Senpai: Antrian

“Jajannya dimakan, gih.” Chanyeol menyodorkan jajanan yang dibeli barusan. Meletakkan di atas meja, lantas menoel satu per satu orang di lingkaran meja tersebut. Empat orang duduk; sisanya berdiri, tak kebagian kursi, mana lagi samping kanan-kiri penuh orang berkelompok.

“Ngapain berdiri?”

“Mau beli jajan,” sahutnya.

“Sendirian?”

“Mas Cayo mau nemenin?” timpal Joy agak menyindir, karena dari tadi Chanyeol banyak tanya sama Jisoo.

Dasar cowok kepo!

“Gak,” ucapnya sambil melirik ke arah Sehun. “Din, temeninlah.”

“Sama Uzin kok,” sela Jisoo melihat Uzin yang masih asyik duduk mengobrol sama Dowoon.

“Halah, sama Udin aja gak papa. Iya, kan, Din?” Belum diiyakan, Chanyeol main asal narik Sehun lalu dijejerin samping Jisoo. “Jajan lama-lama juga gak papa. Gih, pergi. Hush, hush, hush.” Jisoo hendak membantah, tapi Sehun keburu narik tangannya, supaya mereka segara pergi daripada Chanyeol makin bacot.

Seperginya mereka Wendy langsung mencubit pinggang sang pacar. “Kamu itu lho, gak usah ledekin mereka terus. Kalau Jisoo jadinya ilfeel gimana?”

“Iya nih, Mas Cayo demen amat ledekin,” sambung Uzin kompor meleduk.

“Biar makin lengket gitu, Yang. Jadi gak sia-sia comblanganku,” katanya.

“Comblangin aja semua cewek sama Mas Udin,” timpal Dowoon ikut mengompori. “Mbak Ugi korbannya Mas Cayo, ‘kan? Joy juga?”

“DIEM LU, BADRUL!”

“Lu yang diem, Cayo!” Wendy balik mengamuknya dan langsung mendiamkan sang pacar. Membuat Uzin tertawa riang meledeknya.

Dasar cowok bucin!

♨♨♨

“Mau beli apa?” tanya Sehun masih dengan tangan menggandeng Jisoo.

“Cumi bakar.”

“Berarti ke sana,” ucapnya menunjuk barat sembari melepaskan gandengan. Menyuruh Jisoo supaya jalan di depan, sementara dia di belakang mengikuti. Khawatirnya mereka kepisah jauh, mengingat jalanan Semawis penuh manusia pemburu kuliner malam.

Mereka berada di tengah-tengah Semawis, sedangkan letak seafood bakar ada di ujung—nggak ujung banget, sih—seenggaknya mereka perlu melewati desakan manusia pemburu kuliner malam. Belum lagi mengantri panjang, karena stand seafood bakar selalu penuh.

Sampainya sana, mereka lantas mengantri. Ada tujuh antrian, dan mereka terakhir.

“Mas mau apa?” Sehun menolak ditawari. Jisoo memaksa, dia tetap menolak. Akhirnya beli dua cumi bakar saja. Satu cumi bakar porsinya besar. Jisoo pesan dua untuk dia dan Uzin.

“Aku tinggal dulu ya, Mas,” ucapnya sama mas-mas penjual. Berdua pun menyebarangi jalan menuju stand penjual pangsit mayo. Jisoo menawari Sehun lagi, dan ditolak.

Kali ini dia beli satu. Uzin pasti menolak, dia tidak suka. Giliran mau bayar, Sehun sudah mengeluarkan uang, membayarkan jajanannya.

Jisoo mendelik kecil. “Kok dibayarin?” Kenapa juga harus dibayarin kalau dia bisa bayar sendiri. Jisoo tidak mau merepotkan orang lain, selagi dia masih sanggup.

Giliran protes, Sehun cuma senyum dan mengabaikan aksi protesnya. Malah menawari lagi mau jajan apa. “Nggak beli minum?” Memang ini tujuan dia berikutnya.

