An Angel from Star
Sebagai anak panti asuhan, berbagi adalah hal yang paling dianut oleh kami. Tidak ada yang boleh mendapatkan hal lebih banyak, tidak ada pula yang boleh merasa kekurangan.
Jika ada anak yang berulang tahun, maka kami merayakannya dengan makan malam bersama disertai dengan doa kepada anak yang berulang tahun. Tidak ada yang dapat hadiah ulang tahun. Semua anak akan mendapat hadiah setiap Natal saja. Maka dari itu kami harus berperilaku baik agar bisa mendapatkan hadiah.
Kami telah berbaris dengan teratur. Di hadapan kami, Ibu Karla ---salah satu pengurus panti asuhan--- duduk dan memperhatikan kami dengan saksama. Ia lalu memperhatikan kertas-kertas berisi nama kami.
"Hei, lihat itu."
Suara percakapan anak di belakangku.
"Kotak yang di pinggir itu besar dan cantik."
"Iya, benar. Kira-kira apa isinya?"
"Pasti baju atau boneka."
"Itu hadiah untuk siapa, ya?"
Aku berjinjit sambil mencari kotak hadiah besar dan indah yang mereka maksud. Aku melihat kotak itu berada di dekat dinding. Kotak hadiah itu memang besar dan cantik. Pitanya juga besar dan panjang. Aku juga ikut menebak isinya. Dari ukurannya, pasti boneka.
Ibu Karla menyebut nama kami. Satu persatu anak maju dan diberi hadiah. Setelah mengucap terima kasih, mereka yang telah mendapat hadiah pergi ke kamar untuk membuka hadiah.
"Ayu."
Namaku akhirnya disebut. Aku segera maju dan berdiri di depan Ibu Karla.
Ibu Karla menatapku. Aku jadi heran. Apakah aku membuat kesalahan sebelumnya?
Ibu Karla kemudian berdiri dan memberimu kotak hadiah cantik tadi. Aku terkejut dan senang.
"Ini untukku?" Aku bertanya, memastikan Ibu Karla tidak salah.
"Itu memang untukmu. Bilang apa sekarang?"
"Terima kasih banyak, Ibu Karla!"
Aku segera berlari membawa benda di tanganku ke kamar. Aku mendengar Ibu Karla menegurku yang berlari. Aku pun berhenti dan langsung berjalan. Aku meminta maaf dan lanjut berjalan ke kamar.
Di kamar, aku segera duduk dan bersiap untuk membuka hadiahku. Teman-teman sekamarku yang sudah dapat hadiah ikut duduk di sampingku. Mereka tadi terkejut aku membawa kotak hadiah yang paling bagus. Aku pelan-pelan membuka kotak hadiahku agar tidak merusak bungkus dan pita cantiknya.
Kotak hadiahku berisi banyak barang. Ada ikat rambut dan jepitan, lima baju dan celana baru, boneka beruang kecil, dan buku dongeng.
Aku sangat senang mendapatkannya. Aku langsung memeluk boneka beruang. Warnanya tidak terlihat pudar dan seperti baru. Wanginya juga seperti parfum yang harum dan tidak menyengat. Aku juga membuka bungkus plastik buku dongeng. Wangi buku baru langsung tercium oleh kami.
"Wah, banyak banget isinya!"
"Bagus-bagus bajunya!"
Aku hanya tersenyum menanggapinya.
"Ini cuma buat kamu sendiri? Sebanyak ini?"
Aku mengangguk senang. Tapi aku kemudian sadar sesuatu. Semua anak harus berbagi.
Aku lihat wajah teman-temanku. Mereka terlihat ingin menyentuh dan mengambil hadiahku.
"Nanti kalian boleh pinjam, kok. Aku tidak keberatan."
"Beneran?" tanya salah satu dari mereka.
Aku menganggukkan kepala. Mereka langsung mengambil baju dan jepitanku. Mereka sempat rebutan. Untungnya aku bisa menengahi mereka.
Waktu sudah semakin larut. Ibu Karla sudah meminta kami untuk segera tidur. Aku berbaring di kasurku, kuletakkan boneka baru dan buku dongeng di samping kepalaku.
Meski sudah berbaring lama, tapi aku belum tidur. Aku masih merasa belum mengantuk. Aku kepikiran hadiah natalku. Hadiah Natal biasanya tidak dibagi karena semua hadiah anak itu setara. Tapi hadiah yang kudapat ada banyak. Jadi aku harus berbagi dengan teman sekamarku.
Aku senang dapat hadiah paling cantik. Aku juga senang dapat banyak hadiah. Tapi berbagi membuatku merasa tidak senang. Aku tahu aku harusnya tidak pelit dan harus merelakannya. Tapi aku tetap tidak senang.
