Senpai: Perpustakaan

“Ji!”

Panggilan Jun membuat cewek itu menoleh padanya. Jun bertengker di atas motor NMAX-nya sambil melambaikan tangan, menyuruh Jisoo untuk mendekat.

“Bolos, ya?” tanyanya begitu di samping Jun yang sekarang nyengir seperti biasa.

“Siang-siang kuliah ngantuk, Ji,” katanya. Padahal mah, sudah kebiasaan jelek Jun membolos setiap siang. “Ikut ke aula mau gak?”

“Ngapain?”

“Ada pameran motor.”

“Males, ah!” Pameran motor pasti penuh cewek-cewek seksi. Hapal Jisoo, mah, orang dia dulu sering diajakin Jun nonton begituan.

“Bentaran doang. Habis itu balik deh, aku anterin.”

Moh, males! Aku mau ke perpus pusat.”

“Halah, sukanya gitu.”

Jisoo menaikan bahu tak peduli. “Anterin ke perpus pusat aja, hehehe,” pintanya langsung main membonceng di jok belakang. “Buruan! Udah ditungguin Mbak Hyuna.”

Meh ngopo to jan e?” (mau ngapain sih sebenarnya)

“Aku mau dijadiin model pakaian distro mbak Hyuna.”

“Bayaran berapa?”

“Gratis.”

“Yaelah,” respon Jun terlanjur bosan dengan kebaikan Jisoo tanpa minta bayaran saat orang lain minta bantuan. “Kamu harusnya minta uang, jangan gratisan mulu. Lumayan dapat uang buat beli skincare!”

“Aku dikasih kaosnya juga kok.”

“Tetap harus minta bayaran!” kekuh Jun. “Sekarang apa-apa itu pakai duit. Keenakan mereka nanti  malah jadi keterusan, lho.”

“Ngomongnya udah. Gak usah bawel!”

Motor pum berhenti di sekitar halaman perpustakaan pusat. Jun belum langsung pergi, dia masih mau menasehati temannya ini.

“Aku itu gak bawel, cuma mau kamu jangan terlalu baik sama orang.”

“Jadi baik salah?”

“Ya, enggak to!” ujarnya. “Cuma jangan terlalu baik. Hih, kamu cantik tapi dimanfaatin orang sama aja bloon.”

Jisoo merenggut bete. “Bloon katanya,” gumamnya.

“Emang bloon.”

“Tau ah!”

“Tuh kan, ngambekan.”

Jisoo membuang muka. “Terserah!”

“Ya udah, terserah, aku mau pergi juga!” katanya meledekin Jisoo. Sebelum melajukan motor, Jun sempat berpesan, “Kalau pulang telfon!” Yang hanya dijawab dengan acungan jempol Jisoo saja.

Jisoo segera memasuki gedung perpustakaan pusat sembari membaca pesan katingnya. Hyuna mengajaknya bertemu di lantai tiga. Karena perpustakaan pusat sangatlah luas, Hyuna menfotokan tempat dia duduk supaya Jisoo tidak kebingungan mencari bangkunya.

Biar cepat tanpa harus antri lift, Jisoo lewat jalur tangga. Dari lantai satu ke lantai tiga capek juga. Belum lagi dia harus muter-muter cari posisi katingnya. Perpustakaan amat sangat luas sehingga membingungkan Jisoo mencari posisi Hyuna. Dia tidak begitu hapal tiap blok perpustakaan. Ke sini aja jarang. Baru ini keempat kalinya selama berkuliah mengunjungi perpustakaan pusat.

_________________
Jisoo
Di mana mbak?
Aku udah muter daritadi gak ketemu blok F :(
_________________

Dia duduk sebentar untuk menunggu balasan Mbak Hyuna. Nafasnya ngos-ngosan akibat naik tangga dan muter cari Blok F. Harusnya pengurus perpusatakaan memberikan keterangan tempat dengan huruf besar, biar mahasiswa dapat melihat lebih jelas tanpa harus keliling sambil menengok ke atas untuk mencari-cari tulisan kecil sebagai penanda itu.

