03

***

"Ashley, lu indigo atau gimana?" tanya Sandra.

Sekarang adalah waktunya istirahat. Semua siswa berhamburan di luar kelas untuk makan ataupun mengobrol.

"Mau dibilang indigo, sih, mungkin. Gue kadang peka aja. Kadang bisa keliatan. Tapi, gak setiap saat," jawab Ashley.

"Terus yang ngikutin Bu Lani itu..."

"Iya, gue keliatan pas itu. Tapi, samar-samar. Kayak cuma bayangan hitam," kata Ashley.

"Jadi, murid ketiga puluh tiga itu beneran dong?" tanya Sandra.

"Maybe?" Ashley mengangkat satu alisnya. "Tapi, bukannya itu lu yang buat, San?"

"Ya, cuma bercanda pas itu. Gue juga ngarang. Gak nyangka beneran ada," jawab Sandra.

***

"Hari ini Pak Ahoy gak dateng ya. Tugasnyaㅡmau kerjain di rumah aja gak?" tanya Marvin lalu tertawa.

Pak Ahoy adalah guru Bahasa Indonesia mereka. Nama aslinya adalah Pak Yohanes. Namun, Pak Ahoy merupakan nama panggilannya bagi para murid. Namanya berasal dari panggilannya, Yoha yang dibalik menjadi Ahoy.

"Mauu!" teriak satu kelas.

"Ketua kelas macam apa..." gumam Sandra sambil tertawa.

"Pak Ahoy gak masuk kenapa?" tanya Gita.

"Dia dampingin kakel yang lomba debat," jawab Marvin.

"Berarti sekarang freeclass, dong?" tanya Louis.

"Iyap."

"Tiga jam?!"

Satu kelas bersorak gembira. Kapan lagi mereka bisa mendapat jam kosong selama tiga jam pelajaran?

"Iyap. Jangan keluar-keluar ya. Ntar gue yang dimarahin," kata Marvin.

"Siap, Pak Ketua!" seru Louis.

"Main charlie charlie yuk, Gengs!" teriak Jason.

"Bego!" teriak Gita kencang.

"Santai dong!" Jason balas teriak.

"Ya, lagian lu ngajak main charlie charlie! Gak usah deh main yang kayak begituan," jawab Gita.

"Yeee Gita penakut!" ledek Rilo.

Gita mendorong badan Rilo. "Diem gak?!"

"Gimana? Pada mau main charlie charlie?" tanya Jason.

"Ayo!" seru Louis dan Rilo berbarengan.

"Ah, tau ah!" teriak Gita. "Dibilangin gak usah main begituan!"

"Kalo gak mau, ya gak usah ikut atuh," jawab Louis.

"Ya, tapi kan mainnya di kelas ini. Ntar kelas ini yang kena," jawab Gita.

"Keluar, lah, kalo gak mau," jawab Rilo.

"Apaan sih? Kok malah ngusir?" tanya Gita tidak terima.

"Udah, gak usah main," kata Marvin.

"Elah," gumam Rilo.

Bukan Rilo jika menuruti ucapan orang lain. Tentu saja dia tetap saja bermain charlie charlie di pojokan kelas dengan anak-anak yang lain.

"Charlie charlie are you here?"

"Gak gerak ye?" tanya Louis.

"Bohong nih permainannya," kata Jason.

Ssst...

"Apaan sih? Sat sut sat sut," oceh Rilo.

"Siapa sih?" tanya Louis.

"Gak tau tuh," jawab Rilo. "Ayo coba lagi."

Ssst...

"Charlie charlie are you here?"

"Kok gak gerak sih?" tanya Louis.

"Coba kasih pertanyaan lain," ucap Jason.

"Charlie charlie apakah kamu masih sekolah?"

Semua orang yang berkumpul untuk bermain itu langsung pucat. Pensil itu benar-benar bergerak ke arah "Yes".

"Charlie charlie are you here?" Rilo mencoba lagi.

Pensil bergerak ke arah "Yes".

Mereka semua saling lihat-lihatan.

"Charlie charlie apakah kamu berada di antara kami semua?"

Pensil itu bergerak ke arah "Yes" lagi. Sontak membuat semuanya berkeringat dingin.

"Siapa yang tiup?"

"Lu gerakin ya?"