Namun,

“Maaf, Mas, kalau kurang ajar,” ucapnya dengan sopan menarik dompet Sehun. “Biar Mas gak asal keluarin duit. Aku simpen dompetnya, nanti ingetin lagi,” katanya menyimpan dompet Sehun di tas.

Sehun tersenyum; menatap Jisoo yang tampak menggemaskan sekarang.

Pindah ke stand minuman, Sehun tetap menolak dibelikan. Giliran Jisoo bertanya, “Mereka maunya jajan apa Mas kira-kira?” Sehun malah menyuruh Jisoo supaya tidak membelikan mereka, karena di sana sudah terlalu banyak jajan mereka. Nanti mubazir, enggak dimakan.

Ya sudah, mereka balik lagi ke stand seafood bakar. Ternyata masih antri malah semakin panjang, untung Jisoo sudah pesan duluan. Sambil menunggu pesanan, Jisoo yang berdiri di depan Sehun tiba-tiba mendongak sekadar ingin tahu perbedaan tinggi mereka.

“Ada apa?” Sehun yang merasa diperhatikan menurunkan pandangan. Membuat mata mereka saling bertemu dan terlihat jelas ekspresi kaget di mata Jisoo.

Sungguh menggemaskan.

“Ngukur tinggi badan?” duga Sehun.

Dari gelagatnya tampak jelas apa yang sedang dipikirkan cewek ini. Tanpa disangka Sehun mengukur, meletakan tangannya di atas kepala Jisoo, melihatkan batas ketinggian mereka. “Segini,” katanya hanya dibalas ‘oh’ saja dan kepalanya mengangguk paham.

Karena ramainya malam Sabtu di Semawis, membuat pejalan kaki dan antrian saling berdesakan. Sehun merapatkan tubuh, hingga menyentuh punggung Jisoo. Posisinya sekarang menjaga cewek di depannya. Bahkan jika ada desakan dari kanan-kiri, dia langsung menarik Jisoo menyamping supaya tak kesenggol.

“Tunggu di situ aja Mbak, Mas, biar gak kesenggol,” kata mas-mas penjual.

Sehun menurut, mengajak Jisoo pindah tempat; menunggu di sebelah stand seafood bakar.

“Masih lama, ya?” gumam Jisoo memandang bosan bakaran seafood. Dia yang mulanya bosan jadi berdecak kagum ketika mas-mas penjual melakukan atraksi. Tak lupa Jisoo merekam aksi tersebut, dijadikannya story Instagram.

Sehun di belakang tak sengaja melihat aktivitas cewek itu berseluncur media sosial. Dia juga melihat keasyikan Jisoo membalas DM sambil terkekeh geli.

________________
Junaaa
Di semawis?
Kok gak bilang?
Aku di situ juga
Km di mana?
__________________

Sempat berpikir siapa Juna setelah melihat keseriusan Jisoo membalas reply-an story si Juna. Dari banyaknya reply masuk, hanya Juna yang dia balas. Begitulah hasil pengamatan Sehun.

“Mas!” panggilnya menawarkan jajanan.

“Makan kamu aja.”

“Berasa nungguin sendirian tahu. Gih, Mas, ambil aja gak perlu sungkan,” ucapnya.

Karena tak kunjung mengambil, Jisoo langsung mengambilkan satu dan menyodorkan ke mulut Sehun.

Sehun kaget dong, tiba-tiba disodori gitu. Apalagi orang awam melihat seakan-akan Sehun minta disuapi oleh Jisoo.

“Mas!” tegurnya. Mau tidak mau Sehun menerima suapan Jisoo. “Nah gitu, kan enak ngelihatnya.”  Senyum mengembang cantik di wajahnya.

Saat hendak menyuapinya lagi, Sehun mengambil alih jajanan. Memasukan sendiri tanpa perlu disuapi. Alhasil, Jisoo meledekinya.

“Jis!”

“Hm?” kepalanya mendongak kesamping,  “apa?”

“Kamu kenapa gak nanya langsung aja ke aku?”

“Tanya apa?”

“Yang kamu tanyain ke Uzin,” ucapnya.

