Senpai: Mendaki

Sabtu pagi Jisoo bersama Uzin berangkat dari rumah dianter Mas Jae. Mereka akan pergi mendaki hari ini. H-2 sebelum keberangkatan, Jisoo sudah menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan. Uzin membantu sekaligus memberitahu apa saja yang perlu Jisoo bawa untuk mendaki.

Dia tidak begitu tahu soal larangan bawaan mendaki. Jadi, selama packing semua sudah diatur oleh Uzin. Bahkan temannya itu menatakannya ke dalam tas serapi dan senyaman mungkin, agar Jisoo tidak keberatam membopong tas selama mendaki.

Pukul enam lebih limabelas menit, mereka tiba di halaman gedung UKM. Jisoo sama Uzin pamit sama Mas Jae, sebelumnya Mas Jae menasehati supaya mereka berati-hati, terutama Jisoo, mengingat ini pengalaman pertamanya mendaki gunung.

“Kalau capek bilang, gak usah sungkan ngomongnya,” pesan Mas Jae untuk sang adik. Jisoo mengiyakan dengan patuh, sambil menyalimi tangan saudaranya tersebut. “Gak usah neko-neko juga kalian berdua.”

“IYA, MAAAAS!” sahut mereka barengan, lalu bergegas pergi sebelum Mas Jae banyak nasehat. Tahu sendiri, Mas Jae sekali memberi nasehat pasti panjang kayak emak-emak lagi ketemu di pasar.

Setibanya mereka, ternyata sudah terkumpul banyak orang di halaman UKM. Kebanyakan mahasiswa baru— mungkin—ini juga pengalaman pertama mereka mendaki, seperti Jisoo. 

Uzin langsung membaur bersama rekannya. Jisoo memilih duduk untuk beristirahat. Demi apa pun, dia masih mengantuk. Semalam tak bisa tidur saking excited membayangkan dirinya mendaki gunung untuk pertama kali seumur hidup.

Aslinya dia tidur jam tiga malam, tapi tidurnya tidak begitu nyenyak. Dia masih berada di fase euforia sehingga semalaman ber-imagine mendaki gunung.

Saking lelah, sampai tak sadar kepalanya bersandar di tembok lalu tertidur hingga tepukan punggung Uzin membangunkannya.

“Lanjut tidur nanti,” kata Uzin mengajak Jisoo berkumpul bersama.

Sebelum berangkat diusahakan semua ikut berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Dowoon selaku ketua Ukm Mapala sekarang memimpin doa, setelahnya mereka beryel-yel, yang sama sekali tidak Jisoo mengerti.

Lalu satu per satu orang mulai memasuki mobil. Ada dua mobil terbagi menjadi dua tim.

“Din, lu nyetir duluan yak, ngantuk gua,” kata Chanyeol sembari melempar kunci mobil yang langsung ditangkap oleh Sehun.

Sehun mengiyakan tanpa protes. Kemudian menyuruh semua anggotanya untuk masuk mobil dan berteriak, “Jangan sampai ada barang ketinggalan.” Yang dibalas sahutan adik tingkat dengan kompak.

Jisoo satu mobil bersama Uzin. Duduk di tengah di antara duduk Jungwoo alias si Jono dan Pinky, sedangkan Uzin dudul di depan menemani Dowoon. Lalu di belakang ada tiga orang, anggota baru, satu angkatan dengan Pinky.

“Udah siap semua, ‘kan?” tanya Uzin melihat belakang sambil menghitung jumlah anggotanya. “Sip , bagus!” ucapnya bersemangat sembil menepuk pundak Dowoon hingga membuat cowok itu mengomel.

“Yang mau tidur, tidur dulu gak papa. Yang mau nyanyi monggo, silahkan tunjukan bakatmu adik-adik,” koor Dowoon sambil menyalakan mobil begitupun lagu yang tersetel secara otomatis.

Mobil seketika bising dengan nyanyian Uzin diikuti dua orang bangku belakang. Jisoo sendiri memilih untuk tidur. Lumayan dia bisa mengistirahatkan tubuh berjam-jam selama perjalanan nanti. Meski nyanyian super false Uzin menganggu ketenangannya, tetapi Jisoo berusaha jatuh ke alam bawah sadar.

“DAN IZINKAN AKUUUUU—” Yah, begitulah sekiranya nyanyian Uzin. Segembiranya dia bernyanyi untuk meramaikan suasana.

