12. Namjoon Family

"Mommy....." teriak Nam Hee dengan tangisan disetiap paginya.

"Don't cry baby, daddy minta maaf." Namjoon berusaha menenangkan putrinya.

"Mommy.." tangisnya dengan sesegukan.

"Mommy kerja sayang, daddy minta maaf, ya. Nanti daddy belikan sepeda yang baru, oke?" bujuk Namjoon kembali.

"Huaaaa.... daddy jahat. Itu sepeda, baru sampai dua hari yang.. lalu.. te-rus.. Nam Hee, belum mencoba sepeda barunya, sebelum Yeon Joo beli sepeda juga."

Namjoon memangku putrinya, memeluk dengan erat anak semata wayangnya. "Daddy tahu, nanti daddy ganti, daddy janji. Daddy tidak tahu kalau sepeda Nam Hee ada di depan mobil daddy."

Nam Hee masih sesegukan di pelukan sang ayah, ia mengusap cairan yang keluar dari hidungnya di kaus putih Namjoon. "Makanya, daddy ha-rus li-hat-lihat. Kemarin kepala bar-bie Nam Hee putus, ba-ju balet Nam Hee juga so-bek gara-gara dad-ddy tarik. Sekarang sepeda Nam Hee yang ditabrak sampai an-cur gitu," keluh Nam Hee selama ini.

Namjoon hanya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Separah itukah tangannya, benar-benar tangan dewa perusak.

"Daddy minta maaf, daddy janji akan membelikan sepeda baru dan juga barbie, dan baju baletmu yang sobek itu." Nam Hee menatap ayahnya dan mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan Namjoon.

"Janji??" Namjoon mengangguk dan menyatukan jari kelingkingnya yang besar dengan jari kecil milik Nam Hee.

"Daddy janji. Jadi, sekarang kau harus pergi kesekolah?" tanya Namjoon yang melihat putrinya yang belum mandi sama sekali.

"Nam Hee tidak ingin pergi kesekolah dad," ucap Nam Hee pelan.

"Why?" tanya Namjoon tegas.

Namjoon mementingkan pendidikan untuk puterinya ia bukan menginginkan Nam Hee pintar, ia hanya ingin Nam Hee mensyukuri jika ia bisa bersekolah, tidak seperti orang lain yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan seperti Nam Hee. Ia ingin mengajarkan Nam Hee bahwa apa yang ia miliki harus bisa ia syukuri.

"Aku tidak ingin bertemu dengan Woo Jin dan Yeon Joo." Ujarnya dengan nada kesal yang terdengar ditelinga Namjoon.

Namjoon menghela nafasnya lalu mengusap rambut puterinya dengan lembut. "Memangnya apa yang mereka lakukan?"

Nam Hee menunduk memainkan dada Namjoon dengan jari kecilnya yang berputar putar di dada sang ayah. "Woo Jin menyembunyikan bukuku hingga hilang, Yoon Joo tidak membantuku untuk mencarinya, ia hanya diam memperhatikan buku gambarnya. Nam Hee kesal dad, Nam Hee ingin marah." Suaranya merendah saat diakhir kalimatnya, ia tidak akan bisa marah dihadapan teman-temannya, sebobrok apapun temannya ia tidak akan pernah malu dan marah di hadapan mereka, ia hanya akan marah saat sudah dirumah dan melampiaskannya dengan menulis kata-kata yang menyerupai sebuah bait puisi.

Ia selalu melakukan itu. Namjoon tersenyum, "Dear, kau sudah sangat mengetahui bagaimana sifat kedua temanmu itu, Woo Jin itu menyayangimu dan juga Yeon Joo lalu ia juga menyayangi adik-adiknya, tapi cara Woo Jin mengekspresikannya berbeda, tidak sepertimu. Nam Hee akan melakukan apapun supaya orang yang Nam Hee sayang tidak kesulitan, Woo Jin memiliki caranya sendiri untuk bisa mengutarakan perasaannya."

Nam Hee mendengarnya dengan serius. "Yeon Joo, kau sudah sangat kenal dengan anak itu, dia anak manis, bukan?" Nam Hee membenarkan ucapan ayahnya.

