👻 Gₕₒₛₜ ₁₀ 👻

—Welcome to Bimasakti Primus Inter Pares—

"ₖₐₘᵤ ₘᵤₙgₖᵢₙ bₑᵣbₑdₐ ₛₑₚₑᵣₜᵢ ₘₐₜₐₕₐᵣᵢ dₐₙ bᵤₗₐₙ, ₜₑₜₐₚᵢ dₐᵣₐₕ yₐₙg ₛₐₘₐ ₘₑₙgₐₗᵢᵣ ₘₑₗₐₗᵤᵢ ₖₑdᵤₐ ₕₐₜᵢₘᵤ. ₖₐₘᵤ ₘₑₘbᵤₜᵤₕₖₐₙₙyₐ, ₛₑbₐgₐᵢₘₐₙₐ dᵢₐ ₘₑₘbᵤₜᵤₕₖₐₙₘᵤ."

—George RR Martin—

🎃🎃🎃

[Planetarium, Bimasakti, Auditorium Galaksi, 22:10]

"Aku tidak mendengar suara itu lagi."

Gema lalu menyuruhnya untuk pergi ke auditorium segera (lebih tepatnya dia tidak ingin berlama-lama dengannya. Setelah mengucapkan salam singkat, Ricky berjalan dengan cepat menuju tempat itu. Auditorium terletak tidak jauh dari gedung utama B, karena kedua gedung itu terpisah oleh jalan dekat dengan pepohonan rindang. Pemuda itu akhirnya sampai dengan perasaan gelisah dan waspada, hal ini dikarenakan suasana auditorium yang sepi dan terlihat menyeramkan jika di malam hari. Hanya sedikit lampu yang menerangi sekitar auditorium.

"Aku tidak melihat orang," gumam Ricky setelah memarkirkan sepeda motornya di dekat papan petunjuk jalan. Matanya dengan gusar mencari-cari sosok Zalfan atau manusia yang lewat di sekitar Auditorium Galaksi.

Seharusnya Ricky melihat satu atau dua orang pengawas keamanan sekolah di area auditorium, tetapi tidak ada orang yang terlihat selain dirinya sendiri. Kewaspadaan Ricky berubah menjadi perasaan rasa takut.

Jadi, apa yang dia dengar bersama Gema?

Ricky sangat menyesal karena tidak memaksa Gema untuk ikut dengannya.

Selain cahaya terang dari lampu jalan, suara jangkrik yang menyanyi seperti paduan suara, serta cahaya bulan yang bersinar kekuningan, Ricky tidak menemukan hal-hal aneh seperti tanda-tanda kerusakan di sekitar auditorium. Area itu lengang seolah-olah mengejek pendengaran Ricky dan juga Gema.

Berbekal cahaya senter yang menyorot dari handphone, Ricky mulai menjelajahi Auditorium Galaksi yang terkenal menyeramkan karena beberapa kisah horornya. Sebagian besar Ricky tidak ingat cerita-cerita itu karena menurutnya cerita Illios van Halen terlalu mendominasi, tapi dia selalu ingat kalau akhir dari cerita itu.

Tragis.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aduh!"

Ricky tidak sempat berteriak karena suara lain yang tiba-tiba berbicara dengannya. Pemuda itu terkejut lalu menabrak tiang yang berada di depannya.

"Githa?"

Ricky tertegun ketika melihat seorang gadis cantik berambut hitam sebahu sedang menenteng tas hitam besar yang mirip dengan tas yang selalu Garuda bawa ketika bersekolah. Wajahnya yang dingin menyorot tajam ke arah Ricky seolah pemuda itu adalah batu yang menghalangi jalannya.

"Sebaiknya kau pergi dari sini," kata Githa dengan nada dingin, tapi Ricky merasa kalau gadis ini mengusirnya.

"Aku baru sampai."

"Lupakan urusanmu dan angkat kaki dari sini!"

"Aku mendapat izin dari pengawas gerbang pertama!" kata Ricky tegas seraya menunjukkan kartu perizinan yang dia dapat dari pengawas sebelum memasuki area sekolah.

Githa yang melihat Ricky membawa kartu itu sedikit berdecak dan wajahnya berubah dari ekspresi dingin menjadi kesal. Ricky selalu tahu kalau gadis ini sangat membencinya, tapi setelah dipikir-pikir, Githa tidak punya alasan untuk membenci Ricky.

