat ini. Sungguh kalau dirinya tidak dalam tugas, manusia ini sudah dia bunuh dengan satu kali tusukan.
Neza menoleh pada Cho yang tengah disembuhkan oleh Arda. Gadis itu mengambil napas dalam dan menghembuskan kasar. Ia menjatuhkan lelaki itu, terjatuh tepat di depannya. Detik itu Neza kembali berubah menjadi manusia lagi.
"Kali ini lo selamat. Awas kalo kita ketemu lagi," tutur Neza dengan tatapan tajam. Buru-buru orang itu berlari pergi.
Neza mendekati Cho yang masih pingsan. Gadis itu langsung menyembuhkan Cho dengan kekuatan yang sudah terkikis tadi. Setelah beberapa saat Cho yang kembali membuka matanya perlahan.
"Cho, tahan bentar. Jangan mati, sialan!" ujar Neza dengan mata yang mulai dipenuhi air yang perlahan mulai tumpah.
"Nez, biar gue bantu," tawar Arda membantu Neza menyembuhkan Cho.
"Nggak. Nanti energi lo abis. Gue bisa, kok, Da."
"Nez, tapi muka lo mulai berkerut."
Kulit wajah Neza yang mulai berkerut itu pertanda kalau energinya semakin menipis dan bisa kembali menjadi penyihir asli. Setelah beberapa menit Cho kembali membuka matanya.
Neza menepuk pelan pipi Cho. "Cho, lo denger suara gue? Masih sakit?"
"Prin, Cho nggak apa-apa," balas Cho tersenyum manis menahan sakit di bibirnya terasa perih.
Neza membalas senyuman Cho, gadis itu menjatuhkan bokongnya ke tanah dan terduduk miring. "Bagus. Lo nggak lemah. Thanks, sapi."
Cho bangkit terduduk perlahan. Detik itu juga pandangan Neza semakin buram, tubuhnya melemah terjatuh tepat di dada Cho. Sontak lelaki itu membeku dan menoleh pada gadis depannya itu.
"Prin, prin. Princess, kamu kenapa?" Wajah Cho mendadak panik, ia menoleh pada Arda. "Kak Arda, Princess...."
"Ne-neza astaga!"
"Ke-kenapa, Kak?"
Benar dugaan Arda. Neza melemah dan langsung tidak sadarkan diri. Dengan cepat Arda menarik tangan Neza.
"Cho, lo balik duluan. Lo bisa pulang sendiri, kan?"
"B-bisa Kak."
Cho membantu Arda memapah tubuh Neza. Kemudian memberhentikan taksi. "Cho, lo hati-hati. Lo nggak usah khawatir, Neza nggak apa-apa."
Cho mengangguk paham seraya membukakan pintu taksi itu. "Kak Arda, kalo terjadi sesuatu. Jangan lupa kabari Cho."
"Pasti. Jangan nyusahin lagi," jawab Arda sebelum menutup pintu mobil.
Taksi itu pun mulai melaju, bergerak semakin jauh. Cho yang masih setia berdiri menatap kepergian Neza itu. Sungguh rasanya sakit melihat Neza yang tiba-tiba pingsan, rasanya lebih sakit dari dipukuli orang tadi.
"Prin, jangan sakit. Cho, khawatir."
***
Neza masih belum sadar dan terbaring lemah setelah diberikan obat oleh sang Ibu--Wyla. Karena energi yang dikeluarkan paksa, menyebabkan munculnya keriput pada sisi kanan wajah cantiknya.
Arda terduduk di sebelah Neza, menatap wajah sahabatnya yang sangat pucat seputih salju. Arda menghembuskan napas kasar, ia tidak habis pikir dengan otak cerdas sahabat itu hal yang dilakukannya itu bisa berakibat fatal, jika tidak cepat.
"Nez, lo kenapa begini, sih? Gue takut banget lo kenapa-kenapa."
