11th day: Sebelum pergi, jembatan Mapo menyapaku
*Sebelum pergi, jembatan Mapo menyapaku*
"Ji, ayo cepat bawa barang-barangnya sini!" Mama memintaku membawa barang-barang kami untuk diangkut mobil.
"Iya, Ma." Aku menjinjing sebuah tas besar serta menyeret sebuah koper berukuran sedang--berisi pakaianku-- untuk diangkut mobil.
Bukan hal yang aneh bagi keluargaku untuk berpindah rumah. Ini kali kelima sepertinya, selama aku hidup 19 tahun. Seharusnya kami pindah tahun kemarin, tapi karena aku meminta pada Papa agar aku menyelesaikan SMA di sini, Papa mengabulkannya dan terpaksa menunda kepindahan kami.
Aku duduk di kursi belakang, sedangkan Papa menyetir, dan Mama duduk di depan, di samping Papa. Barang-barang kami seperti perabotan dan sepedaku diangkut oleh mobil bak terbuka. Tidak banyak yang kami bawa. Kata Papa bawa saja yang sekiranya benar-benar kami butuhkan, karena yang lainnya sudah ada di rumah baru kami.
Perpindahanku kali ini sedikit terasa berat. Mungkin karena di sini, di Mapo adalah tempat terlama yang pernah kami tinggali. Aku kira Mapo akan menjadi tempat terakhir kami, tapi nyatanya tidak. Memang iya, kami tidak pindah jauh dari Seoul, hanya saja aku telah menghabiskan masa SMA-ku yang cukup menyenangkan di sini.
Ckitt
Brugh
Aku melepaskan earphone-ku segera setelah mendengar sesuatu terjatuh.
"Ada apa, Pa?"
"Itu, bukannya teman kamu, Ji?" tanya Mama, menunjuk seseorang yang terjatuh di depan mobil Papa.
"Siapa?" tanyaku, segera turun untuk menghampirinya.
Kulihat seorang namja tengah berjongkok memeriksa sepedanya.
"Yaa!" Bentaknya padaku.
"Ada yang ingin menyapamu sebelum pergi."
"Siapa?" tanyaku.
"Jembatan Mapo." jawabnya.
"Kamu seharusnya juga sadar harus menyapanya dulu."
"Oke, mian."
Benar, dia pernah menyapaku lebih dulu saat aku ke sini. Aku tentu harus menyapanya saat akan pergi dari sini.
"Pindah kemana?"
"Incheon."
Jembatan Mapo menyapaku 3 tahun yang lalu.
Flash back
Aku baru saja pindah ke Mapo hari itu. Aku baru tau jika seorang laki-laki terkenal di sekolah adalah tetanggaku. Mungkin karena dia adalah ketua di kelas, dia mendekatiku lebih dulu. Samuel Kim, namanya. Dia juga menjadi teman pertamaku, dan teman paling dekatku. Dua minggu setelah aku bersekolah di sana, Samuel dan pacarnya tiba-tiba putus. Aku tidak tau kenapa mereka putus. Tapi, aku menjadi korban. Mantan pacarnya diam-diam membullyku, mengancamku, bahkan memfitnahku. Namun, aku tidak pernah mengatakannya pada Samuel. Sebelumnya, aku memang memiliki Anxiety dan Depression, jadi aku cukup sensitif, dan mudah sekali stress. Puncaknya adalah saat mereka memfitnahku, dan orang tua serta guru-guru tidak ada yang percaya padaku. Aku berjalan dan hendak melompat dari jembatan Mapo.
Namun, Samuel datang dan bilang dia percaya padaku, maka aku juga harus percaya padanya. Dia bilang aku tidak boleh mati karena masih ada orang yang percaya padaku dan mengharapkan aku hidup.
Flash back End
"Kamu akan mendaftar kuliah di mana?"
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi, Muel."
"Tidak bisa."
"Inha. Aku akan mencoba daftar di sana."
"Inha?" Samuel berpikir.
"Baiklah. Tunggu aku di sana."
"Oke?"
"Aww." Samuel menyentil keningku dengan jarinya.
Dia pergi dengan sepedanya.
End
Runout banget
021-499-200-315
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top