Part. 13 | 40DWW 🪄

Dua gadis cantik dengan motor sport berwarna hitam itu. Membelah jalan dengan kecepatan tinggi, Neza dengan helm hitamnya dan Arda dengan helm putihnya. Karena kejadian malam itu, Neza benar-benar mulai yakin, jika sebenarnya kebahagiaan Cho itu tidak akan ada kalau dari dirinya sendiri menolak. Selama mengendarai motor Neza jadi banyak berpikir. Sungguh menyusahkan.

Neza pun menghentikan motornya tepat saat lampu merah. Diikuti Arda di sebelahnya. Sahabat itu pun membuka kaca helmnya.

“Kita ke club biasa, yuk,” ajak Arda. “Gue kepo sama cowok yang waktu itu lo cerita, Nez."

Neza membuka kaca helmnya malas. Kemudian mengangguk kecil. “Lo pacaran sama siapa lagi?”

“Ada lah pokoknya, lumayan dia kaya. Sebenarnya nggak terlalu guna. Cuma gue suka pas dia—lo tau lah maksud gue.”

Neza hanya mendecak lalu kembali menutup kaca helmnya.

Arda terkekeh, sebelum menutup kaca motornya. Saat itu juga lampu lalu lintas berwarna hijau dan kedua motor itu langsung menancapkan gas. Melajukan motornya dengan sangat kencang. Tanpa mereka sadari seseorang dalam mobil mewah dengan merk Ferarri warna putih itu tersenyum tipis.

Perjalanan malam ini cukup cepat karena tidak terlalu banyak kendaraan berlalu lalang. Apalagi waktu yang hampir menunjukkan tengah malam. Bagi Neza night ride bersama Arda sahabatnya sangat seru. Setelah berbelanja dan makan malam di restoran dekat apartemen Arda. Mereka sampailah di club malam tempat mereka berdua melepaskan penat di dunia manusia ini.

Musik keras mulai terdengar tepat saat dua gadis itu memasuki club. Dengan dress code warna hitam. Neza mengganti pakaian dengan dress hitam lengkap dengan blazer, Arda memakai dress dengan model sabrina lengan panjang.

“Tuh manusia cukup nyusahin ya, Nez. Gue aja kesel lo ceritain gitu,” ujar Arda menanggapi cerita Neza dengan suara cukup besar. “Terus lo ninggalin gini dia nggak apa-apa, Nez?”

Neza meneguk habis satu gelas kecil whiskey itu. “Ck, manusia emang gitu. Gue benci manusia nggak guna.” Neza memegang kalung dengan liontin berisi bunga warna hitam dengan empat mahkota bunga. “Gue harap satu aja bisa berubah putih.”

“Pasti bisa. Gue tau, tugas ini mungkin bakal sulit. Tapi, lo Nerezza penyihir hitam keturunan Ratu. Lo pasti bisa,” tutur Arda menyemangati sahabatnya itu.

Neza tersenyum tipis. “Thanks, Da.”

“Biasa aja, kita udah kenal berpuluh-puluh tahun. Gue udah tau banget, lo tuh kaya apa. Makanya, gue yakin banget lo bisa.”

Arda benar, dirinya adalah penyihir hitam hebat keturunan Ratu yang sudah tingkat tiga. Tidak mungkin tugas kali ini gagal. Lagipula manusia sangat mudah dibuat bahagia. Seharusnya ini bukan tugas yang sulit bagi Neza.

Arda menuangkan botol whiskey pada gelas Neza. “Nih minum dulu, seenggaknya buat lo nggak pusing gara-gara manusia itu.” Memberikan gelas itu pada Neza. “Cheers?”

Neza menerima gelas itu. Kemudian dua gadis itu bersulang dan meneguk minuman alkohol itu hingga habis. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka berdua.

“Hai, gue boleh di sini, Richelle?” ujar laki-laki itu.

Neza sedikit menengadah dan mengangguk kecil untuk membalas pertanyaan laki-laki itu.

“Lo Rion, temennya David, kan?” tanya Arda seraya memperhatikan wajah laki-laki itu.

Neza yang terduduk tepat di hadapan laki-laki itu. Lantas menatap wajah orang itu dan kembali memperhatikan wajahnya dengan saksama. Laki-laki itu tersenyum tipis di bawah lampu remang-remang itu.

“Arda, kan? Iya bener gue Rion,” balas Rion seraya melirik pada Neza.

“Ada cowo gue nggak?” tanya Arda.

“Ada, samperin aja tuh di lantai atas. Gue ngeri banyak cewe yang nyantol nanti,” canda Rion meminum alkohol dari gelas milik Neza.