Neza sangat ingin bertemu dan menyembuhkan sang Ayah hingga gadis itu berani melakukan hal seperti ini. Demi seorang manusia dan perjanjian itu. Neza nekat melakukan hal ini.
Pintu terbuka nampak seorang wanita dengan dress hitam lengkap dengan bibir merah darah. "Bodoh."
Ucapan itu membuat Arda sontak menoleh pada Wyla-Ibu Neza.
"Ternyata anak ini bisa sebodoh itu," lanjut Wyla berdiri memandangi anak semata wayangnya itu.
Terlihat kebingungan pada raut wajah Arda. "Tante, kenapa Neza bisa sampai kehabisan energi? Padahal dia cuma berantem biasa dan bantu sembuhin luka manusia itu."
Wyla terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Arda. Sebuah hubungan fatal yang akan berakhir dengan kebodohan dua makhluk itu. Entah, apa yang anak pikirkan.
"Tugas ini nggak boleh melibatkan perasaan apapun ke manusia. Rasa sakit yang bercampur ketakutan bisa sangat menyakitkan," jawab Wyla.
"Maksud Tante Neza suka sama manusia itu?" tanya Arda lagi.
"Tanda yang saya buat di dadanya supaya saya bisa mengontrolnya. Jika suatu saat Neza benar-benar menyukai manusia, Tante akan buat membunuh manusia itu melalui Neza. Setiap Neza mengucapkan kata sayang atau cinta, dia akan merasakan kesakitan," jelas Wyla.
"Apa nggak terlalu kejam?"
"Manusia nggak ada yang baik, bahkan Ayah Neza sekalipun. Tolong rahasiakan dari Neza."
"Baik, Tante."
***
Sinar matahari pagi ini terasa hangat setelah semalam hujan begitu deras. Hari terasa ada sesuatu yang kurang karena Neza sepupu Cho tidak akan masuk sekolah hingga tiga hari ke depan. Tiga mata pelajaran berlalu dengan cepat, walaupun Cho fokus belajar, tapi ia terus menoleh pada meja milik Neza yang kosong.
Bel istirahat berbunyi nyaring detik itu semua murid berhamburan ke luar kelas. Sepertinya hari biasanya Cho dan Lena makan siang bersama di kantin. Cho yang baru saja keluar dari toilet, tidak sengaja mendengar percakapan Rion dengan seseorang yang membicarakan sepupunya.
Lena yang kebetulan datang menepuk pundak Cho. "Cho, lo ke mana aja, sih? Katanya mau temenin beli jus?"
"Lena, tolong bilangin ke ketua kelas Cho. Cho nggak enak badan mau istirahat di UKS, tas Cho tolong bawain dulu ya, Len."
"Cho, kenapa? Sakit perut?"
"Kalo Cho nggak ada di UKS berarti Cho pulang." Cho lantas berlari kecil meninggalkan Lena.
"Cho ... tunggu Cho," panggil Lena.
Laki-laki hanya menoleh sekilas dan kembali berlari cepat mengikuti Rion. Saat di belakang sekolah, Cho melihat Rion dengan tas ranselnya akan membuka pintu.
"Kak Rion, Cho ikut, Kak," teriak Cho menghampiri Rion dengan napas tersengal-sengal. "Cho, mau ketemu Princess juga.
"Lo seriusan mau bolos?"
"Cho udah bilang kalo Cho nggak enak badan tadi."
"Ck, bilang bolos juga nggak apa-apa."
Rion memakai tas ranselnya dan melangkah pergi. "Kak Rion, kita nggak jadi bolos?"
"Lo liat itu."
Ternyata pintu pagar belakang terkunci. Biasanya tidak karena keluar masuk penjaga sekolah.
"Kekunci, Kak."
"Ya udah. Cepet, lo mau ikut nggak?" tanya Rion yang sudah melangkah semakin jauh.
"Tunggu, Kak Rion," panggil Cho berlari mengejar Rion.