Pemuda itu jelas tahu siapa Githa Syamil karena mereka sering sekali berpapasan di koridor IPS meski tidak saling menyapa. Githa cenderung menjauh dari teman sekelasnya dan selalu bersikap dingin dan pasif, tetapi ketika dia berada didekat Zalfan, Githa terasa berbeda. Gadis itu menjadi lebih hidup.

Apa mereka berdua menjalin hubungan?

Ricky sebenarnya tidak bisa membayangkan kalau Zalfan dan Githa adalah sepasang kekasih. Karakter mereka sangat berbenturan satu sama lain.

Hanya satu kesamaan mereka berdua yaitu pembenci Ricky nomor satu.

"Apa kau melihat Zalfan?" tanya Ricky setelah jeda sekian lama.

Githa mengangguk dan ekspresinya masih terlihat kesal. "Dia ada di belakang."

Ricky tertawa kecil seraya menatap Githa. "Oh ...."

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Githa seraya melempar tas besar yang dia bawa. Gadis itu berjalan dengan punggung tegak ke arah Ricky yang mengatupkan bibirnya. "Ternyata kau minta dihajar!"

"Hey, apa masalahmu?" Ricky berjalan mundur untuk menjauh dari Githa. Dia takut kalau tiba-tiba saja gadis itu melancarkan serangan. "Berbuat kekerasan di area sekolah sangat dilarang!"

Ricky menjadi tidak nyaman dan dia merasa melakukan kesalahan yang membuat Githa marah. Gadis ini sangat aneh dan agresif.

"Kalau begitu kita harus keluar dari sekolah ini. Aku akan merawatmu dengan baik kali ini."

Punggung Ricky terasa dingin dan mulai berkeringat ketika Githa mengambil ancang-ancang untuk menyerangnya. Meski Ricky cukup berotot seperti Dhimas, melawan seorang gadis akan melanggar prinsipnya, selain itu Ricky tidak boleh mendapatkan masalah sebelum duel dengan Eldin.

Sebelum rencana Chaya dan aliansi Crown yang ingin menghancurkan kubu musuh, Ricky diminta untuk tenang dan tidak membuat masalah yang nanti akan menghambat aliansi. Jika Ricky mendapat poin hukuman karena berkelahi dan mengganggu ketentraman di sekolah, pihak Githa akan diuntungkan.

Baik Ricky, Githa, dan Zalfan, berada di kubu yang berbeda.

Selain itu, metode akting yang diajarkan Chaya juga tidak berguna saat ini karena keagresifan Githa.

"Tujuanku hanya mencari Zalfan. Aku tidak berminat untuk bermain-main denganmu," kata Ricky dengan nada lembut mencoba untuk membujuk Githa agar tidak berbuat macam-macam.

Ricky sedikit menggeser tubuhnya ke area yang lebih terang karena area itu termasuk area khusus dimana kamera pengintai keamanan dipasang. Cara ini sangat berguna untuk menekan Githa jika dia yang menyerang terlebih dahulu, setidaknya Ricky harus mempunyai bukti kuat.

"Zalfan tidak akan mau pulang bersamamu," kata Githa dengan kejam.

"Bukan kau yang memutuskan," balas Ricky tak kalah kuat karena dia perlu membawa Zalfan yang jarang pulang.

Ayah sudah menunggu Zalfan.

Githa tersenyum mengejek dan baru kali ini Ricky melihat ekspresi lain selain wajah dingin yang acuh tak acuh. Gadis itu kemudian mengurungkan niatnya untuk menyerang Ricky karena menyadari letak kamera keamanan dan dia tidak bodoh untuk masuk ke dalam perangkap.

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

Ricky dan Githa menoleh ke arah pintu auditorium yang sedikit terbuka. Sosok Zalfan yang berpakaian serba hitam muncul dari kegelapan, menatap keduanya dengan wajah datar.

"Aku menunggumu."

"Ayo pulang!"

Alis Zalfan hampir menyatu ketika mendengar jawaban Ricky dan Githa saling tumpang tindih. Pemuda dengan rambut hitam kecoklatan itu terlihat bingung sejenak sebelum mengambil tas Githa yang tergeletak di depan pintu.

"Ayah menunggumu!"

