02
***
"Kalian pernah dengar tentang murid ketiga puluh tiga?"
"Ih apaan, sih, San? Gak usah nakutin gitu deh," kata Gita.
"Maksudnya apa?" tanya Marvin.
"Ada satu tambahan murid di kelas kita," jawab Sandra.
"Sandra! Udah deh gak usah ngomong begitu," ucap Gita.
"Gue bercanda! Gue bahkan gak tahu itu beneran atau enggak," kata Sandra.
"Masih ada possibility, sih. Which is di kelas kita sering ada paranormal activity," celetuk Jason.
"Gak, gak. Mana ada begituan," ucap Gita.
***
Sebelum bel masuk berbunyi merupakan waktu yang paling sibuk bagi para murid. Ada yang sibuk menyalin PR, belajar, dan bermain game. Semuanya memiliki aktivitas masing-masing.
Klek!
Pintu kelas tiba-tiba terbuka tanpa ada yang membukanya. Bahkan tidak ada angin atau apapun yang membuatnya terbuka.
Laki-laki yang duduknya paling dekat dengan pintu masuk pun segera menutupnya kembali. Setelah itu, ia menendang pintu itu.
"Ini pintu kayaknya mesti diganti, deh. Kebuka sendiri terus dari kemarin," kata Louis.
"Nasib emang. Dapet kelas bobrok," sahut Rilo.
"Kelas C lebih bobrok, tahu! AC-nya aja rusak," jawab Gita.
"Lu kenapa, sih? Tiap gue ngomong, selalu aja ditentang," kata Rilo.
"Suka-suka, lah!"
Klek!
"Guys!" teriak Jason yang baru masuk kelas dengan wajah panik. Sontak satu kelas memandangnya penasaran.
"Shawn Mendes mau nyontek PR!" lanjutnya.
Seisi kelas yang tadinya penasaran pun membuang muka mereka. Beberapa menyorakinya. Bahkan ada yang melemparkan tisu bekas kepada Jason. Yang disoraki itu cengengesan sambil berjalan ke tempat duduknya.
"Gue kira ada apaan. Ngeselin banget sih lu," ucap Gita.
Hihihihi...
Hihihihi...
Gita menoleh ke semua arah. "Kalian semua denger itu, gak?"
"Sok denger lu. Kuping budek aja," sahut Rilo.
Gita mencubit pinggang Rilo. "Gue serius, Bego!"
"Iya, iya, ampun." Rilo mengaduh kesakitan.
Hihihihi...
"Suara ketawa siapa, sih?" tanya Gita sambil menoleh ke segala arah.
"Jason kali tuh iseng," jawab Sandra.
Gita menoleh ke arah Jason. Tetapi, lelaki itu terlihat sedang sibuk menyalin tugas salah satu teman sekelasnya. Yang diperhatikan itu menoleh.
"Kenapa? Suka?" tanya Jason.
"Apaan, sih?" tanya Gita kesal. "Tadi lu yang cekikikan, Son?"
"Cekikikan apaan?" tanya Jason. "Ngapain gue nyalin PR sambil cekikikan? Dikira gila kali."
Gita mengerutkan dahinya. "Terus siapa?"
"Murid ketiga puluh tiga," celetuk Rilo.
Gita langsung mendorong badan Rilo. "Gak usah gitu lah, Lo! Gak lucu!"
"Setan masa udah muncul pagi-pagi," kata Louis.
"Setan itu gak kenal pagi atau malam. Kalau mereka ada, ya ada," jawab Marvin.
"Anak indihom lu?" tanya Rilo.
"Enggak, sih. Cuma ngomong aja," jawab Marvin.
***
"Siapa yang tidak masuk hari ini?" tanya Bu Lani.
"Nihil!" seru sekelas.
"Total murid ada berapa?" tanya Bu Lani.
"Tiga puluh dua."
"Kumpulkan tugasnya," pinta Bu Lani. "Siapa yang tidak mengerjakan?"
"Saya, Bu!" teriak Rilo dengan bangganya.
"Lu kenapa gak bilang? Kan bisa gue pinjemin," ucap Gita pelan.
"Cieeee!" teriak Louis yang mendengarnya.
"Turut tu turut tu," tambah Ashley.
"Ih, apaan, sih?!" ucap Gita kesal. Wajahnya sudah memerah. Sedangkan Rilo hanya tertawa.
"Cieee!" sorak satu kelas.
"Diam semuanya!" teriak Bu Lani.
Sekelas langsung terdiam. Bu Lani memang dikenal tegas dan kaku. Ia sama sekali tidak bisa diajak bercanda dan ngobrol biasa.
"Yang tidak mengerjakan, kerjakan tiga kali lipat. Besok pagi kumpul," ucap Bu Lani.
"Iya, Bu," jawab Rilo.
"Sekarang, kerjakan latihan soal bab satu semuanya. Tulis soal. Jawabannya harus lengkap. Ibu mau periksa PR kalian dulu," kata Bu Lani.