Rion dan Cho lewat tembok belakang sekolah. Kakak kelas itu mengambil meja bekas, kemudian ditumpuk dengan kursi bekas. "Lo naik duluan," perintah Rion. "Cepet, nanti keburu bel masuk.
"Hm, Cho takut nanti...."
"Gue naik duluan, lo pegangin mejanya."
Sembari memegang meja bekas itu dan Rion pelan-pelan naik ke meja, lalu ke kursi. Setelah sampai di atas tembok, Rion melompat. Cho sempat terkejut mendengar Rion melompat dari balik tembok itu. Sungguh Cho takut, tapi dirinya sangat penasaran dengan keadaan Neza sekarang.
"Woi, lo ngapain diem? Cepet ke naik," teriak Rion membuat Cho tersadar dari lamunannya.
"Iya, Kak Rion." Cho menoleh kiri kanan yang mulai kosong karena bel masuk kelas sudah berbunyi. Laki-laki naik ke meja pelan-pelan, kemudian kursi. "Cho agak ngeri."
"Woi! Lo mau ketauan guru? Cepetan!"
Saat itu juga Cho menaiki tembok dan melompat. Namun, Cho malah jatuh di rerumputan.
Akh.
"Aduh," ringis Cho. Rion langsung menutup mulut Cho.
"Berisik banget lo."
"Ma-maaf, Kak Rion."
"Ayo."
***
"Nakal banget lo berdua ya. Masih jam sekolah malah ke sini," ujar Arda menatap kedua anak sekolah yang tengah terduduk di sofa itu. "Nggak usah khawatir, Neza cuma demam gara-gara keujanan aja."
Rion mengambil satu minuman kopi kaleng itu dan membukanya. "Gue khawatir banget, Da. Dia abis jalan sama gue malah sakit."
Arda meneguk kopi kaleng itu hingga setengah. "Iya, deh. Lo yang paling khawatir sama Neza."
"Kak Arda, Cho boleh liat Kak Prin, nggak?" tanya Cho. "Cho, mau minta maaf sama Princess."
Rion meletakkan kembali minuman kaleng itu. "Lo cowo tapi nyusahin cewe. Cewe gue lagi yang lo susahin."
Cho menunduk sedikit merasa bersalah. "Cho, nggak tau kenapa. Tiba-tiba ada orang yang mukulin Cho. Untung Prin sama Kak Arda dateng."
"Ada satu orang yang benci banget sama lo, Jerri," sahut Arda.
Rion terkekeh geli. "Lo tau, Da berapa banyak orang yang nggak suka sama Cho? ... Banyak, Da."
"Kakak kelas sialan lo. Lo itu seharusnya bantuin, Cho. Malah lo ketawain," lanjut Arda kesal.
"Bener kata Kak Rion."
"Lo beneran di keroyok semalam? Lo liat siapa orangnya?" tanya Rion.
Cho menggeleng kecil. "Cho, nggak liat jelas. Soalnya pake masker sama topi."
"Lo udah latihan bela diri tapi nggak diterapin. Cewe gue jadi kena bonyok," omel Rion kemudian meneguk habis kopi kaleng itu. "Arda, lo sempet liat orang yang keroyok Cho nggak?"
"Bener kata Jerri, semua pake masker sama topi. Gue sama Neza hajar sampe mereka kabur, pas sisa satu. Ditanya dia nggak jawab apapun," jelas Arda lalu melipat kakinya.
"Cho, Lo seriusan nggak liat wajahnya?" tanya Rion lagi.
"Nggak Kak, tapi dari suaranya familiar. Dia sempet ngomong soal ayah Cho."
"Atau mungkin Musuh ayah lo?" sahut Rion. "Kenapa bisa lo yang kena? Coba lo tanya Ayah lo."
"Mungkin, Cho nggak tau soal itu."
Tbc.
Udah lama banget ngga update :'(
Karna itu aku akan up 2 part malam ini. Silakan baca ya, jangan lupa komen, vote dan share yaaa (。•̀ᴗ-)✧
Terima kasih (人 •͈ᴗ•͈)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top