1st day : Bus kota dan kenangan


*Bus kota dan kenangan*




Harus menempuh perjalan --untuk kembali ke kota di mana aku mengambil pendidikan-- setelah menghabiskan waktu di rumah selama hampir 3 bulan menjadi salah satu hal yang berat untuk aku lakukan, meski ini adalah tahun ketigaku yang berarti seharusnya aku sudah terbiasa.

Untuk sampai di kota S --kota di mana kampusku berada--, perlu waktu setidaknya 9 jam perjalanan dan dua kali naik bus dari kota kelahiranku. Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat pegal, bukan?
Seperti itulah yang aku rasakan setidaknya dua kali dalam setahun.

Pertama, biasanya aku akan menaiki bus jam 6 pagi selama 6 jam menuju kota B. Karena masa liburan telah usai, semua orang kembali ke rutinitasnya; menyebabkan bus lebih penuh dibandingkan hari-hari biasa. Semua orang termasuk aku, berebut ingin memasuki bus lebih dulu agar mendapat tempat untuk duduk. Tentu saja. Siapa yang sanggup berdiri selama 6 jam perjalanan? yang pasti bukan aku.

Beruntungnya aku, ada satu tempat kosong di baris ketiga dari belakang, di deretan 2 bangku. Segera aku duduk dengan sedikit memberi jarak karena orang yang di sebelahku adalah seorang pria. Aku tidak sempat menyimpan tasku di tempat penyimpanan tas karena terlalu banyak orang, sehingga cukup sulit bagiku sekedar kembali berdiri untuk menyimpan tas. Dan pada akhirnya tasku aku peluk.

Sedikit tidak nyaman, aku terus menyenggol atau mepet pada pria di sebelahku karena orang-orang masih cukup banyak yang lewat sehingga aku harus sedikit minggir untuk membiarkan mereka lewat. Bahkan aku tidak tau sudah berapa kali aku mengucapkan kata maaf pada pria di sebelahku ini.

"Maaf."

Untuk kesekian kalinya aku tunjukkan ekspresi tidak nyamanku.

"Iya, nggak apa-apa."

Dan dia membalasnya dengan hal yang sama sejak awal.

Harus kukatakan sekali lagi bahwa bus ini benar-benar lebih penuh dari biasanya. Saking penuhnya, hingga para penumpang diberikan bangku --yang biasanya dipakai di warung bakso-- untuk mereka duduk. Jadi, jalan tengah yang biasa kita lalui benar-benar tak ada celah. Bahkan masih ada 2 atau 3 orang yang berdiri. Ya Allah, semoga kami baik-baik saja sampai tujuan. Amin.

Apa yang biasanya kalian lakukan saat berada dalam bus dengan perjalanan yang lumayan melelahkan? Aku rasa hampir semua orang termasuk aku akan tidur setidaknya sekali meski sebentar karena memang ada kemungkinan besar kalau kita akan tidur, bangun, tidur lagi, kurang lebih seperti itu selama 6 jam diselingin jajan kacang goreng, tahu, risol, dkk. Rasanya tidak mungkin jika kita akan tidur sejak awal perjalanan dan baru bangun setelah 6 jam perjalanan.

Selama perjalanan, aku cukup terganggu dengan orang di sebelahku-- yang duduk di bangku warung bakso. Sepertinya dia, dua orang di belakangnya, juga tiga orang di depannya adalah teman karena sejak bus mulai berjalan mereka terus asik mengobrol, makan kacang, tertawa terbahak-bahak bersama. Dia menyenggolku sehingga aku harus sedikit mepet ke teman sebelahku saat dia berdiri mengambil sesuatu. Dan itu ia lakukan tidak sekali. Ya Allah, help me!

Aku melihat pria di sebelahku yang sepertinya tertidur sambil bersandar pada jendela. Ingin rasanya aku bertanya apakah dia mau bertukar tempat denganku.

3 jam perjalanan, kami tiba di rest area kota SB, di mana biasanya bus berhenti untuk beristirahat sekitar 15 menit. Hampir semua orang berduyun-duyun keluar, entah untuk sekedar ke toilet, jajan, atau bahkan makan. Aku menyingkir karena sepertinya teman sebelahku hendak keluar.