Tik ... Tok ... Tok ...

Belum juga dibales-bales. Jisoo lihat ponsel lagi ternyata susah sinyal.

Ia menggerutu, lalu menyalakan wifi. Ada banyak wifi, tapi semua ber-password. Mana dia enggak tahu password wifi perpustakaan lagi. Ngenes amat nasibnya.

Dia lantas berkeliling untuk mencari Blok F, sampai tanpa sengaja melihat sosok jangkung berdiri sendirian sambil memegangi buku, berdiri di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi.

“Mas!” panggilnya melesat cepat menghampiri cowok itu.

Sehun tadinya fokus mencari referensi hingga kehadiran Jisoo membuyarkan kefokusannya.

“Di sini ngapain?” tanyanya langsung.

“Mau nanya, hehe,” jawab Jisoo sambil meringis kecil. “Blok F itu mana, sih?”

“Oh,” gumamnya lalu menunjuk tempat dengan jari telunjuknya. “Itu, di sana, Blok F.” Jisoo mengikuti petunjuk jari Sehun, kemudian berdecak senang karena dia dapat melihat punggung Mbak Hyuna.

“Akhirnya,” ucap Jisoo teramat senang. “Makasih, Mas.”

“Ketemu orang?”

“Iya. Kok tau?”

“Hyuna?”

Jisoo mengangguk. “Mas kenal?”

Sehun cuma tersenyum. “Gih, temui dia. Udah daritadi nungguin kamu.”

“Hehehe, iya juga,” ringisnya jadi tak enak. “Ya udah, Mas, aku ke sana dulu, makasih.” Lalu kemudian Jisoo berjalan cepat menghampiri Hyuna.

Pertemuan mereka di awali dengan obrolan basa-basi. Biasalah, namanya juga cewek. Habis itu mereka mengobrol serius, yang berhubungan dengan tawaran Hyuna menjadikan Jisoo model pakaian distronya. Hyuna sempar menawarkan bayaran, lagi, dan Jisoo tetap menolak dengan halus. Alasannya pun seperti biasa, “Selagi dia bisa bantu, dia pasti bantu”. 

Hyuna sendiri merasa tak enak. Sudah minta minta bantuan, tapi tak membayarnya? Dia pun menawarkan lagi beberapa koleksian pakaian distronya, khusus untuk dibawa Jisoo pulang nanti. Anggap saja sebagai ganti bayaran, menurut Hyuna begitu.

Sebenarnya mereka sudah mengobrolkan hal itu lewat chat. Pertemuan mereka untuk memastikan jadwal pengambilan gambar saja. Setelahnya mereka mengobrol tentang kehidupan di kampus, kemudian Hyuna pamit karena dia ada jadwal bimbingan, dan tertinggallah Jisoo sendirian di sana.

Jisoo tak langsung pergi mengikuti jejak Hyuna. Malah dia berpindah ke tempat Sehun yang tak jauh dari tempatnya.

“Skripsian, Mas?” tegurnya.

Sehun mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari laptop. “Udah selesai ketemu Hyuna?” tanyanya.

“Udah.”

Lalu hening tak ada obrolan. Sehun terlanjur fokus dengan skripsi. Membuat Jisoo sedikit kepo, kepalanya pun menengok sebentar menginitip isi layar laptop katingnya itu.

“Bab berapa?”

“Empat,” jawab Sehun masih dengan pandangan fokus ke laptop; Jisoo di samping sekadar mengangguk saja lalu bertanya, “Bentaran lagi dong?”

Baru kini Sehun mengalihkan pandanga ke Jisoo sepenuhnya. Dia tersenyum, mengangguk, lalu balik lagi melihat laptopnya.

“Pulang naik gojek?”

“Gak kok.”

“Jun atau Jinong?” tanyanya.

“Jun,” jawabnya.