Kenapa juga aku dapat hadiah yang banyak? Aku jadi target berbagi anak-anak lain. Hadiah sebanyak itu betulan dari para pengurus panti?
Aku terus memikirkan hal itu hingga akhirnya tertidur.
Seekor kupu-kupu besar terbang di atas bunga-bunga. Sayapnya yang berwarna biru mengilap tampak sangat indah. Aku bahkan bisa melihat serbuk kekuningan juga jatuh dari kupu-kupu itu. Seperti pasir emas.
Aku mencoba menyentuh kupu-kupu itu. Kupu-kupu itu kemudian terbang menjauh dariku. Aku mengikuti kupu-kupu itu dari belakang. Untungnya kupu-kupu itu tidak terbang tinggi.
Aku belum pernah melihat kupu-kupu besar dan cantik seperti itu. Biasanya kupu-kupu ini sering muncul di film atau kartun fantasi. Tapi sekarang aku melihatnya langsung di depan mataku.
Angin bertiup kencang. Aku menghalau rambutku yang panjang dan menutupi wajahku. Kupu-kupu itu terbang tinggi ke langit. Terlalu tinggi untuk aku ikuti. Aku hanya bisa menghela napas dan mengeluh.
Aku tiba-tiba melihat seseorang. Orang itu berdiri jauh di depanku. Dia memakai baju putih panjang. Rambutnya berwarna kuning emas dan tampak menyala di bawah sinar matahari.
Aku merasa dia melihatku. Aku bisa melihat dia tersenyum. Aku pelan-pelan berjalan mendekat ke tempat orang itu. Tidak butuh waktu lama buatku untuk sampai di depan orang itu.
Aku sekarang berdiri persis di depannya. Dia masih melihatku sambil tersenyum.
"Halo." Aku menyapa.
"Halo juga."
Syukurlah dia membalas sapaanku.
"Kau siapa?"
Dia sekarang diam. Apa aku tidak boleh tanya itu padanya?
"Kau orang, kan?"
Dia masih diam. Aku harap dia setidaknya menjawab pertanyaanku karena sekarang aku takut. Aku takut dia ternyata bukan orang. Apalagi daritadi dia senyum terus.
Tiba-tiba sayap muncul di belakang orang itu. Sayap itu besar dan hitam.
"Apa kau takut sekarang?"
Oh, akhirnya dia bicara lagi!
Kalau kulihat-lihat, sayap itu lebih besar daripada orang itu. Aku ingat kalau Bu Karla dan pengasih lainnya pernah bilang kalau di dunia ini ada makhluk bersayap dan berjubah panjang. Makhluk seperti itu disebut sebagai malaikat.
"Kau malaikat?"
Dia tidak menjawab.
Aku memperhatikan bentuk sayap hitamnya. Sayapnya mirip sayap burung. Bulu di sayapnya bergerak setiap kali angin bertiup. Aku ingin menyentuhnya.
"Apa kau takut padaku?"
Dia menanyakan itu lagi.
Aku menggeleng. "Boleh aku pegang sayapmu?"
Sayap itu mengepak pelan. Aku hampir berpikir kalau dia mau terbang. Orang itu--- malaikat di depanku menggerakkan sayapnya ke arahku. Sayapnya sekarang di depanku.
Aku menyentuh sayap itu. Rasanya seperti memegang sayap burung besar. Sayapnya halus dan hangat. Ada bagian yang keras dan sakit saat kusentuh. Rasanya mirip tertusuk jarum.
Sayapnya sekarang kembali ke belakang. Malaikat maju ke arahku, tangannya terulur. Aku yang tadinya mau mundur, tapi aku memilih diam saja. Malaikat memegang kepalaku. Dia mengusap kepalaku.
"Terima kasih."
Aku hanya mengangguk. Sepertinya dia berterima kasih karena aku tidak takut padanya.
"Kamu anak yang baik. Hadiah Natal milikmu malah kau berikan juga kepada anak lain."
Dia tahu soal hadiah Natal itu?
"Ceritakan kehidupanmu kepada bintang-bintang di langit. Aku akan mendengarkan. Dan mulai sekarang, aku akan datang di setiap malam ulang tahunmu."
Aku seketika bingung. "Kau sebenarnya siapa?"
Dia tersenyum. "Temanmu. Malaikatmu."
Aku membuka mata. Aku berusaha mengingat-ingat mimpi yang barusan kulihat sambil menunggu pagi. Aku segera menceritakan Bu Karla perihal mimpiku itu. Pada akhirnya aku hanya ingat sedikit hal tentang malaikat itu. Bu Karla bilang itu adalah pertanda baik.
Tapi aku sengaja tidak bilang soal sayap hitam malaikat itu karena aku tahu kalau malaikat bersayap hitam itu pertanda buruk. Tapi apa memang benar?
Hingga sekarang, aku dan malaikat itu masih berbicara lewat bintang dan mimpi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top