5th day: Minggu pagi
*Minggu pagi*
Pagi ini, hari minggu, ramai suasana pantai menyambut aku yang baru saja keluar dari villa. Mungkin karena hari libur, anak-anak sudah bermain di pantai meski pagi. Mereka terlihat begitu asik bermain. Ada yang bermain pasir, juga sepeda. Melihat anak yang bermain sepeda membuatku tiba-tiba ingin bermain juga. Itung itung sebagai olahraga. Tapi, aku sudah lama sekali nggak main sepeda. Masih bisa nggak yah?
Aku menghampiri anak perempuan yang sepertinya tengah berhenti bermain. Lalu aku bertanya,"Adek, kakak boleh minjem sepedanya, nggak?"
"Boleh aja sih, " jawab anak itu terlihat ragu.
Author Pov
"Gue udah minjem duluan." Rafa menghampiri.
"Iya, kan, Dek?" tanya Rafa pada anak itu guna memperkuat pernyataannya.
"Iya, kak."
"Kakak ini udah minjem duluan."
"Oh, gitu ya?!" Raina sedih.
Rafa tersenyum meledek.
"Kakak cantik pake sepeda aku aja, kak."
Seorang anak laki-laki berjalan membawa sepedanya pada Raina.
"Beneran, Dek?" tanya Raina bersemangat.
"Iya, dong, Kakak cantik." Anak laki-laki itu tersenyum hingga mata sipitnya tenggelam.
"Apa sih ini bocah? Masih kecil juga." Batin Rafa.
"Namanya Raina." Celetuk Rafa tiba-tiba.
"Nama Kakak cantik siapa?" tanya anak laki-laki itu.
"Gue nggak dianggap, anj*r." Batin Rafa.
"Namaku Raina. Kamu?" Raina mengulurkan tangannya.
"Nama aku Andy, kak."
"Bukan mahrom, Dek." Rafa menarik anak laki-laki itu sehingga dia mundur dua langkah saat hendak bersalaman dengan Raina.
"Aku kan belum baligh, jadi boleh dong, Kak." Protes Andy.
"Dibiasain dari sekarang, Dek. Biar pas gede udah biasa." ujar Rafa yang masih memegang bahu Andy.
"Emang iya, Kak?" tanya Andy pada Raina.
Raina hanya tersenyum.
"Kakak boleh minjem sepedanya, kan?"
Andy mengangguk.
"Sini!" Raina meminta sepedanya.
"Lepas sih, Kak!" Pinta Andy pada Rafa.
"Kak, gimana kalau Kakak (Rafa) sama Kakak (Raina) tanding?" usul anak perempuan tadi.
"Wah, ide bagus, Cha." Andy menyetujui.
Raina cengo. Dia sama sekali nggak menduga akan seperti ini.
"Oke." Rafa bersuara.
Raina menatap Rafa seolah berkompromi. Namun, Rafa tidak peduli.
"Teman-teman!" Teriak Andy.
"Dek, jang.." Raina tidak bisa protes lagi.
"Kita lihat pertandingan sepeda antara Kak Raina sama Kak. . .
"Rafa!" ujar Rafa sebal.
". . .Rafa, kuy! Pasti seru banget nih."
"Kuy! Kuy!" Teriak anak perempuan yang ternyata bernama Chacha.
"Kak, Kakak harus menang ya! Gak boleh kalah sama Kak Rafa!" Pesan Andy pada Raina.
"Kak Rafa gak boleh ya ngalah meskipun sama cewek!" Pesan Chacha pada Rafa.
Rafa mengangguk tersenyum.
Rafa dan Raina telah bersiap. Di kedua sisi mereka juga telah berbaris sekitar 15 anak untuk menyaksikan pertandingan keduanya.
"Gini ya Kakak-Kakak aturan mainnya. Kakak goes sepeda sampe batu gede itu, terus balik lagi. Siapa yang duluan, dia menang."
"Satu!" Chacha mulai menghitung.
"Aduh! Bisa nggak ya gue goesnya?" Batin Raina.
"Mana jauh banget lagi."
"Dua!"
