Part. 16 | 40DWW 🪄

"Cho, lo beda banget. Tuh, liat orang-orang pada ngeliatin lo. Lo keren," puji gadis dengan rambut di kepang dua melihat Cho kagum.

"Cho, aneh ya kaya gini?" tanya Cho.

"Lo cakep banget, Cho," ujar Lena kemudian pandangannya beralih pada rak-rak buku di hadapannya itu. "Cho, harus percaya diri tau."

"Makasih, Lena. Tapi, tadi Kak Prin bilang Cho aneh banget."

Lena langsung menoleh cepat saat mendengar nama panggilan Neza itu. "Apa, sih? Dia itu yang aneh. Sepupu lo itu nggak paham trend. Nggak usah dengerin."

Cho hanya tersenyum, kemudian mencari buku untuk tugas presentasi PKN. Setelah itu Cho langsung mencari meja untuk membaca beberapa buku.

"Cho, lo itu jangan terlalu dengerin omongan Neza," ujar Lena tiba-tiba, lalu terduduk di sebelah Cho. "Bukan karna dia saudara, lo harus dengerin omongan dia semua. Belum tentu bener."

"Tapi, Kak Princess nggak-"

"Tuh, Cho juga selalu panggil Kak Princess terus. Emang dia kakak lo? Secantik itu si Neza sampai dipanggil Princess segala."

"Kak Prin, cantik, kok. Cho lebih nyaman panggil pake Kak."

"Terserah Cho aja," balas Lena seraya membuka buku yang diambil tadi. Kemudian menoleh pada Cho. "Cho, gue itu kasi tau yang bener. Jangan sampe lo nyesel."

"Lena jangan marah sama Cho, ya. Cho minta maaf."

"Cho, gue tau dia sepupu. Tapi kenapa semenjak ada Neza gue jadi merasa jauh sama lo?"

"Cho, nggak jauhin Lena, kok."

"Gue suka sama lo," ucap Lena tiba-tiba.

Cho yang mendengar itu langsung terdiam. Lena pun sama, entah keberanian dari mana, gadis itu tiba-tiba menyatakan perasaannya pada sahabatnya.

"Cho, juga suka sama Lena. Kita kan temenan, masa Cho nggak suka sama Lena? Lena udah jadi temen Cho yang baik," balas Cho tersenyum lebar seraya terduduk menghadap pada Lena. "Tanpa Lena bilang, Cho tau, kok."

Lena tersenyum kecut. Gadis itu tahu betul kesukaan Cho dan juga hal-hal paling kecil dari laki-laki itu. Lena tahu, sebagai teman ia memang tidak melakukannya banyak hal, ketika Cho dibully. Tapi, Lena tetap membantunya selama satu tahun belakangan ini.

Sejujurnya bukan jawaban seperti ini yang Lena mau. Ia tahu Cho memang sangat polos dan terlampau baik. Tapi, Lena yakin Cho tahu apa maksud perkataannya barusan.

"Cho, tapi bukan itu maksud gue. Masa lo nggak paham, Cho?"

"Lena, kenapa-"

Lena langsung bangkit berdiri. "Gue duluan." Gadis itu mengambil buku miliknya dan beranjak pergi meninggalkan Cho.

"Cho, salah ngomong lagi?" tanya Cho pada dirinya.

Tanpa Cho sadari seorang gadis muncul dan menghampiri laki-laki itu.

"Heh, sapi! Lo liatin siapa?" tanya Neza yang tiba-tiba muncul dan terduduk di sebelah Cho. "Malah diem. Lo liat siapa?"

"Eh, Kak Prin. Liat Lena, Kak."

"Kenapa temen lo itu? Sialan si Lena, gue ditabrak langsung pergi gitu aja."

"Lena bilang suka ke Cho. Terus Cho bisa suka juga karna kita temen, udah pasti Cho suka. Terus, Lena langsung pergi."

"Stupid!" omel Neza. "Dia suka sama lo bukan sebagai temen, tapi lebih dari temen."

"Maksudnya?"

Neza terduduk kemudian mengangkat kakinya dan duduk bersila menghadap pada Cho.

"Kalo gue begini, apa yang lo rasain?" tanya Neza seraya melipat kedua tangannya depan dada.

