Senpai: Gebetan

“Ibu mau apa, Jisoo beliin,” katanya via panggilan suara bersama sang ibu di rumah.

Ibu tiba-tiba nelpon Jisoo cuma minta dibeliin jajan. Kebetulan anak bungsunya di luar, yaudah, ibu minta dibeliin.

“Tapi gak apa-apa nunggunya lama?” lanjutnya, “gak lama juga kok, Bu. Iya, Jisoo cepat pulang. Njieh Ibu, wa’alaikumsalam.” panggilan selesai.

Mas Jae ada turnament futsal makanya ibu minta dibeliin jajan sama Jisoo. Biasanya hari Minggu ibu dimanjain sama Mas Jae. Diajak keliling gitu sesuka dan sebahagia ibu mereka. Namanya juga anak laki sayang ibu.

Selesai nelpon, ketiga cewek yang pamit ke toilet belum balik-balik juga. Jisoo menebak, mereka pasti lagi cuap-cuap cantik dan cekrek-cekrek. Well, tebakan Jisoo tak salah. Mereka bertiga memang sedang cekrek-cekrek cantik di toilet.

“Mas, bilangin ke Uzin, ya. Aku beli shilin sama chatime buat Ibu.”

Njieh, cah ayu,” balas Chanyeol cengar-cengir.

“Mau ditemani?” Bedalagi sama Sehun menawarkan jasa mengantar dan menemani.

“Ceileeeh, Udin. Udah berani, nih?” Lalu Chanyeol dengan ledekan biasanya menggoda Sehun.

“Gak perlu, Mas.”

“Halah, sonoh pergi berdua, hush, hush,” ujar Chanyeol mengusir mereka sengaja. “Urusan Jinong gampang ntar,” katanya merelakan Sehun menemani Jisoo beli shilin sama chatime.

Sehun benar-benar menemani Jisoo membeli shilin juga chatime.

“Dua mbak,” kata Sehun menginstrupsi Jisoo yang semula memesan satu.

Jisoo melirik sang kating canggung. Dia pikir hanya dia yang beli ternyata Mas Sehun juga mau beli.

“Tunggu sini.”

“Emang Mas mau ke mana?”

“Chatime,” ujarnya menunjuk stand chatime. Jisoo mengangguk, mempersilahkan katingnya itu jalan seorang diri ke stand chatime.

Entah mengapa Jisoo merasa seolah-olah dia dan Sehun pasangan. Katingnya baik banget, meski mukanya judes, Sehun ternyata penuh perhatian. Sejak kemarin selalu baik terhadap Jisoo.

Selama menunggu shilin, Jisoo sudah memberitahu Uzin kalau dia ada di stand makanan. Uzin bukannya menyusul, malah bales chat-nya dengan kurang ajar.

__________
Uzin
Jis balik dulu, ya, hehehe
___________

Jisoo langsung panik. Dia buru-buru menelfon Uzin.

“Gak usah panik, elah, kan bisa nebeng Mas Udin,” balas Uzin dengan santai.

Sinting koe?!”

Uzin ketawa dan samar-samar Jisoo mendengar suara Chanyeol ikutan ketawa, lalu menyahut dengan amat keras, “Nebeng Udin aja. Kita udah nyampai parkiran.”

“Gak bisa gitu dong, Mas,” tak lama Sehun muncul menenteng dua chatime, “terus Joy gimana? Helmku?”

Sehun mendengar, tetapi bersikap biasa saja. Sepertinya sudah diberitahu oleh Chanyeol soal ini.

“Joy sama aku. Helmmu dipakai Joy, kamu pakai helmnya Joy, nanti titipin Mas Udin. Nah, helmmu nanti tak bawa.”

“Ribet, ih!” gerutunya malah ditertawakan Uzin.

Uwes ah, bye!” Belum juga membalas, Uzin sudah mematikan sambungan sepihak. Jisoo menggerutu. Dia segera mengirim chat Uzin dengan gerutuan, karena harus tukeran boncengan kalau mereka bisa pulang tanpa perlu seribet itu.

Kalau sudah begini mau apa lagi?

“Berapa Mbak?” Suara Sehun membuyarkan pikirannya. Jisoo segera mengeluarkan uang niat membayar, tak tahunya sudah dibayar Sehun. “Makasih,” ucapnya berterima kasih setelah menerima dua shilin dan kembalian.

“Nih,” ujarnya menyerahkan semua bingkisan itu pada Jisoo.

Jisoo bingung. “Lho, kok semua? Kan lainnya punya Mas.”

Bukannya diterima, Sehun malah menolak. “Satu buat Ibu kamu, satu buat kamu.”

“Eh, tapi kan—”

“Udah diterima aja. Lagian kamu di dalam tadi gak nyemil apa-apa. Emang gak lapar?”

Jisoo masih bingung. Ini kenapa katingnya baik banget, sih.

“Kok Mas baik, sih?”

“Berarti kamu maunya jahat?”

“Eh, gak gitu juga. Maksudnya ... gak jadi deh, makasih Mas.” Bibirnya tersenyum manis, membuat cowok di sampingnya ikut tersenyum melihatnya.

“Ayo, balik. Udah ditungguin Ibu kamu pasti.”