Ricky bisa mendengar Githa menggeram marah. Dia tidak punya pilihan lain selain membuat Zalfan bimbang antara memilih ayah yang telah merawat mereka berdua sejak kecil atau mengikuti gadis yang setiap saat ingin meremukkan tulang.

Kalau dipikir-pikir, Ricky selalu bertemu dengan gadis-gadis dengan mempunyai karakter keras seperti Ivy Ajeng Mahawira, Tiara Esterin atau Githa Syamil.

"Ayah?"

"Kau hampir seminggu tidak pulang. Ayah sangat mengkhawatirkanmu," jelas Ricky.

"Hah!"

Zalfan tertawa karena Ricky sangat gigih untuk menyeretnya pulang dan dia tahu kalau alasan Ricky berada di sini adalah ayahnya. "Dia tidak akan pernah mengkhawatirkanku. Hanya kau satu-satunya anak kesayangannya."

"Apa yang kau pikirkan!"

"Ayah hanya punya satu putra dan itu bukan aku," kata Zalfan seraya memberikan tas hitam besar kepada Githa yang tersenyum lembut seperti gadis normal.

"Zalfan!" Ricky berteriak marah dan hendak menuju Zalfan tetapi Githa menghalanginya.

"Mungkin aku akan mampir sebentar," kata Zalfan seraya menyeringai geli ke arah Ricky yang sudah berwajah merah. "Sayangnya bukan hari ini."

"Kau--"

"Sebaiknya kau pergi dari sini!" desis Zalfan seraya menatap Ricky dengan tajam sebelum pergi dengan Githa. "Auditorium Galaksi berbahaya untuk orang lemah sepertimu!"

Ricky tidak mampu memikirkan kata-kata tersirat dari Zalfan karena amarahnya.

🎃🎃🎃

[Empat hari sebelum tragedi]

[Observatorium, Gymnasium Black Hole]

Tiara tersenyum ketika maniknya menemukan pemuda yang sedang berlatih bola basket sendirian. Hari ini memang bukan jadwal latihan Antares, tapi sang kapten masih rajin berlatih di gymnasium.

Kapten yang terlalu rajin dan dia yang akan menjadi target Tiara, sesuai yang Chaya katakan.

Sang kapten mengambil posisi untuk melempar bola basket ke ranjang, ekspresinya serius seperti mengerjakan soal matematika tapi dia sama sekali tidak gugup. Bola melambung lembut, tidak terlalu cepat, dan mengenai tepat di tengah ranjang kemudian jatuh terpantul di lantai. Ekspresi sang kapten puas dan tampak bangga dengan dirinya sendiri.

"Lemparan bagus!" puji Tiara dengan jujur seraya bertepuk tangan. "Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu."

Chiko Darmawan sang kapten basket Antares. Dia adalah pemuda yang selalu berekspresi canggung, tapi dia sangat ramah, sopan, dan menyenangkan. Ketika Tiara sering mengganggu Ricky, Chiko sama sekali tidak terlihat kesal atau marah, dia memperingati Tiara dengan nada yang lembut dan tegas. Semua anggota Antares sering menyebutnya malaikat.

"Aku?" Chiko menatap Tiara seraya menunjuk dirinya sendiri, ekspresi kebingungan tercetak diwajahnya. Dia dan Tiara tidak pernah berbicara secara pribadi dan itu sangat membingungkan.

Tiara mengangguk santai. "Ya. Pembicaraan ini akan membuat Antares setara dengan Sirius atau Aldebaran."

Tubuh Chiko langsung menegang, dia tidak memikirkan bahwa Antares bisa setara dengan dua raksasa seperti Sirius atau Aldebaran. Memikirkan hal itu saja membuat Chiko semakin gelisah. Tiara pasti membual.

"Aku tidak tahu kalau kamu pintar berbohong, Tiara," kata Chiko. Dia terkekeh geli ketika maniknya menatap Tiara yang masih bersikap santai seolah-olah perkataannya hanya obrolan ringan diantara mereka berdua. "Apa menurutmu aku bisa melawan Liam dan Veano sekaligus?"

Ketua Sirius adalah Liam Kaisar Mahawira, dia adalah orang yang berekspresi datar dan pendiam, tapi siapa sangka dia sangat berbahaya dalam artian tertentu. Semua anak Bimasakti tidak berani mengusik Liam karena dia adalah pewaris Bimasakti. Liam sendiri yang langsung mengumumkan pembukaan Perang Konstelasi dan hal itu semakin menguatkan posisinya di Keluarga Mahawira.

