Part 2
"Ma, Adek pulang!" seru Ara saat tangannya membuka knop pintu rumahnya.
Di rumah, Ara memang selalu dapat panggilan dengan sebutan 'Adek' karena memang dia anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak laki-lakinya saat ini berkuliah di salah satu universitas yang ada di Jakarta. Dan anehnya, sama-sama di Jakarta, kakaknya lebih memilih kos sendiri dibanding tinggal bersama orang tuanya dengan dalih ingin mandiri.
Mama dan Papa Ara tak pernah memaksa anak-anaknya ingin mengembangkan potensinya dimanapun mereka berada. Bahkan mereka selalu mendukung kedua anaknya untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya.
"Bareng Vania apa bareng Tata?" tanya Mamanya.
"Bareng Rendra," Ara menjawabnya dengan menampilkan senyum lebarnya.
Senyum miring terbit di bibir Mama Ara. Karena jelas yang diucapkan anaknya itu tak mungkin. Walaupun anaknya selalu tak pernah absen menyebut nama laki-laki itu di rumah.
"Rendra mulu yang kamu sebut. Emang orangnya udah ada rasa sama kamu?" tanya Mamanya.
"Bentar lagi. Pasti ada pergerakan. Tadi aja Ara dibonceng, Ma!" adunya. Ara tak pernah tertutup mengadu ke Mamanya tentang hal apapun. Termasuk percintaannya. Makanya, Mamanya sangat hapal jika anaknya membahas tentang Rendra.
"Oh iya? Mana kok nggak sampai rumah? Nggak kamu ajak mampir sekalian Rendranya?" tanya Mama.
Ara menggeleng, "Dia sibuk mungkin. Makanya nggak diturunin di depan rumah," jawabnya sangat positif thinking, padahal alasan sebenarnya bukan seperti itu.
"Ya udah. Mama doain aja kalau emang Rendra baik buat kamu, ya nggak papa. Mama setuju aja. Yang penting kamu nggak terlalu over suka sama dia, Ra! Suka sewajarnya aja. Terus kalau ada apa-apa langsung cerita ke Mama. Ara nggak boleh mendem masalah sedikitpun dari Mama, ya?" tutur Mamanya yang dibalas Ara dengan anggukan.
"Papa pulang kapan, Ma?" tanyanya.
"Dua hari lagi mungkin. Kenapa? Kangen? Ada yang mau kamu ceritakan ke Papa?" jawab Mamanya.
Ara mengangguk, "Banyak."
"Mau juga dong! Masa Papa doang yang kamu ceritain. Mama juga mau ikut nimbrung," balas Mamanya.
Ara terkekeh, "Iya bertiga cerita sambil kita nyari restoran ramen. Ara udah lama nggak makan ramen."
"Sip ...."
"Ma, Ara ke kamar dulu ya?" pamitnya ke Mamanya saat Mamanya tengah sibuk membereskan rumahnya karena asisten rumah tangga di rumah Ara mengajukan cuti selama satu minggu. Jadi Mama Ara lah yang menggantikan pekerjaan ART-nya.
Di kamar, Ara tak mengganti bajunya dengan pakaian rumah. Seragam sekolah yang ia kenakan masih melekat di tubuhnya. Tubuhnya ia rebahkan di atas kasur dengan tangan yang masih memegang ponselnya.
Satu pesan tiba-tiba masuk ke ponsel Ara. Ara lantas membuka isi pesan tersebut dan membacanya.
Elang
Hai Manis ....
Elang
Ra, kue keringnya udah dimakan?
Ara mengerutkan dahinya saat membaca dua pesan dari Elang. Ia baru ingat jika kue kering yang diberikan Elang lupa ia bawa dan masih tertinggal .... Tertinggal di taksi online?
Selepas ia berpisah dengan Elang di halte, ia memutuskan untuk pulang bersama Tata. Dan bodohnya, ia tak sadar jika meninggalkan kue kering di taksi online, "Aduhh ... Gimana jawabnya?"
Aurora
Udah
"Jawab udah aja. Dari pada ribet. Lagian gue juga nggak tau kenapa tadi nggak kepikiran bawa pulang kue nya," gumamnya.