Aku tidak keluar. Memang biasanya aku tidak ikut keluar kecuali jika aku benar-benar ingin ke toilet. Ada beberapa orang yang juga tidak keluar bus, temasuk aku pastinya. Sembari memikirkan apakah aku berani meminta bertukar tempat pada pria itu, kuminum air botol Aq*a yang tadi aku beli sebelum naik bus.

* * *

Semua penumpang bus yang aku naiki --termasuk pria yang duduk di sebelahku-- mulai kembali memasuki bus karena bus akan segera melanjutkan perjalanan. Aku kembali menyingkir saat pria itu menghampiri tempat duduk kami.

"Teh, mau tuker tempat duduk, nggak?" Pria itu menanyakan hal yang tak aku duga.

"Hah?" Aku pasti terlihat bodoh sekali.

"Mau tukeran, nggak?" tanya pria itu lagi.

Tidak aku sia-siakan, aku langsung mengangguk dan berkata, "Iya, mau".

Senang sekali rasanya, aku bisa sedikit terbebas dan mungkin aku juga bisa tidur sejenak karena perjalanan pertamaku masih 3 jam.

Bus kembali melaju.

Setelah aku pikir, sepertinya aku tidak asing dengan pria di sebelahku ini. Seperti pernah bertemu sebelumnya. Tapi, di mana?
Apa tanya ke dia aja?
Eh, tapi gengsi juga kalau aku nanya dia. Nanti, kalau ternyata nggak kenal, kan malu. Kuurungkan niatku pada akhirnya, dan memutuskan sedikit tidur karena kulihat dia juga tertidur.

"Yang mau turun di Tol Tim*r, turun di sini aja ya soalnya, nggak bisa langsung ke sana." Kondektur bis mengumumkan.

"Ihh." Kesalku.

Aku berdiri hendak keluar. Kulihat pria di sebelahku juga terlihat kesal.
Dia berdiri. Kukira karena aku akan lewat, ternyata dia juga akan turun. Aku berjalan di belakangnya. Tak ada orang lagi di belakangku ternyata. Jadi, kami hanya berdua.

"Gimana katanya tadi, Teh?"

"Katanya kita jalan, terus masuk sini --aku menunjuk gerbang seng-- jalan dikit, ada tangga, jalan raya." jelasku.

Kami berjalan.

"Orang mana, Teh? mau kemana?"

"Orang G*, mau ke kota S. Kalau Aa?"

"Saya orang B*, mau ke D*."

"Teteh namanya Mira, bukan?" Pertanyaannya membuat aku kaget.

"Galang, ya?" balasku.

Ternyata memang benar. Dia adalah temanku saat SMP. Perjalanan kami menuju Tol Tim*r sibuk kami isi dengan pertanyaan orang yang memang sudah lama tidak bertemu.
Mulai dari kabar, kesibukan, dll.

"Udah nyampe nih." ucapku saat kami tiba di jalan raya.

"Naik bis yang mana?" Galang bertanya.

"Yang itu." Tunjukku pada salah satu bis di depan sana.

"Aku ke sini." Dia menunjuk arah yang berbeda denganku.

"Oke."

Kami menyebrang bersama.

"Hati-hati!" ucapnya saat kami mulai berjalan beda arah.

Aku hanya mengangguk.

"Hati-hati juga!"

"Oh, iya, Ra."

Aku kembali menengok.

"Puisi yang waktu itu masih ada?"

Aku terdiam berpikir.

"Gak usah dipikirin."

"Sana! takut busnya jalan."

Dia tersenyum namun sepertinya ada sedikit kecewa. Dia melambaikan tangannya.

Aku memasuki mobil, duduk bangku berjumlah dua di dekat jendela.

Aku sedikit tertawa mengingat bagaimana aku dan Galang saat SMP. Tidak ada yang spesial. Dan puisi itu? Puisi berjudul "Perpisahan yang tak kuinginkan" yang Galang buat sendiri --katanya-- saat aku menantangnya untuk membuatkan satu puisi untukku. Aku masih menyimpannya, dan bahkan menulis ulang di buku diary-ku.

-

-

-

-

021-499-200-301





















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top