Senpai: Kita
Hal paling menyebalkan ialah saat mereka balik ke tempat semula dan tidak menemukan siapapun di sana. Mereka telah tergantikan oleh orang lain. Jisoo sama Sehun saling melihat satu sama lain. Berdua sama-sama bingung. Mereka nggak ditinggalin berdua sama kelompoknya, kan?
Saat itu juga Jisoo langsung menghubungi Uzin. Dia marah ditinggalkan begitu saja.
“Koe tegel men to, ninggal e aku?” protesnya tak terima. (kamu tega banget ninggalin aku?)
Uzin tertawa. “Dadakan, Yang. Udah chat sama telpon juga, gak kamu respon, yaudah, terpaksa kita pergi ke PRPP.” Uzin dan lainnya langsung pergi ke PRPP meninggalkan Jisoo bersama Sehun.
Ponsel Jisoo di dalam tas daritadi. Mode silent, getaran saja mana cukup kedengaran telinganya.
“Terus aku gimana?”
“Kan ada Mas Udin,” katanya dengan tenang sama sekali tak merasa bersalah telah meninggalkan teman. “Suruh anterin Mas Udin. Udah ditinggalin helm juga tadi. Kalau mau nyusul PRPP silahkan, mau pulang juga monggo.”
“Aku udah beliin kamu jajanan,” rengeknya melihat empat bungkus jajanan dia beli cuma buat Uzin.
“Buat Mas Jae.”
“Mas Jae gak mau. Dia paling udah banyak jajan sama Ibu,” keluhnya.
“Ya udah, ke PRPP.” Uzin cekikikan, samar-samar mendengar suara Chanyeol menyuruh Jisoo dan Sehun menyusul. “Susulin ke sini aja nanti pulang sama aku—eh, dianterin Mas Udin juga gak papa, hehehe.”
Karena jengkel Jisoo mematikan sambungan panggilan. Ia menggerutu kemudian menatap katingnya yang sejak tadi mendengar.
“Mereka di PRPP.”
“Terus?”
“Kita ke sana,” jawabnya.
Sehun cukup mengangguk. Kemudian mengajak Jisoo sama-sama jalan menuju parkiran.
Astaga, mereka harus balik lagi melewati jalan semula. Jisoo capek aslinya jalan, berdiri menunggu, jalan lagi niat menyusul Uzin tahunya ditinggalin, dan kini terpaksa jalan lagi bersama Sehun menuju parkiran.
Sampai di parkiran, Jisoo menunggu Sehun mengeluarkan motor sambil menggerutu pelan. Dia masih jengkel karena Uzin tega meninggalkannya. Kenapa juga gak disusulin gitu?
Cuma Uzin teman yang tega meninggalkan temannya.
“Gak usah bete gitu,” Sehun menegur Jisoo yang langsung membuang napas. Namun, ekspresinya seketika berubah ketika Sehun memakai helm di kepala. Jisoo terdiam menatap serius katingnya.
“Mas Sehun kenapa baik?”
“Ditanyain lagi?”
“Maksudnya, kenapa sebaik ini, gitu.”
“Kenapa?” malah balik tanya.
“Kalau aku baper gara-gara Mas baik yang emang dasarnya baik, gimana?”
Sehun tersenyum tipis. “Bagus dong,” katanya seakan bangga akan hal itu.
“Kok bagus?”
“Ya, bagus. Dari aku ke kamu gak sia-sia.”
Jisoo bukannya mengiyakan malah mencibir, “Pasti keseringan modus.” Membuat Sehun terkekeh geli. “Iya, ‘kan?”
“Hm ....”
“Kalau Mas bilang gak, berarti Mas gak normal. Mas Cayo sama Uzin aja bilang Mas banyak gebetan.”
“Lalu kamu gak suka?”
“Hah?” sahutnya sempat bingung. “Enggak—maksudnya itu, eh, bukan aku gak suka sama itu. Itu, kan, urusan Mas Sehun bukan urusanku.”
Lagi, dia terkekeh. “Iya, Jisoo aku paham,” ucapnya.
“Jadi, iya?”
Tanpa mengelak Sehun mengiyakan, dan Jisoo mengangguk mengerti.