Hitungan detik pesan dari Ara langsung dibalas oleh Elang.
Elang
Ra, besok gue nggak masuk sekolah. Sakit. Pulang sekolah lo free nggak? Kalau free, ini Bunda nyariin lo buat main ke rumah.
Isi pesan tersebut membuat Ara mencerna kalimat Elang. Ia merasa bahwa tadi sebelum ia berpisah dengan Elang, Elang terlihat sehat-sehat saja. Sama sekali tak terlihat sakit, "Kok tiba-tiba banget sakit? Kenapa ini anak?"
Elang
Ra, udah makan? Kalau laper makan ya Ra?
Belum sempat dibalas Ara, notifikasi dari Elang muncul lagi, "Buset, belum dibales udah WA lagi."
"Tau ah ...." seru Ara saat ia tak ada tenaga untuk membalas pesan dari Elang.
Otaknya masih dipenuhi bayang-bayang Rendra. Hampir 24 jam anak gadis itu memikirkan orang yang ia sukai. Melamun sedikit, membuat otaknya tanpa permisi memikirkan sebuah satu nama, Rendra. Waalupun saat ini ia tlah ditakdirkan satu kelas, tapi tetap sama saja. Ia masih kesulitan untuk hanya sekedar dekat dengan Rendra.
"Oh iya lupa. Tadi gue mau WA Dika," gumamnya. Ia sedikit menggeser tubuhnya untuk memposisikan rebahan yang paling nyaman.
Ara mulai mengetik sebuah pesan yang akan ia kirimkan ke Dika. Anyway, Dika adalah salah satu sahabat Rendra. Bisa dibilang Dika juga tetangga sekaligus sepupu dari Rendra. Cukup dekat bukan? Barangkali Dika tahu alasan Rendra memgundurkan diri dari anggota osis.
Ara
Dik ....
Dika
Ini siapa?
Satu balasan kilat masuk ke dalam ponsel Ara. Ara tersenyum puas ketika Dika langsung membalas pesannya. Maklum, Dika membalas dengan sebuah pertanyaan. Karena memang Dika tak pernah berinteraksi dengan Ara selama satu sekolahan, mereka tak begitu dekat. Dan Ara baru mendapatkan nomor Dika dari teman sekelas Dika.
Tapi bagaimanapun juga Ara harus tetap menjaga mood-nya saat menghubungi Dika, karena Dika dikenal sebagai seseorang yang sulit untuk diajak komunikasi dengan orang yang tak akrab dengannya. Barangkali dengan Ara juga begitu nanti.
Ara
Aurora Bianca Melody a.k.a Ara.
Dika
Dapat nomor dari mana lo?
Ara
Sorry to say, tapi gue chat lo bukan bermaksud apa-apa. Cuma karena ada kepentingan. Jadi lo jangan terganggu ya kalo gue chat tiba-tiba. Dik, gue mau nanya boleh nggak?
Dika
1 pertanyaan bayar 10 ribu. Tinggal mengalikan berapa pertanyaan yang mau lo tanyain.
Ara
Buset ... Gitu doang bayar! Berasa tukang parkir -_- Please! Ini penting banget. Urusan tata pemerintahan negara.
Dika
Presiden lo? Ngurus segala macem tata pemerintah negara?
Ara terkekeh pelan saat Dika membalas pesannya. Ia merasa Dika memiliki selera humor yang sama dengannya. Tapi mengapa di sekolah, Dika terkenal sulit akrab dengan orang yang belum ia kenal? Tak apa lah. Tidak begitu penting untuk dipikirkan.
Ara lantas melanjutkan pertanyaannya secara to the point.
Ara
Lo nggak ikut oprec osis Dik?
Dika
Nggak
Ara
Kenapa?
Dika
Serah gue. Mau gue ikut osis mau gue ikut ballet, mau gue ikut jaipong. Serah gue. Pegawai sensus penduduk lo? Nanya nanya mulu.
"Mancing emosi nih anak! Tuhan, sabarkan hamba menghadapi titisan setan," Ara menghela napas saat membaca balasan dari Dika.
"Untung lo temen Rendra. Kalo nggak udah gue masukin pala lo ke mulut macan," gerutu Ara.