“Oiya,” balasnya lantas jalan berdampingan. Selama jalan Jisoo diam-diam memperhatikan Sehun dan bergumam, tinggi banget.

Berdiri di sebelah katingnya ini, Jisoo serasa tenggelam. Tingginya hanya sampai sebahu Sehun.

“Kenapa?” tanyanya tiba-tiba menoleh ke arahnya. Sehun merasa diperhatikan sejak tadi, jadi dia langsung saja bertanya.

“Tinggi Mas berapa?”

“183.”

Ekspresinya langsung speechles. “Hampir samaan kayak Mas Jae,” gumamnya terpikirkan sang kakak yang tingginya 11:12 sama Sehun.

“Mas Jae?” tanyanya penasaran. “Siapa?”

“Masku.”

“... ketemu gede?”

(Mas ketemu gede = gebetan/pacar/adik-kakak zone begitulah)

Jisoo ketawa sambil menggeleng. “Kakakku. Anak sulung, aku bungsu.”

“Oh,” gumamnya mulai mengerti. “Kamu anak terakhir?”

“Iya.”

“Mas?”

“Pertama,” jawabnya tersenyum tipis.

“Gak ada saudara di rumah?”

“Ada dua, adik cewek semua.” Dua adiknya masih anak sekolah. Satu SMP kelas 3, satunya SMA kelas 2.

“Tinggi juga gak?”

“Hmm, gak juga. Kenapa?” baliknya bertanya.

Jisoo menggeleng. “Gak papa,” lalu tersenyum manis.

Setelah jalan panjang, mereka sampai juga di parkiran. Jisoo mulai asing, karena lagi-lagi motor yang dipakai Sehun berbeda.

“Sebenarnya motor Mas itu yang mana?”

“Dikontrakan.”

“Terus ini?” tanyanya menunjuk motor scoopy putih di depannya.

“Punya Jackson.”

“Jackson?”

“Teman sekontrakan.”

“Mas Jackson fakultas olahraga bukan?”

Sehun yang tadinya mau memundurkan motor mendadak berhenti, dia menoleh dengan satu alis terangkat. “Kamu kenal?”

Kepala Jisoo dengan cepat mengangguk. “Sering nge-DM.”

“DM apa?”

“Ya, gitu, sering nanya-nanya.”

“Sering ngajak keluar juga?”

Jisoo mengiyakan. Sehun cuma membalas ‘oh’ lalu memundurkan motor, sedang Jisoo minggir ke samping memberi jalan untuk motor.

“Gak diiyakan?” tanyanya sambil mengambilkan helm milik Joy. Sehun tak langsung memberikan, dia masih menunggu jawaban Jisoo tentang Jackson padanya.

Kali ini kepala mungil Jisoo menggeleng. Mengartikan bahwa dia menolak ajakan Jackson jalan.

“Kenapa?”

Jisoo mengangkat bahu. “Gak tahu kenapa,” jawabnya bingung juga. Selama dia berpikir ‘kenapa nolak ajakan Jackson jalan’ tanpa sadar kepalanya sudah terpakaikan helm. Sehun memakaikan helm di kepalanya. Jisoo baru sadar ketika Sehun menyinggung poni dan meminta supaya dia memasukan poninya ke dalam.

“Biar aku aja Mas,” katanya menolak dikaitkan kunci helmnya. “Makasih,” sambungnya tersenyum manis.

Sehun ikut tersenyum kemudian menyuruh Jisoo segera membonceng.

“Lain kali kalau Jackson nge-DM lagi abaikan.”

“Hah, apa, Mas?” tanyanya tak mendengar. Tubuh Jisoo sedikit mencodong ke depan sekadar ingin mendengar jelas omongan Sehun. “Mas bilang apa?”

“Jackson kalau DM lagi gak usah dibales.”

“Kenapa?”

“Gak papa,” jawabnya sambil menyalakan motor. “Gebetan dia ada banyak,” sambungnya.

Jisoo mendengar lalu tertawa mengejek. “Bukannya Mas Sehun juga? Gebetan ada banyak.”

“Iya, tapi dulu,” akunya dengan jujur.

“Oh,” balas Jisoo, “kalau sekarang emang gak ada?”

“Belum,” balasnya kemudian, “segera mungkin.” Dengan motor melaju pelan meninggalkan parkiran motor mall.

“Daripada mikir gebetan mending Mas fokus skripsi. Iya, gak?” kata Jisoo mencoba menasehati.

Sehun tertawa, tapi dia mengiyakan nasehat Jisoo. Itu juga dia pikirkan sejak menginjak semester enam.

“Terus kamu, ada?”

“Gak tahu,” jawabnya sedikit bercanda. “Gak mau mikir gebetan, ribet. Siklusnya gitu-gitu aja mending langsung nikah. Ya, gak? Haha.”

“Kamu mau langsung nikah muda, gitu?”

“Gak juga, sih. Eh, gimana ya jelasinnya, aduuuh,” racaunya bingung sendiri. “Pokoknya jangan dulu gitu pacaran nanti aja. Ya, gitu pokoknya, aduh, jadi gak jelas gini hahaha, maaf ya Mas.”

Sehun tertawa sambil mengiyakan permintaan maaf Jisoo.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top