"Apa dia pernah membuat Nam Hee kesepian?" tanya Namjoon dengan terus mengelus rambut puterinya dengan lembut.

"Tidak pernah, Yeon Joo selalu membuat Nam Hee tersenyum dengan cara dia menari kumamon." Nam Hee menjawabnya dengan mengetuk-ngetuk pipi Namjoon dengan jari telunjuknya.

"Jadi, jika kau marah ke mereka, apa yang akan terjadi?"

Nam Hee terdiam. "Nam Hee akan kehilangan teman Nam Hee dad." Ucapnya pelan.

"Dan apa yang harus kau lakukan?"

"Meminta maaf dan berteman kembali."

Namjoon mengecup puncak kepala Nam Hee. "Good girl, anak daddy harus seperti ini. Memaafkan orang lain dan itu kunci dirimu mendapatkan kepercayaan dari temanmu."

"Cah, sekarang ayo mandi. Kita pergi kesekolah."

***

Sesampainya didepan gerbang Namjoon tidak membawa mobilnya kedalam yang membuat Nam Hee melirik ayahnya bingung, Namjoon menatap stir dengan berulang kali mengetuk-ngetukkannya. "Daddy kenapa diam?"

Nam Hee menyadarkan lamunan Namjoon. Ia menatap puterinya, "Nam Hee benar akan sekolah?"

Sang empu mengerutkan dahinya dalam. "Heum, kenapa memangnya dad?"

"Jangan sekolah aja ya." Namjoon menatap dengan puppy eyesnya dan tersenyum hingga menampilkan lesung pipitnya yang dalam.

"Dad, daddy bukannya tidak suka kalau Nam Hee tidak sekolah?" Namjoon mengangguk, "jadi jangan suruh Nam Hee untuk membatalkan sekolah."

"Hari ini kita ke Mall, mau? Kita beli sepeda baru, baju ballet, barbie, semua yang Nam Hee inginkan." Nam Hee menggeleng keras menolak ajakan sesat ayahnya.

"Nam Hee harus sekolah, bagaimana nasib generasi dimasa akan datang jika sekolah saja hanya sampai depan gerbang?" ucapan Nam Hee sangat tertohok membuat Namjoon merasa malu.

Anaknya terlalu sering membaca buku dan membuat Namjoon berpikir lagi tidak akan membelikan buku berbobot untuk anaknya, ia akan membelikan buku khusus anak kecil, seperti buku dongeng bukan buku filosofi, buku gambar bukan buku tentang dunia. Arghhhh, ia harus apa? Membalikan waktu? Itu tidak mungkin.

"Eumm, apa Nam Hee ingin membeli buku?" bujukya lagi untuk membuat Nam Hee luluh.

"Tidak,"

"Daddy akan belikan buku baru untuk mu" Namjoon pantang mundur untuk membujuk anaknya membolos.

"Aku tidak ingin membolos dad, aku ingin menjadi generasi muda yang berprestasi membuat dunia mengetahui bahwa ilmu adalah segalanya." Namjoon kembali terdiam mendengar penolakan Nam Hee.

"Untuk mewujudkan keinginanmu menjadi generasi muda berprestasi kau harus membaca buku bukan?"

Nam Hee mengangguk dan itu adalah kesempatan untuk membuatnya luluh. "Itu artinya kau harus membeli buku, ayo daddy belikan, daddy tahu buku apa yang harus kau pelajari?" bujuknya dengan lembut.

"Judul dan karya siapa?" tanya Nam Hee dengan berbinar membuat sang ayah tersenyum, usahanya akan berhasil sebentar lagi.

"Codex Leicester karya Leonardo da Vinci, ada 72 halaman teori dan teori tulisan tangan yang berhubungan dengan segala hal mulai dari gerakan air hingga fosil dan cahaya bulan." Namjoon menjelaskannya dengan rinci.

"Harga?" tanya Nam Hee penuh dengan senyum.

"30 juta," jawab Namjoo pelan.

"Oke, I'm Ready." Ucapnya dengan semangat. Namjoon salah membujuk anaknya dengan buku mahal itu. Uang pendapatnya selama tiga bulan lenyap sudah.

Selamat tinggal uang, selamat datang ramyeon. Hiks....

Bandung, 31 Oktober 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top