“Cieleh, Sujono perhatian banget,” ledek Uzin tanpa sengaja melihat Jungwoo merelakan pundaknya jadi tempat sandaran kepala Jisoo. “Diem, Jon, mau aku bikin story.” Sambil mengeluarkan ponsel, lalu merekam keromantisan secara tak sengaja terjadi di mobil mereka.

“Nanti kebangun lho, Mbak,” tegur Jungwoo dengan logat daerahnya. Uzin tak peduli, tetap asyik merekam sambil cekikikan sendirian. Niat banget dia tuh, kalau disuruh jahilin teman.

“Nyanyi lagi lah, Nong,” ujar Dowoon melirik cewek sampingnya. “Jinong, sepi, woi!”

“Sabar elah lagi asyi—nah, udah jadi hehehehe.” Tawanya kemudian, lantas bernyanyi lagu lagu yang berbeda.

Fungsinya Uzin duduk di depan itu untuk menemani Dowoon. Dia paling senang kalau Uzin seramai ini selama.perjalanan. Dipintanya demikian supaya Dowoon tidak mengantuk selama menyetir. Jadi, dia punya teman membacot selama perjalanan panjang mereka.

Perjalanan menuju Kopeng kurang lebih ditempuh selama 4 jam lebih 30 menit. Pukul 12 siang, mereka baru sampai di Desa Girirejo, yang seharusnya jam 11-an mereka sampai di sana, ternya lebih dari perkiraan. Itu pun dikarenakan mereka sempat berhenti di SPBU untuk sekadar beristirahat, buang air kecil, juga bergantian menyetir.

Pendakian ke Gunung Andong mereka lewat jalur Dusun Sawit, Desa Girirejo. Sebelum mendaki, mereka sempat beristirahat lebih dulu di basecamp sembari melaksanakan sholat berjama’ah, sekaligus mengisi perut lapar; pun merebahkan tubuh sejenak.

Jisoo selesai sholat langsung duduk sambil mengamati keseruan Uzin bermain batu-gunting-kertas bersama Jongup. Mereka asyik dengan dunia mereka sendiri, dan saling memberi hukuman jika salah satu di antara mereka ada yang kalah. Sebenarnya hal itu dilakukan untuk menyemangati diri sendiri supaya tidak tegang selama mendaki.

“Ngantuk?”

“Hm?” sahutnya mendongak dan mendapati Sehun berdiri di depannya. Jisoo mengangguk lemas. Belum apa-apa dia sudah seloyo begini. Memang payah! Hawa dingin membuatnya cepat mengantuk, padahal di mobil dia lebih banyak tidur.

Sehun kontan mengambil tangan Jisoo, memijatnya pelan di antara rongga jemarinya. “Tolong diperhatikan! Untuk yang masih ngantuk, bisa minta tolong teman buat memijat rongga jemari. Antisipasi, biar kalian gak terpengaruhi sama hawa dingin,” ujarnya memberitahu.

“ANJIR SAKIT GOBLOK!” Kemudian tak lama terdengar seruan marah Dowoon memaki Chanyeol yang barusan sengaja menekan lama jemarinya.

Jisoo sempat melihat keributan mereka, tetapi tangan dingin Sehun menyentuh tangan seolah mengambil alih sepenuhnya perhatian Jisoo. Dia tersenyum riang menikmati pijatan menyenangkan dan sedikit menyakitkan dari katingnya.

“Biasanya di kelas aku juga gini,” ujar Jisoo menyinggung kebiasaan di kelas saat mengantuk. Jisoo selalu meminta teman untuk memijat telapak tangannya atau mencubit punggung tangan biar kantuk yang menyerang lenyap dalam sekejap.

“Efek gak?”

“Sedikit, hehehe,” senyumnya malu-malu, “habisan AC kelas dingin banget. Padahal suhunya udah digedein masih aja dingin.”

“Bukan salah AC-nya, Jisoo. Tapi dasarnya kamu mudah ngantuk.”

“Hehehe, iya, sih.” Tetapi AC juga berpengaruh.

“Tangan kamu satunya sini,” pintanya mengganti memijat tangan satu Jisoo yang lain. “Nanti kalau capek perjalanan bilang, jangan dipendem sendiri. Kita di sini muncak rombongan, bukan individu.”

“Iya, Mas.”

“Jangan iya aja.”

“Oke, siaap, Komandan!” sahutnya berlagak memberi hormat sembari menyengir.