Seisi kelas mengiyakan ucapan Bu Lani. Semuanya memang sudah sangat malas dengan guru yang satu ini. Jika menerangkan, hanya bisa membuat kantuk. Jika memberi tugas, tidak kira-kira.
"Ibu mau keluar sebentar. Gak ada yang ribut," kata Bu Lani lalu keluar.
Sekelas menunggu sampai Bu Lani benar-benar jauh dari penglihatan. Setelah itu, mereka semua saling berbincang.
"Eh, gue udah tau siapa murid ketiga puluh tiga!" seru Louis.
"Siapa?" tanya Rilo.
"Nihil!" jawab Louis.
"Tampol lu," sahut Ashley.
"Iya juga, ya? Nihil kan selalu gak masuk kalau kita semua masuk," ucap Sandra.
Louis memetik jarinya. "Tapi kalo ada salah satu dari kita yang gak masuk, dia masuk."
"Logic!" seru Jason.
"Udah ya, Guys. Jangan bingung lagi. Murid ketiga puluh tiga itu Nihil," kata Louis.
"Gak mungkin si Nihil, lah," kata Marvin.
"Kenapa?" tanya Louis.
"Kalo di papan absen tulisannya nihil, kenapa dia masuk?" tanya Marvin. "Kalo dia absen, harusnya dia gak ada di sini."
Semua yang mendengar itu langsung merinding.
"Marvin! Gak usah nakutin!" teriak Gita.
"Siapa yang teriak tadi?!" tanya Bu Lani yang sudah kembali ke kelas.
Satu kelas tidak ada yang mengaku ataupun menunjuk. Meski mereka tahu siapa yang dimaksud.
"Tadi saya dengar ada cewek teriak-teriak," kata Bu Lani.
"Saya, Bu. Tapi, gak kenceng kok, Bu," ucap Gita.
"Gak kenceng apanya? Dari depan kelas aja kedengeran," jawab Bu Lani.
"Ibu beneran dengernya suara Gita atau bukan?" tanya Marvin.
"Ya, mana saya tau. Emangnya saya hapalin suara kalian satu per satu?" jawab Bu Lani.
"Soalnya bisa aja suara yang lain, Bu," lanjut Marvin.
"Suara yang lain? Suara siapa? Emangnya siapa lagi yang teriak di sini?" tanya Bu Lani.
"Saya doang kok, Bu. Seriusan," jawab Gita.
"Terus maksud Marvin apa tadi?" tanya Bu Lani.
"Katanya, sih, ada murid ke--"
"Enggak, Bu. Marvin ngomong gitu biar saya gak dihukum aja," jawab Gita.
Bu Lani menganggukkan kepalanya. "Nama kamu Gita, kan? Saya kurangin nilainya."
Gita hanya bisa mengangguk pasrah lalu menoleh ke arah Marvin. "Gak usah ngungkit-ngungkit soal murid tambahan itu."
"Iya, maaf, Git," jawab Marvin.
Setelah Bu Lani selesai memeriksa semua pekerjaan rumah milik kelas XIA, buku mereka dikembalikan. Bu Lani memanggil nama yang tertera di sampul buku satu per satu.
"Ini buku siapa? Gak ada namanya. Gak disampul juga," tanya Bu Lani. "Ibu sudah bilang, buku harus disampul dan diberi nama!"
Sekelas tidak ada yang menjawab.
"Saya tanya, ini buku siapa?!" bentak Bu Lani. "Kalo gak ada yang ngaku, saya buang."
Masih tidak ada yang menjawab.
"Siapa yang belum dibagikan bukunya?" tanya Bu Lani.
Satu kelas hanya saling melihat satu sama lain.
"Ya, sudah. Saya tidak peduli." Bu Lani melempar buku itu ke lantai. "Sekarang, bacakan nilai kalian."
Bu Lani membacakan nama dari murid absen pertama hingga yang terakhir. Mereka menyebutkan nilai yang mereka dapatkan untuk PR itu. Daftar nilai milik Bu Lani pun terisi.
"Ini serius kalian semua udah dapet bukunya? Gak ada yang ngarang nilai?" tanya Bu Lani.
"Enggak ada, Bu!" jawab satu kelas.
"Cuma saya aja, Bu. Kan saya gak buat," kata Rilo.
Bu Lani membaca daftar nilai miliknya. Memang hanya ada satu kolom yang kosongㅡmilik Rilo.
"Terus itu punya siapa?" Bu Lani menunjuk buku yang tadi ia lempar.
"Murid ketiga puluh tiga!" celetuk Rilo.
"Punya si Nihil," tambah Louis.
"Ih, gila. Jadi serem," ucap Jason.
"Diam!" bentak Bu Lani.
Kringg!!!
"Pelajaran udah selesai. Pertemuan berikutnya ulangan," ucap Bu Lani lalu berjalan menuju pintu.
"Ibu," panggil Ashley.
"Apa?" tanya Bu Lani.
"Itu ada yang ngikutin di belakang."
============
22-08-2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top