Cho merasa bingung dengan pertanyaan Neza itu. "Nggak rasa apa-apa, Kak Prin."

Kemudian Neza mendekati Cho dan memajukan wajahnya sangat dekat dengan wajah Cho. Bahkan hanya tinggal beberapa sentimeter lagi bibir mereka akan bertemu.

"Kalo sekarang apa yang lo rasain?" tanya Neza seraya memperhatikan mata Cho.

"Jantung Cho deg degan."

"Lo pernah rasa kaya gitu sama Lena nggak?"

Cho menggeleng kecil. "Nggak Kak Prin."

"Bagus, gue kurang setuju sama si Lena. Dia nggak cocok jadi pacar lo."

"Berarti Cho cocok sama Kak Prin."

"Hah?" Neza mengerjap lalu memundurkan tubuhnya dan terduduk seperti sebelumnya.

"Cho deg degan, kalo deket Kak Prin."

"Jangan sama gue."

"Kenapa Kak Prin? Itu tandanya Cho suka sama Kak Princess ya?"

Neza mendeham dan menyugar rambutnya. Baru pertama kalinya Neza kehabisan kata-kata karena manusia polos di depannya ini. Seharusnya Neza tidak bereaksi seperti ini, karena sudah biasa jika manusia banyak yang menyukainya karena wajahnya yang cantik dan kecil sangat menarik bagi para laki-laki. Namun, Cho benar-benar terasa berbeda.

"Ya wajar, sih. Gue cantik."

"Tapi, kayanya bukan karna itu Kak Prin."

"Ya, terus lo suka karna apa? Kita juga baru kenal beberapa hari."

Cho memiringkan tubuhnya seraya menolehkan kepalanya pada Neza, seketika gadis itu menjauhi tubuhnya. Neza yang terduduk di ujung tempat duduk panjang itu, hampir jatuh. Dengan cepat Cho menahan pinggang Neza membuat gadis itu terkejut bukan main.

"Cho suka karna Kak Prin perhatian. Walaupun galak tapi itu yang bikin Kak Prin beda."

Neza kembali terduduk, merapikan sedikit pakaian dan rambutnya. "Thanks."

"Maaf, Kak Princess."

"Ck, jangan bilang maaf, kalo lo nggak salah."

"Maaf karna buat Kak Princess nggak nyaman."

Neza merangkul Cho. "Mulai sekarang lo harus lebih pikirin kebahagiaan lo, gue udah baca kertas itu."

"Kak Prin beneran bisa kabulin semua harapan Cho itu?"

"Gue bisa apa aja. Nomor pertama gue pindah jadi terakhir."

"Kenapa Kak Prin?"

"Ya, karna itu spesial, jadi itu terakhir."

Cho mengangguk kecil sembari tersenyum manis. Membuat Neza senang, entah rasanya jika Cho tersenyum seperti ini sangat terlihat tampan.

"Soal model rambut lo itu ... gue suka-maksudnya cocok, lumayan cocok lah. Biar nggak terlalu kelihatan cupu banget."

"Cho, pikir model rambutnya nggak bakal cocok. Kalo Kak Prin suka, Cho seneng."

"Jangan senyum gitu, sapi!"

"Kenapa Kak Prin? Jelek ya?"

"Y-ya pokoknya kurangin senyum ke gue. Udah ah, gue balik kelas," balas Neza bangkit berdiri dan beranjak mengarah ke pintu keluar perpustakaan.

"Tungguin Kak Prin," sahut Cho buru-buru merapikan buku dan tidak lupa boneka kecil di masukan ke dalam saku celananya.

***

Selama pelajaran matematika minat pada pelajaran terakhir sebelum istirahat. Neza tidak memperhatikan sama sekali, ia fokus menggunakan ponsel pintarnya itu untuk searching di internet pada mesin pencari. Neza cukup penasaran kenapa Cho sudah belajar tapi tidak rangking satu juga.

Neza meletakkan kepalanya di ujung depan meja, sembari memainkan ponsel di bawah meja. Cho yang tengah fokus melihat tiap rumus yang di jelaskan, sesekali Cho melirik Neza.

"Kak Prin, ini mapelnya susah. Perhatiin rumusnya Kak," bisik Cho. "Tapi nggak apa-apa, nanti kalo kesusahan Cho pinjemin catatan ini."