Berakhir sudah sesi pijat memijatnya. Mereka ber-15 langsung berkumpul, dan mulai melanjutkan sesi berdoa sebelum serentak berlanjut ke sesi mendaki.

Gunung Andong merupakan gunung berketinggian 1.726 mdpl yang terletak di antara wilayah Salatiga, Semarang, dan Magelang. Karena ketinggian yang tidak terlalu tinggi, Gunung Andong sangat cocok dijadikan tempat untuk melakukan “pra-pendakian gunung” bagi para pemula yang ingin belajar melakukan pendakian gunung.

Setengah dari limabelas orang tersebut merupakan orang-orang yang baru pertama kali melakukan pendakian. Ini sebebnya Gunung Andong selalu menjadi tempat pra-pendakian gunung untuk anggota UKM baru.

Chanyeol bersama Dowoon memimpin di depan. Berlimabelas mereka jalan secara berurutan. Uzin bersama Jongup berada di tengah mengawai bagiannya, sedangkan Sehun bersama Jungwoo bagian di belakang mengawasi bagian mereka.

Tidak semua anggota lama UKM ikut dalam pendekian ini. Hanya ada beberapa orang menemani, biasanya Chanyeol dan Sehun, senior yang senantiasa menemani, sisanya angkatan Dowoon dan Uzin yang bertugas mengatur persiapan pendekain. Sekalian mereka dilatih cara menjadi ketua dan wakil dengan baik oleh mantan ketua dan wakil, Sehun dan Chanyeol, yang tak lama lagi akan pensiun dari UKM.

Jisoo sendiri berada dibarisan belakang. Tadinya mau di tengah bersama Uzin, tapi Sehun memintanya supaya di belakang bersamanya.

Medan dimulai dengan perkebunan dan persawahan penduduk setempat, setelah mereka melewati gapura pemberangkatan. Terdapat hutan pinus yang cukup luas membentang depan mata mereka. Medan berikutnya, mereka diharuskan melewati medan tanah menyerupai tangga sehingga harus berhati-hati dan saling bahu-membahu menaiki, mengingat tanah lembab akibat guyuran air hujan semalam.

“Hati-hati,” pesan Sehun menahan tas punggung Jisoo sekalian membantu cewek itu dengan mendorong pelan tas ranselnya supaya dia lebih gampang melewati medan tanah tersebut.

Untuk sampai ke basecamp satu, mereka perlu menempuh perjalanan kira-kira setengah jam, itu kalau mereka tidak sempat berhenti untuk memuji keindahan alam yang terpampang secara nyata di depan mata.

Jisoo tak cukup sekali berdecak kagum dengan keindahan alam. Dia selalu menggumamkan pujian atas keindahan alam yang belum pernah dilihat sebelumnya.

“Cantik, ‘kan?” Jisoo langsung mengiyakan saat itu juga. Karena apa yang dia lihat sekarang memang sangatlah cantik. Mungkin kata cantik masih kurang untuk menggambarkannya.

Sehun ikut senang melihat reaksi Jisoo. “Ada yang lebih cantik dari ini. Kamu nanti pasti kaget,” bisiknya sambil menepuk tas ransel Jisoo, menyandarkan dia supaya tetap melanjut mendaki.

“Alam sangat cantik ya, Mas?”

“Lebih dari cantik,” balasnya. “Kalau kamu mau, kamu bisa lebih lagi melihat kecantikan alam. Itu pun kalau kamu gak jera mendaki.”

“Yang begini aja udah kelihatan cantik gimana lainnya?” ujarnya masih mengagumi dengan kecantikan alam.

“Kamu juga cantik,” ujar Sehun tiba-tiba, mengagetkan Jisoo yang lalu berhenti melangkah. Namun kemudian, ia tertawa dan membalas, “Gombalan Mas gak mempan di sini. Ingat ya, kita ada gunung.”

Sehun pun tertawa, merasa senang mendengarnya. “Sebab itu kita ada di gunung. Dengan pemandangan alam luar biasa cantik, begitupun kamu, tak kalah cantiknya dari mereka.”

“Pasti itu kalimat andalan Mas Sehun ngegombal. Halah, udah ketebak!” Ia tertawa sambil menggeleng. “Tapi makasih, Mas,” lanjutnya demikian.

Tetap saja dia dibikin merona malu olehnya.


Edisi gunung masih panjang jadi sabar, kalau selesai part berikutnya nanti aku double update seperti biasa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top