Thanks, Ri.” Arda beralih pada Neza. “Nez, gue ke sana bentar. Kalo nanti gue lama, lo balik duluan aja.”

Neza hanya mengangguk pelan. Arda pun langsung beranjak pergi menuju lantai atas. Gadis itu menyandarkan punggungnya pada tempat duduk itu.

“Gue nggak nyangka bisa ketemu, Richelle,” ujar Rion lalu berpindah dan terduduk di sebelah Neza. “Lo mau taruhan lagi?”

“Ck, jadi cowok yang waktu itu lo?”

“Menurut lo siapa lagi?” tanya Rion lagi. “Buat umur lo ini, berani juga nongkrong tempat begini. Gue suka.”

Neza menyugar rambutnya, kemudian melipat kedua tangannya depan dada. “Asal lo tau, gue lebih tua dari lo.”

Rion mengangguk kecil. “Jadi, lo telat sekolah ya. It’s okay. Gue nggak terlalu butuh cewe pinter, gue butuh cewe cantik dan pemberani kaya lo.”

“Gue nggak tertarik sama lo.”

Rion ikut menyandarkan punggungnya seraya melirik pada Neza. “Lo ada satu permintaan yang mesti gue kabulin kan? Lo mau apa?”

“Lo berhenti bully sepupu gue.”

“Lo tau, cantik? Kadang itu manusia butuh hiburan juga,” balas Rion santai. Kemudian menoleh pada Neza. “Si cupu hiburan buat gue.”

Neza mendecak kecil. “Segitu sampahnya hidup lo, Rion.”

“Lo bener, hidup gue emang udah kotor.”

Neza membuka blazernya dan menyisakan dress hitam tanpa tali. Kulit putih susu yang sangat sehat. Siapapun yang melihat pasti akan terpesona dengan tubuh gadis itu. Belum lagi gundukan yang terlihat belahannya. Bahkan saat Neza membuka blazernya itu banyak laki-laki di sekelilingnya melihat ke arahnya. Padahal cahaya yang tidak terlalu terang.

“Cantik,” puji Rion memandangi Neza. “Lo kaya bukan manusia, lo terlalu cantik.”

Thanks, tapi gue nggak butuh pujian,” balas Neza tidak peduli. Saat itu juga Neza mengambil pemantik rokok dan mengangkatnya ke atas untuk memanggil pelayan.

Seseorang pelayan datang, kemudian Neza memesan bir dua gelas.

“Lo pesen bir? Kenapa?” tanya Rion.

Neza tersenyum miring sembari memandangi Rion. “Cuma pengen aja.”

Tatapan mata Rion tidak bisa berhenti melihat kecantikan dimiliki gadis yang adalah adik kelasnya itu. Sungguh Neza adalah perempuan paling cantik yang pernah Rion temui. Bahkan lebih dari Sally mantannya.

Pesanan Neza pun sampai, baru saja Neza akan membayar. Rion menahan tangan gadis itu saat mengambil beberapa lembar uang.

“Gue traktir,” ujar Rion. Kemudian menyuruh pelayan itu pergi.

Thanks.”

“Sama-sama, cantik.”

Neza mulai meneguk bir dengan gelas cukup besar itu. Rion mengambil rokok dari saku bajunya dan menyalakan api dengan pemantik api milik Neza.

“Lo rokok juga?” tanya Rion. “Nggak baik buat cewe.”

Neza melirik singkat. “Lo siapa? Sok ngatur!”

Rion mengambil gelas bir itu dari tangan Neza. “Gimana kalo kita pacaran?”

Neza menarik kerah baju Rion agar mendekat padanya. Hingga dada Rion hampir menabrak dengan gundukan milik gadis itu. Rion menatap wajah Neza begitu dekat.

“Lo pikir, gue mau sama manusia sampah kaya lo?” bisik Neza lembut di sebelah telinga Rion.

Rion tersenyum miring, pelan-pelan laki-laki itu meletakkan rokok tadi di meja agar tidak terkena Neza. Tepat saat Neza menjauhkan tubuhnya, Rion menarik pinggang rampingnya. Membuat gadis itu terkejut bahkan tubuhnya sudah menempel sekarang.

“Coba ulangin omongan lo tadi?” tanya Rion.

Tiba-tiba saat itu juga Neza mulai merasa kalung itu mengeluarkan hawa panas di tubuhnya. Rasa perih dan sakit, bergabung. Neza memegang kedua bahu Rion, saat tubuhnya mulai melemas.

Rion mendadak khawatir dengan perubahan wajah Neza yang pucat.

“Lo kenapa? Sakit?” tanya Rion khawatir. “Lo nggak apa-apa?”