Sehun tak bertanya lagi; pun tak ada obrolan untuk beberapa menit berlalu. Jisoo sedikit teralihkan dengan ponsel dan Sehun masih dengan skripsi.

“Kamu mau di sini nungguin Jun, atau—”

“Mas Sehun mau pergi?”

Sehun mengiyakan. “Udah selesai revisinya,” lalu menambahi, “mau kuanter pulang?”

“Mas gak bimbingan?”

“Udah daritadi. Ini cuma revisi hasil bimbingan.”

“Oh,” gumamnya. “Aku bilang Jun dulu,” katanya langsung mengirim pesan sama Jun kalau dia tak jadi pulang bareng, jadinya pulang sama Mas Sehun.

“Udah?”

“Belum dibales,” ujarnya. “Ntaran juga dibales, Mas. Paling keasyikan nonton pameran.”

“Yaudah, ayo!” ajaknya, berdiri mendahului kemudian disusul Jisoo mengekor di samping. Kini mereka berjalan berduaan sembari menuruni tangga dari lantai tiga menuju lantai dua. “Udah makan siang?”

“Belum,” jawabnya sambil mengamati satu per satu anak tangga penuh hati-hati.

“Suka nasi padang gak?”

“Suka.”

“Kita makan siang dulu  ya?”

Langkahnya tiba-tiba berhenti. Jisoo menatap Sehun dan bertanya, “Berdua aja?”

Cowok di depannya itu malah tertawa. “Nggak, Jisoo, tapi ramai-ramai,” ujarnya.

“Oh, kirain berdua.”

Tawa Sehun kian terdengar riang. “Di sana pasti ramai. Gak ada yang namanya berdua. Pembeli pasti banyak,” ucapnya tepat sekali.

Membuat pipi Jisoo merona karena malu.

“Kalau kamu tanya, soal siapa yang aku ajak makan siang hari ini, pasti aku jawab kita,” ujarnya. “Cuma ada kamu, aku ... Hmm, dama makhluk tak nampak mungkin?”

“Dih, mana ada setan siang bolong.”

“Jin bukan setan, Jisoo. Bedakan antara mereka,” ceramahnya sedikit tertawa dan berdecak. “Soal tas gunung, nanti sehabis makan mampir kontrakan dulu ambil tasnya. Aku lupa bawanya.” Jisoo cuma mengangguk menurut saja.

“Aku penasaran sejak kemarin,” tanyanya lagi-lagi menghentikan langkah mereka. “Kamu beneran gak ilfeel sama aku?”

“Emang Mas kudisan?” balik tanya Jisoo dengan raut polos.

“Kamu dengar sendiri soal kemarin di kantin. Kamu gak risih kenal cowok kayak aku?”

“Kuperhatiin sih, Mas gak kudisan ” jawab Jisoo melenceng sekali dari pertanyaan Sehun.

“Kamu sengaja mengalihkan?”

“Bukan mengalihkan, Mas. Lagian ngapain harus risih? Emang Mas doang yang begitu? Aku gak gitu?” ujarnya menatap serius cowok di depannya itu. “Kecuali Mas itu kriminal baru aku mikir-mikir dideketin.”

“Gitu?”

Ia mengangguk dengan pasti. “Pikirku gini, Mas. Sebelum kenal sama orangnya, aku gak mau menilai dulu. Kita masih belum ada apa-apanya.” Entah mengapa, pernyataan Jisoo itu membuat Sehun merasa hangat. Pernyataan sederhana, tetapi menyenangkan. “Mas juga belum tahu aku, ‘kan? Jadi, kita sama-sama belum tahu apa-apa. Untuk omongan orang lain anggap aja itu informasi tambahan.”

“Iya.”

“Jangan iya, aja!” protesnya. “Udah ah, jadi makan siang gak?”

“Jadi.”

Mereka pun saling melihat sebelum melempar senyum penuh arti, lalu bersama-sama menuruni tangga kembali, disertai obrolan santai ala Jisoo dan Sehun.

sedikit melenceng

btw nasi padang murah andalan anak kampus wkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top