Ara tetap mencoba untuk tak terbawa emosi. Ia tetap melanjutkan pertanyaannya lagi yang akan ditanyakan ke Dika. Walaupun tanggapan Dika sering membuatnya emosi.
Ara
Rendra kenapa mengundurkan diri Dik? Padahal dia jadi calon anggota osis pakai jalur patas, diseleksi juga masuk, tinggal ikut LDKS dan pelantikan.
Dika
Nggak tau.
Ara
Yakin nggak tau?
Dika
Tanya orangnya sendiri lah, kok nanya gue.
Ara
:(
Dika
Mungkin mau pindah sekolah.
Ara membulatkan bola matanya secara sempurna saat membaca pesan dari Dika. Tidak. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya menepis semua kemungkinan buruk yang ada di otaknya.
"HAH??? YANG BENER AJA!" teriaknya.
Ara
Bohong lo
Dika
Ngapain gue bohong?
Ara
Lo tau dari mana?
Dika
Dari mulut gue
Ara
Seriusan Dik! Gue tanya serius. Jangan asal nyablak aja.
Dika
Ya nggak tau.
Ara
Gini deh, Gue perlu ngomong sama lo. Kita ketemuan pulang sekolah. Ayo! Lo mau ketemu dimana. Gue yang bayar.
Dika
Sibuk amat lo ngurus Rendra.
Ara
Gue cuma tanya aja. Ayo lah Dik!
Dika
Nggak bisa gue. Itu privasi dia. Jadi kalo lo mau nanya tentang Rendra. Ya tanya aja ke dia sendiri.
Ara
:( Bakal dikacangin
Dika
Yaudah derita lo berarti. Setahu gue dia mau pindah. Alasan pindah itu privasi dia. Gue nggak bisa ceritain ke orang lain. Apalagi lo bukan siapa-siapanya.
Apalagi lo bukan siapa-siapaanya. Kata-kata dari Dika sebenarnya sudah menyadarkannya bahwa ia tak perlu terus mengejar Rendra. Rendra saja tak membalas perasaannya selama ini. Untuk apa terus mengejar?
Tapi namanya hati. Kadang kala sudah mati-matian untuk melupakan tapi tetap saja tak bisa secepat membalikkan kedua tangan.
"Kayaknya gue beneran harus hapus Rendra dari otak gue deh! Nyiksa batin Tuhannnn! Kok bisa sih gue suka sama orang tapi bayangan orangnya menuhin otak gini. Mau berhenti susah. Nggak berhenti sakit," gerutu Ara.
"Beneran mau pindah sekolah ya?"
"Nggak ah. Kayaknya Dika ngarang," seru Ara yang masih bergelut dengan pikirannya.
"Tapi kalo pindah beneran gimana?"
Bersambung .....
Maaf ya telat update. Authornya sakit. Harusnya emang update 2 part tapi udah ga sanggup nulis.
Januari 2025 ini bakalan aku usahain cerita ini udah setengah jalan ya? Biar Februari atau Maret Ending. Sambil nyari wangsit. Soalnya nulis cerita ini butuh banyak dukungan wkwkwk.
Jadi Ara susah susah gampang ya wak! Tiap hari bergelut sama perasaannya sendiri. Tapi modelan Ara ini modelan yang gak gampang nyerah walaupun Rendranya pasif. Kita gatau ya perasaan orang kek gimana wkwk. Tapi kalo boleh jujur nih Mbak Ara mending lu agak ugal ugalan terus aja deh soalnya Rendra lempeng banget wkwk gada feedback. Tapi kan menurut aku ini wkwk
Bisa jadi nanti Rendra luluh. Ya kan bisa jadi. Bisa jadi aslinya udah luluh tapi gengsi aja elah makan tuh gengsi wkwkw bisa jadi juga emang ga suka gaess jadi jangan dipaksa ya Mbak Ara kalo gasuka jangan dipaksa 🤣🙌
Nanti kalo lenggah dikit, bisa ketikung sama Effort Elang dong 🤣🙌
Yaudah yaudah kita lihat kebenarannya di part selanjutnya ajaaaaa muaahhh 🥰
Ayo sini kumpul yang naik Kapal
Ara Rendra
Ara Elang
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top