Ketua Aldebaran adalah Veano Putra, dan dia juga tidak tampak sederhana. Tahun pertamanya di Bimasakti, dia langsung menduduki posisi Ketua OSIS Bimasakti menggeser Jendral secara mengejutkan. Pemuda ambisius itu juga dikenal sebagai sepupu dari Revano Sanjaya yang berhasil menangkap teroris beberapa tahun yang lalu. Selain itu, Veano sendiri yang membuat suasana sekolah menjadi nyaman dan hidup.

Chiko sendiri adalah orang biasa-biasa saja dibandingkan dengan Liam dan Veano. Tujuannya saat ini adalah lulus dengan tenang dan membimbing semua anggotanya di Antares.

"Tentu saja Kak Chiko tidak bisa melawan dua orang itu," kata Tiara seraya tertawa geli. Sebenarnya Tiara juga tidak ingin berurusan dengan Liam atau Veano, tapi dia terpaksa menggunakan mereka untuk membujuk Chiko. Chaya membuat posisinya semakin sulit. "Setidaknya kau harus memerlukan wakil yang membuat nilai Antares meningkat."

"Apakah ini tentang Perang Konstelasi?" tanya Chiko menebak-nebak apa yang mendorong Tiara untuk berbicara dengannya secara pribadi.

"Itu benar," jawab Tiara dengan ringan. Tugas ini sangat beresiko jika Chiko merasa curiga dengannya dan Chaya akan sangat kecewa jika rencana mereka gagal.

Selain itu Ricky juga sudah mempersiapkan dirinya. Tiara tidak ingin pria masa depannya jatuh karena itu.

"Kenapa nilai Antares menjadi meningkat karena wakil?" tanya Chiko dengan bingung.

Memang benar jika Antares belum memiliki wakil karena terlalu banyak kandidat. Anak-anak Hygiea sebentar lagi akan mengikuti ujian, sementara Halley dan Hoba bisa mendapatkan kesempatan bagus.

"Aku sarankan kamu memilih Ricky atau Eldin untuk menjadi wakilmu," kata Tiara. Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Chiko.

"Kenapa?"

Tiara tertawa kecil seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Kenapa? Karena mereka yang terbaik."

Chiko mengerutkan keningnya seraya menatap Tiara, dia tidak mempunyai sesuatu untuk berdebat dengan gadis itu.

"Bukankah kau yang tahu semua keadaan anggotamu?"

Pertanyaan Tiara membuat Chiko terdiam seribu bahasa. Gadis itu sangat benar dan tidak mengatakan omong kosong, nyatanya Ricky dan Eldin yang paling cocok menjadi wakilnya, tapi dia masih ragu karena harus memilih salah satu dari keduanya.

Ketika Chiko merenung, senyum Tiara menjadi seringai seperti karakter antagonis. Chiko benar-benar terjebak dalam genggamannya dan tinggal selangkah lagi untuk menyempurnakan rencananya.

"Kalau kau bingung, kau bisa membuat pertandingan di antara mereka berdua. Siapa yang menang, dia yang layak menjadi wakil kapten."

"Apa itu solusimu?" tanya Chiko.

"Ini solusi terbaik untuk Antares." Tiara berbalik keluar dari gymnasium seraya melambaikan tangan dengan ceria ke arah Chiko.

Halo NASA!

Jika kalian bingung dengan istilah-istilah di sini, jangan lupa cek glosarium ya. Banyak sekali yang bingung apa itu Antares, Halley, dsb.

Banyak juga yang bingung, mereka sebenarnya mau ngapain sih?

Kalau ngomongin Antares (basket), aliansi Crown, rencana Chaya, itu berarti mereka ngomongin Perang Konstelasi (dalam hal ini ngomongin duel Ricky dan Eldin).

Kalau ngomongin ninja, auditorium, dan Orbit, itu berhubungan dengan yang mistis-mistis muehehe ....

Part ini agak lucu karena Ricky dan Tiara selalu ngomongin Chaya. Semoga kuping Chaya gak gatel :)

Love

Fiby Rinanda 🐝
12 Maret 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top