"Gila sih. Gak lucu banget kalo ada yang gerakin."

"Ya pasti ada yang gerakin, lah. Masa gerak sendiri?"

"Tapi tadi lu liat, kan? Pensilnya gerak sendiri!"

Terjadi keributan di pojok kelas itu. Seisi kelas mengalihkan perhatian mereka ke arah sekumpulan temannya. Sandra dan Marvin yang penasaran karena ada keributan di pojok kelas itu menghampiri mereka.

"Ada apaan?" tanya Marvin.

"Ehm... kita main charlie charlie," jawab Rilo.

"Udah dibilangin jangan main," kata Marvin.

"Vin, barusan pensilnya gerak," ucap Louis.

Sandra membulatkan matanya. "Patahin pensilnya cepetan!"

Marvin menghela napas. "Akibatnya sih kalian yang tanggung."

Rilo segera mematahkan dua pensil yang sebelumnya berada di tengah kertas. Kertasnya juga ia robek. Setelah itu, ia membuangnya ke tempat sampah.

Seisi kelas sontak terkejut dengan apa yang sudah terjadi. Sebelumnya, mereka semua memang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mereka tidak tahu apa yang terjadi.

"Tapi permainan ini kan bohongan..." Rilo membela diri.

Marvin mendecak. "Kalo bohongan, kenapa bisa gerak?"

"Ya... gak tau," jawab Rilo. "Ada yang iseng!"

"Iseng?" tanya Sandra. "Kalo ada yang iseng, kenapa muka lu pada kayak begini?"

"Tadi juga ada yang ngedesis, kan?" tanya Jason.

"Ngedesis?" tanya Marvin.

"Iya, pas kita mau main ada yang ngedesis. Tapi, kita gak tau siapa yang lakuin."

Sandra tersenyum lemah. "Dia udah peringatin kalian, ya? Tapi kalian masih tetep manggil dia? Stupid."

***

Jam pertama di sekolah besoknya sudah tiba. Semuanya masih tetap sama. Pintu masih sering terbuka sendiri. Namun, tidak pernah tertutup sendiri.

"Siapa hari ini yang gak masuk?" tanya Pak Sean.

"Tania sama Dani, Pak," jawab Gita selaku sekretaris kelas.

"Berarti hari ini Nihil masuk, ya?" tanya Louis lalu tertawa.

"Berisik, Louis!" teriak Gita.

"Gak usah dijadiin bercanda, lah. Kemarin gak inget ada kejadian apa?" tanya Marvin.

"Ya elah, Vin. Santuy aja kali," jawab Louis.

"Diam!" teriak Pak Sean.

Seisi kelas hening sejenak. Namun, beberapa saat kemudian, kembali ramai. Pak Sean merupakan guru yang tidak disukai oleh para murid. Padahal, ia adalah wakil kepala sekolah. Murid yang mau mendengarkan Pak Sean bisa dihitung dengan jari.

"Pak Sean," panggil Marvin.

"Ya?"

"Pintu kelas kita bisa tolong diganti gak, Pak? Suka kebuka sendiri soalnya," kata Marvin.

"Angin kali," jawab Pak Sean.

"Enggak, Pak. Gak ada angin gak ada hujan, itu pintu kebuka sendiri. Kita yang capek tutup terus," jelas Marvin.

"Ya sudah, saya akan sampaikan ke Mas Bob. Semoga akan segera diganti," jawab Pak Sean.

Pak Sean sibuk mengurus laptopnya. Seisi kelas tampak tidak peduli dengan kehadirannya. Mereka semua saling berbincang. Setelah proyektor sudah selesai diatur, Pak Sean pun mulai menjelaskan. Pada saat itu, bincang-bincang mereka dihentikan.

"Hari ini kita belajar tentang HAM." Pak Sean menunjuk Louis. "Louis baca yang ada di depan."

Louis membaca apa ditampilkan di layar dengan malas. Setelah selesai, Pak Sean pun mengganti slide.

"Itu yang duduk di pojok baca bawahnya," kata Pak Sean.

"Saya, Pak?" tanya Rena.

"Bukan, samping kamu," jawab Pak Sean.

Seisi kelas menoleh ke arah Rena. Tidak ada yang berani bersuara.

"Sebelah saya gak ada orang, Pak."

===========

28-08-2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top