Jisoo diam menahan malu. Gara-gara Uzin  jadinya dia ditanyain.

“Gak papa, cuma nanya-nanya aja.”

“Mumpung aku di sini. Kamu bisa tanya ke orangnya langsung.”

Jisoo sedikit memutar tubuh menyamping. “Emang Mas mau jawab pertanyaanku?”

“Tergantung sulit atau gaknya pertanyaan kamu.”

“Oh,” gumamnya memandang tertarik untuk bertanya. “Kenapa Mas baik banget?”

“Kamu maunya aku jahat?”

“Tuh kan, jawabannya selalu gitu,” desisnya mencebikkan bibir jengkel. “Baik aja bisa jadi jahat, jahat juga bisa baik,” titahnya masih terdengar nada jengkel.

“Menurut kamu, aku jahat atau baik?”

“Pas pertama ketemu, jahat. Galak lagi,” akunya teringat kembali moment diusir dari ruang UKM mapala.

Sehun tersenyum ikut mengenang hal tersebut. “Lalu sekarang?” tanyanya lagi.

“Baik,” satu kata menjabarkan semua kebaikan Sehun akhir-akhir ini padanya.

“Itu aja?”

Jisoo mengangguk.

Saat ingin bertanya lagi, sosok Juna alias Jun datang memanggil Jisoo dan membuyarkan obrolan singkat mereka.

Jisoo menyambut kedatangan Jun dengan senang. Berbeda sama Sehun. Dia tersenyum canggung sama Jun begitupun cewek yang mengikuti Jun di belakang.

Diam-diam Sehun mengamati interaksi Jun dan Jisoo. Di awali dari Jun bertanya Jisoo sama siapa di sini, lalu menanyakan di mana Uzin—blah blah blah—kemudian Jun mencomot jajanan Jisoo juga minumannya. Sambil mengamati mereka, Sehun juga mengamati ekspresi cewek—mungkin kekasih Jun— yang hanya diam saja.

Dari ekspresinya tampak jelas cewek itu sedang menahan api cemburu. Dia seolah diabaikan ketika Jisoo hadir di kehidupan Jun. Meskipun cemburu, dia tak berani untuk marah, walau dia memiliki hak marah. Dia seperti tak berani menunjukan api cemburunya. Begitulah amatan ekspresi yang didapati oleh Sehun.

“Oh, udah?” Suara Jisoo menginstrupsi pikiran Sehun.

Giliran Jisoo mau membayar, Jun lebih dulu membayarkan jajanannya. Tak seperti protesan dia terhadapnya, Jisoo sama sekali tak protes ketika Jun membayarkan jajanannya.

“Aku balik dulu, ada kopdar soalnya,” pamit Jun. Kini dia menggandeng sang pacar sambil membawa minuman Jisoo yang hampir dihabiskan olehnya.

Pertemuan singkat itu berakhir. Tinggal Jisoo dan Sehun berdua lagi di tengah keramaian malam di Semawis.

“Mas beli minum lagi ya,” ujarnya mengajak Sehun menuju stand penjual minum.

“Sini aku bawain.” Dipintanya jajanan Jisoo selagi mereka mengantri di stand penjual minuman.

“Kamu gak kasihan sama ceweknya Jun?” tanya Sehun.

Jisoo tersenyum tipis. “Sebenarnya kasihan, gak enak juga aku sama Siyeon.” Jadi Siyeon nama cewek itu.

“Tapi Jun suka gitu dibilangin.”

“Suka gimana?”

“Suka menghalahkan omongan. Gak pedulian.”

“Terus kamu biarin gitu?”

“Ya enggak,” belanya. “Aku udah sering negur biar Jun gak terlalu meduliiin aku,” mendadak Jisoo berhenti cerita, “kenapa jadi curhat sama, Mas?”

“Gak papa, aku dengerin,” kata Sehun.

Jisoo berdecak sambil menggeleng tanda tak setuju. Lagian sejak kapan katingnya tertarik mendengar cerita seorang gadis.

Penampakan semawis, dan ini penampakan perbedaan tinggi badan jisoo-sehun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top