18th day Angsa Kertas

"Kak Ji!" Suara Jun a.k.a Dongjun, adik kecilku menyadarkanku dari lamunan.

Tadi aku baru selesai mandi, lalu tiba-tiba melamun sambil menepuk-nepuk pipiku yang diolesi pelembab.

"Kenapa, dek?" tanyaku sedikit membungkuk. Maklum, dia berusia 4 tahun, jadi belum terlalu tinggi.

"Ada Kak Yohan tuh." jawabnya lucu.

"Oh, iya." balasku tersenyum.

Di berlari keluar dari kamarku. Tak lama, aku juga keluar untuk menemui Yohan.

"Sendiri, Han?" tanyaku duduk di depannya.

"Maksud, lo?" tanya Yohan balik.

"Ya kali aja ada yang ngikut lo gitu pas ke sini." jawabku bercanda. Yohan sensitif soal 'itu', kkk.

"Gak lucu, Ji!"

"Iya, iya. Sorry." ucapku karena merasa Yohan sedang tidak dalam mood untuk bercanda.

"Gimana sekarang? Better?" tanya Yohan lalu menyesap teh hangat buatan Mama.

Aku tau maksud Yohan adalah perihal curhatanku, jam 2 pagi, tepat 4 hari yang lalu.

Bersyukur punya temen kayak Yohan, yang setia dengerin curhatan seorang Dongji. Salah satu orang yang suka khawatirin aku selain Mama. Yang the best adalah dia bahkan masih mau berteman sama aku yang punya Anxiey.

"Kak, bikinin dong!" Dongjun tiba-tiba menghampiri Yohan, menaruh satu pak kertas origami berukuran sedang.

"Jun, " ucapku menatapnya, seolah berkata 'Jangan ganggu Yohan'.

"Bikinin apa, dek?" Yohan bertanya dengan ramahnya pada adikku.

"Apa aja, Kak." balas Jun.

"Idih sok sok-an nanya, cuma bisa bikin angsa juga." ucapku.

"Eh, jangan salah! Dulu emang gue cuma bisa bikin angsa, " balas Yohan.

FLASH BACK

Waktu itu, hari senin pagi aku berlari menuju rumah Yohan. Aku panik karena belum mengerjakan PR dari Miss Ei dengan kertas origami.

"Han!" panggilku pada Yohan yang tengah mengikat tali sepatunya di luar rumah.

"Kamu kenapa lari-lari?" tanya Yohan.

Tak aku jawab.

"PR dari Miss Ei udah belum?" tanyaku, Dongji kecil berusia 5 tahun yang tengah tersengal karena berlari tadi.

"Yang kertas origami itu?" balas Yohan bertanya kembali.

"Udah." ucapnya kemudian dengan santai.

"Aku belum." ucapku sedih.

"Bikinin dong." Aku memelas.

"Aku nggak sempet minta Mama ajarin."

Bukan hal baru bagi Yohan. Kami tetangga. Keluarga kami tentu saling mengenal. Mamaku adalah satu-satunya orang tuaku. Yohan tau itu. Yohan juga tau kalau Mama bekerja dari pagi hingga malam. Yohan juga tau kalau aku tidak bisa meminta bantuan Mama untuk mengerjakan PR-ku. Makanya aku lebih sering mengerjakan PR bersama Yohan.

"Ya udah, sini!" Tanpa banyak kata, Yohan langsung meminta kertas origamiku.

Yohan mengambil satu kertas warna merah di antara banyaknya kertas dan warna yang ada. Kemudian dia langsung melipatnya kesana - kemari, tanpa berpikir. Tidak lebih dari 15 detik, dia sudah selesai. Dia membuat seekor angka kertas.

"Ini!" Dia mengulurkan tangannya, memberikan seekor angsa kertas berwarna merah.

"Woah!" Aku sangat senang.

"Yuk! Berangkat!" ajak Yohan.

"Sebentar." ucapku mengeluarkan buku tulisku, lalu menyimpan angsa kertas itu di antara lembarnya agar ia tidak hilang.

"Yuk!" ajakku kemudian.

* * *

"Anak-anak, yuk mana karya kalian? Miss Ei mau lihat."

Dengan bangga aku mengacungkan angsa kertas buatan Yohan.

"Woah, bagus-bagus ya." puji Miss Ei.

Kenapa Yohan tidak menunjukkan origaminya?

"Han, punya kamu mana?" tanyaku pelan.

Yohan tidak menjawab, melainkan menunjukkan gesture memintaku tenang.

"Subin, kamu bikin apa?"

"Aku bikin gurita, Miss." jawab Subin.

"Woah! Kalau Changbin?"

"Ikan."

"Dongji bikin apa?" tanya Miss Ei padaku.

"Aku, angsa, Miss." jawabku ragu.

"Woah!"

"Yohan?" tanya Miss Ei pada Yohan di sebelahku.

"Punyaku ketinggalan, Miss. Maaf." jawab Yohan.

Kok bisa?

"Hmm, oke deh. Nggak apa-apa. Lain kali jangan ketinggalan lagi, ya?"

"Siap, Miss!" Yohan menunjukk gesture hormat, yang kemudian mengundang gelak tawa Miss Ei dan teman-teman kelas.

Tapi, ternyata Yohan berbohong. Dia bukannya tidak sengaja meninggalkan origaminya, melainkan sengaja tidak membawanya? lebih tepatnya, dia sengaja meninggalkan karyanya. Dia menaruhnya di lantai luar rumahnya. Sebuah kertas origami hitam berbentuk angsa.

"Miss Ei bilang kan nggak boleh ada yang sama, Ji. Dan aku cuma bisa bikin angsa. Ya udah, gitu."

"Hiks hiks, maaf, Han." Aku menangis.

fyi : Aku cengeng banget.

"Udah sih. Lagian aku nggak dihukum kok." Yohan menepuk-nepuk punggungku.

FLASH BACK END

"Eh, jangan salah! Dulu emang gue cuma bisa bikin angsa, " ucap Yohan.

"Terus? sekarang?"

"Gue juga bisa bikin hati." balas Yohan dengan Pedenya.

"Ya udah bikinin angsa aja dulu buat Jun."

"Iya, Kak." Jun bersuara.

Yohan mengambil satu kertas, kemudian tak lama angsa kertasnya telah jadi.

Tadaaa. . .


"Makasih, Kak Yohan." Jun langsung berlari ke luar rumah, membawa angsa kertas itu.


Kkk, Yohan melakukan kesalahan pada angsa-angsanya. Dia seharusnya melipat sekali lagi di bagian perut angsanya.

021-499-200-323

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top