"Tiga!"
Rafa langsung menggoes sepedanya dengan cepat. Sementara Raina sepertinya sedikit bermasalah dengan keseimbangannya. Terlihat dari sepedanya yang terus bergoyang, seperti akan jatuh. Namun, Raina terus berusaha menyeimbangkannya.
"Menang nih pasti, Kak Rafa."
"Yah Kak Raina kok payah sih."
"Kak Raina, semangat!" Teriak Andy
"Pelan-pelan aja!"
"Lo harus tenang biar bisa seimbang."
Raina yang sejak tadi fokus pada sepedanya kaget mendengar suara Rafa.
"Kok lo di sini? Kirain udah jauh." Raina terus fokus pada sepedanya, tanpa menoleh pada Rafa di sampingnya.
"Ngapain gue buru-buru kalo lawan gue kayak gini." Rafa santai menggoes sepedanya.
Raina kesal mendengarnya. Dia merasa begitu diremehkan.
Raina menggoesnya dengan cepat, meninggalkan Rafa. Dia tidak lagi memikirkan keseimbangannya.
"Raina, hati-hati!"
"Nanti lo jatoh." Teriak Rafa.
Rafa menggoes sepedanya dengan cepat, hendak menyusul Raina.
"Astaghfirullah! Kenapa ini? Kenapa makin goyang?" Raina panik.
"Pak, awas!" Teriak Raina.
Brughh
"Apa yang sakit?" tanya Rafa.
"Malu ya Allah." Batin Raina.
"Sepedanya Andy tuh." Raina menunjuk sepeda Andy yang rusak.
"Gue nanya lo, bukan sepeda."
"Gak apa-apa. Lecet doang kayaknya."
"Beneran?" tanya Rafa tidak yakin.
"Iya, bener." jawab Raina kemudian berdiri.
"Lo mau kemana?"
"Balik lah."
"Gak lihat apa? Gue berantakan kayak gini abis nabrak nelayan bawa ikan segerobak." Gerutu Raina pelan, namun sepertinya masih bisa Rafa dengar.
"Kaki lo nggak apa-apa, kan?" Rafa yang sejak tadi jongkok kini berdiri.
"Kayaknya terkilir deh." jawab Raina ragu.
"Gak bisa jalan soalnya."
"Duduk! Gue urut." Pinta Rafa.
"Gak mau." Tolak Raina.
"Kenapa?"
"Bukan muhrim?"
"Gue pesantren 6 tahun ada kali yang nempel di otak gue."
"Bukan karena itu. Aku juga tau kalau di kesehatan boleh (dengan tujuan syar'i, seperti pengobatan), tapi emang kamu beneran bisa?"
"Insya Allah." Rafa mengangguk.
Raina tetap tidak mau kakinya diurut oleh Rafa. Dan akhirnya Rafa meminta tolong ibu, istri pemilik gerobak tadi untuk mengurut kaki Raina, karena kebetulan bisa.
"Kenapa lo nahan teriak tadi?" tanya Rafa.
"Malu lah." jawab Raina yang berjalan dengan sedikit pincang.
"Teriak aja lagian. Kapan lagi coba lo bisa teriak bebas."
"Iya juga ya. Kenapa aku tadi nggak mukulin kamu sambil teriak juga di telinga kamu, ya?" Raina jalan lebih dulu.
"Eh, iya. Sakit banget tau. Lo mukul gue nggak kira-kira."
"Gimana nanti pas lo ngelahirin ya? abis deh suami lo kayaknya."
"Ngelahirin?" Raina spontan. Dia langsung paham maksud Rafa.
"Iya. Nanti kan suami lo nemenin, terus lo jambak, pukulin deh selama lo proses ngelahirin."
"Berdo'a aja ya istri kamu nanti nggak kayak aku."
"Nggak dong. Pacar gue kan lembut."
"Sebel banget ya Allah." Batin Raina.
"Pacaran emang diajarin juga ya di sana?"
Raina meninggalkan Rafa.
"Anj*r, nyesek gue." ucap Rafa.
-
-
-
021-499-200-306
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top