“Terus kenapa Mas Sehun jomblo?”
“Kenapa ditanyain?” Jisoo diam seketika. Ya, iya, ya, kenapa juga dia nanyain.
“Aku ngajak kamu pacaran, mau?” tanyanya tiba-tiba.
“Hm?” reaksinya kaget ketara sekali, tapi dengan cepat langsung menggeleng. “Gak!” Membuat cowok yang duduk di atas motor tertawa.
“Bagus!” balasnya. Gantian membuat cewek yang berdiri di dekatnya itu mengernyit heran.
Tau nggak, sih? Mereka itu masih di tempat parkir, asyik mengobrol, dan kadang obrolannya didengarkan oleh pejalan kaki, pun mas-mas penjaga parkiran. Mereka bodo amat yang penting obrolan mereka asyik dinikmati.
“Ayo, naik.” Jisoo tak langsung naik, malah bertanya lagi, “Gebetan Mas Sehun yang cukup disayangkan siapa?”
“Hm? Maksudnya?”
“Gebetan, Mas. Mantan gebetanlah, yang sangat disayangkan. Gimana, ya .... hm, Mas, udah ngincer dia dan pengen ngajakin pacaran tapi gak jadi.”
“Oh,” gumamnya mulai memahami, “kenapa ditanyain?”
“Ya gak papa, tanya aja,” akunya luar biasa tenang tak terlihat canggung sama sekali, padahal pertanyaannya itu termasuk ranah pribadi dan kedekatan mereka pun sebatas senior-junior.
Gebetan? Haha, bukan. Jisoo tidak merasa menjadi gebetan Sehun begitupun lelaki tersebut. Pertemuan mereka saja lebih keseringan secara tak sengaja. Itu pun relate ke UKM Mapala. Chat-chatan? Baik Jisoo maupun Sehun, mereka berdua sama sekali belum bertukar nomer Whatsapp atau ID Line. Instagram? Saling follow aja belum. Jisoo tidak tahu Instagram Sehun. Sehun tahu, tapi dia belum follow Instagram Jisoo.
Well, mereka murni bertemu secara tak sengaja dan mengobrol di saat bertemu saja.
“Gebetan kamu yang sangat disayangkan siapa?” balik tanya Sehun.
“Jun.”
Sehun speechles. Cewek ini tanpa pikir panjang langsung menjawab. Dari sini tampak jelas bahwa Jisoo tipikal cewek jujur apa adanya.
“Wendy.”
“Hah?” Jisoo mengerjapkan mata berulang kali, menggemaskan. Pengen sekali Sehun mencubit pipinya saking gemesin ekspresi Jisoo sekarang. “Mas Sehun sama Mbak Wendy gitu?”
Sehun mengangguk. “Udah lama, semester awal.”
“Kok, Mas Cayo ...?”
“Kaget?” Iyalah, siapa yang tak kaget. Apalagi Wendy sekarang pacarnya Chanyeol dan mereka (Sehun sama Chanyeol) teman dekat. Setahu Jisoo dari cerita Uzin, hubungan Chanyeol dan Wendy sudah jalan tiga tahun.
Dia jadi ingin tahu. “Mas Sehun tiap lihat Mbak Wendy mesraan sama Mas Cayo sakit hati gak?” tanyanya.
Dia mengiyakan tapi, “Dulu iya,sekarang udah biasa saja.”
“Kenapa?”
“Udah lama juga. Empat tahun lalu buat apa dipendam terus?”
“Hebat, ya!” decaknya terkagum dengan sikap katingnya ini dapat memendam perasaan dengan Mbak Wendy. “Mas Cayo tahu gak ka—”
“Dia tahu.”
“Terus?”
“Ya gitu. Biasa aja kita, gak perlu berantem gara-gara cewek. Sama-sama dewasalah. Kalau Wendy sukanya sama Chanyeol, yaudah kita terima saja. Lagian cewek gak cuma Wendy doang, ngapain direbutin?”
“Lah, katanya sakit hati ngeliat—”
“Namanya juga merelakan butuh proses panjang buat move on.”
Jisoo menggulum senyum senang dan memahami situasi Sehun kala itu. Merelakan memang butuh proses panjang untuk move on. Di awali rasa sakit hati, lalu tak lama jika kita merelakan kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.