Neza berusaha menahan tubuhnya, memegang tangan Rion agar tetap memegang tubuhnya ini. “J-jangan lepas dulu. Bantu gue ke motor bisa?”

“Iya-iya, gue antar aja.”

Rion menahan tubuh Neza dengan satu tangan, kemudian tangan satunya mengambil blazer milik gadis itu tadi. Laki-laki itu menggendong Neza tidak lupa dengan tas milik gadis itu.
Laki-laki itu membuka pintu mobil dan meletakkan Neza di kursi depan. Menutupi tubuhnya dengan blazer hitam itu dan tas miliknya di letakkan di sebelahnya.

“Kita ke rumah sakit sekarang, tahan dulu,” tutur Rion langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

“Antar gue ke rumah Cho. Gue tinggal di sana. Cepet bocah!” balas Neza dengan suara yang melemah. Lalu memukuli lengan Rion. “Jangan ngebut sialan!”

Rion tersenyum tipis, sungguh ia merasa lucu dan gemas secara bersamaan. Bagaimana bisa gadis di sebelahnya ini saat lemah masih punya pukulan kencang. Jika dipikir-pikir Neza adalah gadis pertama yang dia khawatirkan sama seperti almarhum Ibunya.

Dalam perjalanan tadi Rion sengaja mengendarai mobil dengan kencang. Membuat Neza yang di sebelahnya memukul Rion beberapa kali dan mendapatkan umpatan dari gadis itu. Entah, itu rasanya menyenangkan. Setelah itu mereka pun sampai di rumah Cho.

“Lo beneran bisa sendiri?” tanya Rion seraya membuka pintu untuk Neza. “Gue bantu gendong sampe dalam gimana?”

“Nggak, thanks. Udah sana balik!”

Rion terkekeh kecil. “Iya-iya, lo emosian banget. Gue balik, bye cantik.”

“Ya,” balas Neza tanpa menoleh lagi. Langsung berjalan pelan memasuki rumah itu, membuka pintu utama.

Saat melewati ruang tamu, Neza sama sekali tidak mendengar ada pertikaian. Ia pikir Cho dipukul oleh ayahnya itu. Pelan-pelan Neza menaiki anak tangga menuju ke kamar Cho yang terletak di depan kamarnya.

“Sapi! Lo ada di dalam, kan?!” panggil Neza seraya mengetuk pintu. “Buka!”

Terdengar Cho membuka kunci pintu dari dalam. Lalu Cho membuka pintu sedikit dan mengintip. “Kak Prin, dari mana aja?”

“Buka! Lo kenapa tadi?!”

“Nggak apa-apa, Kak. Nih, Cho baru mau tidur abis belajar.”

“Cepet buka pintunya!”

Mengetahui Cho enggan untuk membuka pintu kamar. Neza langsung mendorong pintu, hingga Cho terdorong dan terjatuh dan tidak sengaja Neza terjatuh menimpa Cho.

Mata Cho membulat sempurna melihat wajah Neza begitu dekat. Bahkan lebih dekat dari sebelumnya, napas gadis itu juga bisa dirasakan Cho. Entah, apa yang terjadi pada Cho sekarang, jantungnya berdegup kencang.

“K-kak Prin, Cho—“

“Diem,” potong Neza kemudian memeriksa wajah Cho yang sudah lebam lagi. Kedua pipinya memar. Gadis itu menyentuh pipi Cho. “Lo dipukul Putra?"

Cho menahan tangan Neza. “Cho, beneran nggak apa-apa, Kak Prin.”

“Jangan bohong!” omel Neza. Gadis itu langsung berpindah dan terduduk di sebelah Cho yang masih berbaring. “Sini, deketan.” Seraya menepuk pahanya.

“Cho, nggak—“

Neza langsung menarik Cho dan meletakkan kepalanya di atas pahanya. Karena Cho rasa tidak sopan melihat Neza yang memakai pakaian pendek. Cho langsung menutup matanya.

“Jangan ngintip! Lo ngintip gue gampar!” ancam Neza.

Cho hanya mengangguk kecil pasrah. Laki-laki merasakan Neza menyentuh dahinya dan mulai menyembuhkan. Cho merasakan sesuatu yang dingin masuk dalam tubuhnya. Sejujurnya setelah kejadian saat makan malam tadi. Banyak hal yang ingin Cho tanyakan.

“Kak Prin, sebenarnya siapa?” tanya Cho seraya membuka matanya perlahan, lalu menatap Neza. Gadis itu mendadak terdiam. “Kenapa Kak Prin jahat?”





Tbc.

Makasii udah baca yaa (⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)
Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini. (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top