Neza menoleh sejenak. "Lo fokus belajar aja. Jangan peduliin gue."

Baru saja Neza akan meletakkan kepalanya di ujung depan meja, Cho meluruskan tangannya di sana.

"Di tangan Cho aja Kak Prin. Biar dahi Kak Prin nggak berbekas."

"Thanks." Telapak tangannya Cho sebagai alas dahi Neza agar bisa melanjutkan main ponsel di bawah meja. "Jangan nyesel, kalo tiba-tiba tangan lo kesemutan."

"Nggak, kok, Kak Prin."

Cho fokus dengan materi pelajaran sembari sesekali mencatat rumus. Berbeda dengan Neza yang malah tertidur setelah memainkan ponselnya di bawah meja.

Cho yang berada di sebelah Neza, tahu kalo gadis itu sudah tertidur dari beberapa menit lalu. Pelan-pelan Cho mengambil ponsel dari tangan Neza dan meletakkan di laci meja, kemudian mengangkat sedikit kepala Neza dan menaruh boneka sapi miliknya sebagai bantal. Cho menyelipkan rambut Neza yang menutupi wajah dan menyelipkannya di belakang telinga.

Lena yang melewati kelas Cho dan tidak sengaja melihat Cho tengah mengusap lembut rambut Neza. Sungguh membuat Lena semakin jengkel dengan tingkah Neza yang selalu mencuri perhatian Cho. Padahal niatnya Lena ingin melihat Cho saja, malah sepupunya yang kasar itu merusak semuanya.

"Dasar Neza gila!" umpat Lena sebelum melangkah menuju ke kelasnya yang tepat di sebelah kelas Cho.

***

"Richelle," panggil Rion berlari kecil menghampiri Neza yang baru saja keluar kelas. "Neza, woi!"

Neza menoleh. "Apa?"

Rion tersenyum, membuat Neza jengkel. "Janji lo gimana?"

"Ya udah, tinggal minum doang."

"Minum doang nih? Gue sampe baku hantam gini, masa cuma minum aja," ujar Rion memperlihatkan luka lebam di wajahnya. "Kita jalan-jalan dulu gimana?"

Neza menatap datar wajah Rion tanpa minat sedikit pun. "Bebas."

Rion merangkul pundak Neza. "Oke, gue jemput jam tujuh ya, cantik."

Neza mengangkat tangan Rion dari pundaknya. "Jam sembilan."

Neza yang melangkah pergi menuju kantin, Rion malah masih mengikutinya. Neza kembali menoleh tiba-tiba membuat Rion terkejut dan hampir menabrak gadis di depannya itu.

"Anjir! Hampir aja nabrak."

"Ngapain ngikutin gue?"

"Hm, gue mau tanya, deh."

"Apa?"

"Lo udah tau kan, kalo Fiko kecelakaan semalam? Itu ulah lo?" tanya Rion sedikit mengecilkan suaranya.

Neza menggerakkan jari telunjuknya memberitahu agar Rion mendekatinya.

"Menurut lo? Kalo lo apa-apain Cho. Lo bakal jadi korban selanjutnya," bisik Neza diakhiri dengan senyuman miring.

Seketika Rion meneguk ludah dan entah rasanya ia jadi merinding. Perlahan Rion kembali menjauhkan wajahnya.

"Terserah lo," balas Rion agar tetap terlihat santai. "Lagian dia kecelakaan gara-gara rem blong."

"Jangan ikutin gue lagi," ucap Neza beranjak pergi meninggalkan Rion.

"Lo itu buat gue kagum tapi kadang buat gue takut juga," batin Rion seraya menatap punggung Neza yang semakin jauh.

***

Seorang gadis tiba-tiba muncul dari toilet perempuan tergesa-gesa dan tidak sengaja menabrak Neza yang tengah sibuk mengikat cepol rambut ombrenya.

Brak.

"Maaf-maaf nggak sengaja," ujar gadis itu seraya merapikan beberapa lembar kertas yang terjatuh. Tangan terhenti saat melihat satu lembar terinjak oleh Neza. "Bisa angkat dikit nggak?"