“Mas Cayo sama Mbak Wendy langgeng ya, Mas, adem gitu hubungan mereka,” gumamnya bahagia membayangkan kemesraan dua katingnya itu.
Sehun setuju sama pendapat Jisoo. “Kamu mau juga begitu?”
“Kadang ngelihat orang pacaran berasa dunia milik berdua, suka bikin kita cemburu. Jadi ingin memiliki dunia seperti mereka juga,” lanjutnya, “tapi dipikir-pikir lagi, untuk apa?”
“Sekarang aku udah memasuki usia dewasa awal. Udah gak jamannya mikirin begitu,” jelasnya sembari menggulum senyum. “Udah waktunya buat serius. Sekadar status pacaran gak deh, terima kasih.”
Sehun refleks bertepuk tangan memuji ucapannya. Akan tetapi, “Andai, ada cowok tiba-tiba nembak kamu. Kamu tolak atau terima? Kamu bilang maunya serius gak mau sekadar status pacaran.”
“Tergantung,” jawabnya. “Dari seberapa dekatnya hubungan kita dan seberapa jauh aku nyaman sama dia.”
“Jadi, harus dekat dan nyaman dulu?”
“Iya, biar mengenal karakter masing-masing. Dari situ kita juga akan tahu serius atau gaknya pasangan kita kelak.”
“Aku?”
“Hm?”
“Menurut kamu gimana?”
“Eh?”
Bukannya menjelaskan, Sehun malah berkata demikian, “Dijalani aja dulu.” Membuat kening Jisoo berkerut.
“Apanya yang dijalani?”
“Kita,” akunya. “Masih belum apa-apa, ‘kan?”
“Kita itu ... Aku sama Mas Sehun gitu?”
“Masa aku sama tukang parkir ” canda Sehun lalu menyuruh Jisoo agar membonceng. Mereka terlalu lama mengobrol, kasihan juga Jisoo sejak tadi berdiri.
“Kamu gak mau atau emang gak su—”
“Eh, gak gitu cuma ... Mas kok jujur banget?”
“Jadi, kamu maunya aku bohong gitu?”
“Eh, jangan deh, gak baik.”
“Hahaha.” Tawa Sehun bersamaan dengan dia menyalakan motor dan pelan-pelan meninggalkan tempar parkir.
“Jis!”
“Ya?” sahutnya sedikit maju ke depan untuk mendengarkan lebih jelas omongan Sehun. “Apa, Mas?”
“Aku gak mau maksa. Kalau kamu emang gak mau, kamu bisa jauh-jauh, hmm, cuekin Mas gitu?”
“Kesannya aku jahat banget ngehindari Mas Sehun,” timpalnya merenggut tak suka dengan ide katingnya ini. “Mas sering gini sama gebetannya?”
“Belum,” balasnya. “Belum pernah, baru ini. Maksudnya ngomong kayak tadi,” imbuhnya, “dulu gebetan banyak soalnya masih suka main, sekarang udah dewasa pikiran mulai berubah kayak yang kamu bilang tadi.”
“O, begitu,” timpalnya. “Ya udah, kita jalani aja.”
“Apanya?”
“Kita,” jawab Jisoo sambil menggulum senyum manisnya. “Emang Mas yakin?”
Sehun sempat melirik belakang, ingin melihat senyum manis Jisoo. Lalu kembali fokus berkendara dan tak lupa menjawab, “Kalau aku gak yakin, ngapain juga aku ngomongin soal kita?”
Saat motor berhenti di lampu merah, dia menambahi, “Gak romantis, ya?”
Dengan polosnya Jisoo mengiyakan dan tertawa meledek. “Mas baru ngomongin ‘kita’ bukan ngajakin jadian.”
“Kamu maunya jadian?”
“Gak!” Kemudian berdua, sama-sama tertawa di atas motor.
“Bagus!”
Iya, “kita” setelah ini dijalani saja apa adanya dulu. Seberapa dekat dan nyamannya “kita” untuk mengenal karakter masing-masing.
hiya hiya
sepertinya lapak ini akan panjang sekali 👀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top