Neza mengambil kertas itu dan membacanya. "Kunci jawaban ulangan harian matematika wajib," tutur Neza seraya melirik pada gadis itu. "Lo Nia anak paling pintar itu, kan?"

"Sini kertasnya," balas Nia meloncat-loncat berusaha mengambil kertas di tangan Neza. "Itu punya gue, sini."

"Jadi, ini rahasia lo?"

"Sini kertasnya!"

"Lo mau masuk tiga besar juga, kan? Sayang, mimpi lo bakal hancur."

"Lo nggak tau apapun!"

"Apa yang gue nggak tau?!" Neza menginjak tangan Nia hingga gadis itu meringis kesakitan. "Dari siapa lo dapet kertas ini?"

"Sakit!"

Neza semakin menekan jari-jemari Nia. "Lo mau ngaku atau jari lo hilang?!"

"G-gue nggak tau, Nez."

"Nggak terima kebohongan."

Akh.

"Sakit tangan gue bego!"

Neza mengangkat sedikit kakinya. Kemudian menampar wajah Nia hingga gadis itu tersungkur.

Plak.

"Lo siapa, sih?!"

Neza menarik rambut Nia sangat kuat.
"Gue penyihir," tutur Neza kemudian memperlihatkan mata yang hitam.

Seketika Nia terdiam ketakutan. "L-lo?"

Neza mencekik Nia hingga gadis itu memberontak. "Lo mau ngaku atau gue lempar lo ke lapangan?!"

"Plis, Neza j-jangan. Gue nggak salah, gue cuma beli kunci jawaban."

Neza kembali melayangkan tamparan lebih kuat. "Gue harus tahan diri, kalo nggak dia bisa mati dan energi gue bisa abis," batinnya.

Neza langsung menghipnotis Nia. "Dengerin gue. Sekarang lo teriak di lapangan dan bilang kalo beli kunci jawaban ini."

Nia langsung mengangguk kecil, dengan tatapan kosong gadis itu melangkah ke tengah lapangan. Banyak murid yang berada di sekitar lapangan memperhatikan gadis itu. Nia mengangkat kertas-kertas tadi dan membuangnya.

"Gue Nia kelas 11 MIPA 2 udah berbuat curang. Gue beli kunci jawaban dari guru biar rangking satu!" teriak Nia.

Para siswa yang berada di depan kelas di tiap lantai dan di lapangan terkejut dengan penuturan Nia. Setelah itu, Nia di soraki satu sekolah dan saat itu juga Nia terkejut.

Neza yang memperhatikan dari depan ruang BK di lantai dasar tersenyum miring, kemudian bertepuk tangan. Nia pun sadar, ia bingung tiba-tiba sudah di tengah lapangan. Kemudian Nia memperkirakan Neza di sana dan mengepalkan tangannya kuat, hendak berlari. Namun, Neza menahan tubuh Nia dengan sihirnya agar tetap berdiri di tengah lapangan.

"Kaki gue, kenapa?" Nia berusaha menggerakkan kakinya, tapi tidak bisa.

"Segini doang? Mesti di pancing, kah?" Neza menggerakkan seseorang untuk melemparkan dengan jus yang dipegangnya.

Seketika itu juga banyak yang melempari Nia dengan minuman dan juga kertas. Gadis itu menundukkan kepalanya menahan tangisnya. Dadanya sesak dan mulutnya bergetar.

"Gue nggak salah!" ucap Nia tegas mengangkat kepalanya perlahan.

"Kurang seru," ujar Neza memutar bola matanya malas. Kemudian menarik sihirnya membiarkan Nia pergi dari lapangan. "Buang-buang energi, sialan!"

Dari kejauhan Cho dan Rion melihat Neza yang tengah terduduk santai di tempat duduk sebelah ruang BK.

"Itu bukan Kak Prin lagi, kan?" tanya Cho yang memperhatikan Neza dari anak tangga.

"Siapa lo sebenernya, Richelle?" batin Rion seraya memperhatikan Neza dari lantai dua.






Tbc.

Makasih udah mampir baca (⁠人⁠ ⁠•͈⁠ᴗ⁠•͈⁠) karena beberapa hari lalu nggak up. Hari ini aku up tiga part ya, semoga suka. (⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)

Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini yaa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top