❀ Day 1: Think ❀
Think — Pikir (n). Akal budi; ingatan; angan-angan.
⋇⋆✦⋆⋇
"Kamu meyakini bahwa kita tidak sendirian di alam semesta ini?"
Tidakkah itu pertanyaan yang selalu ada di pikiran para konspirator dunia? Yang meyakini jika di luar sana ada alien, bahwa mereka sedang mengawasi kita dari planet yang jauh di sana. Namun, itu tidak berarti bagiku.
Asalkan aku tetap fokus dengan apa yang ada di hadapanku—Rin—maka tidak ada yang lebih berarti lagi daripada dirinya.
Tidak, Rin bukan seorang konspirator seperti yang aku katakan. Setidaknya, bukan salah satunya. Melainkan ia adalah...
"Aku tidak tahu. Hisa-sensei mengundang kita untuk makan siang bersama, mau?"
"Tidak. Nanti aku disuntik lagi seperti kemarin. Siapa tahu, kan, mereka bakal bawa aku ke ruang operasi lalu mengeluarkan organ-organku paksa untuk dijual ke pasar gelap."
...pengidap paranoid personality disorder. Akibat dari trauma kekerasan yang dilakukan oleh ibu tirinya. Rin suka pakai kaos pendek, dan sejauh mata memandang di lengannya itu dipenuhi bekas luka. Dan masih ada sebagian lebam yang bahkan berwarna biru hingga keunguan.
"Rin."
"Ya?"
Jikalau aku sadar lebih awal, ia tidak akan menderita seperti ini. Aku terlambat menyelamatkannya.
"Itu tidak akan terjadi."
"Tapi, a-aku lihat sendiri! Hisa mengganti cairan suntik dengan obat bius, lalu setelah aku tertidur, nanti dia akan membunuhku! Dia membuka perutku!! Aku berdarah banyak sekali, Kau tahu?"
Perlu waktu, kesabaran, dan kasih sayang yang konsisten untuk meyakinkan Rin bahwa ia tidaklah sendirian di dunia ini—ada banyak orang yang mendampinginya. Jauh di dalam pikiran kecilnya, ia hendak menyalahkan orang lain tetapi muncul khayalan ini sebagai strategi pertahanan dirinya.
Aku akan sangat terpukul, tentang kenyataan Rin menyalahkan dirinya sendiri. Sebenarnya apa salahnya? Tidak, Rin hanya korban. Tapi, kenapa korban jadi selalu tersiksa begini?
"Rin-chan."
"Jangan bujuk aku."
Dibalik ketidakpercayaan Rin terhadapku maupun orang lain. Rin tidak menginginkan untuk jadi seperti ini, tetapi ia melakukannya agak tidak terluka lebih jauh lagi. Rin sama sekali tidak salah, ia sudah terlalu lama kuat dan sekarang harus senantiasa hidup di balik ketakutan dan kewaspadaan akan sesuatu yang aku pastikan tidak akan ia alami lagi.
Walau begitu, Rin tidak lagi mudah percaya kepada siapapun. Bahkan, termasuk aku. Meski begitu, perlahan tapi pasti Rin mulai terbuka padaku. Dan itu adalah sesuatu yang bagus.
"Aku mempercayai Rin-chan. Jadi, jika Rin-chan tidak mau pergi, tidak apa-apa. Aku akan mengabari Hisa-sensei kalau kita tidak jadi makan siang bersama."
Harus seperti ini. Rin adalah orang yang sangat pengertian, ia juga berhati lembut. Akan kuturuti apa maunya, aku sungguh menelpon Hisa-san—beliau adalah psikolog yang menangani Rin selama ini—agar membatalkan makan siang hari ini.
Sebenarnya, kegiatan makan siang ini berada di luar jadwal terapi rutin Rin, dan Hisa-san ingin memastikan apa perkembangan Rin di luar jadwal rutinnya. Karena itu jika Rin tidak mau maka tidak perlu dipaksakan untuk hadir. Maka dari itu, hari ini Rin dapat di rumah saja untuk sepanjang hari.
"Hisa-sensei, konnichiwa. Ya, itu, Rin-chan tidak mau ikut makan siang...
Iya, sepertinya dia lelah, maafkan aku...
Terima kasih, maaf merepotkan. Lain kali, kami pasti akan menerima undanganmu."
Ah, ini terasa sangat nyata. Sangat lama. Sungguh suatu momen berkepanjangan yang sangat mempengaruhi hidupku. Indahnya.
"...zashi."
Daripada meyakini apakah kita, para manusia, hidup sendirian di alam semesta yang besar ini, di suatu planet kecil bernama bumi. Aku lebih meyakini bahwa di dunia lain, ada diri kita yang hidupnya jauh lebih beruntung dari diri kita sendiri di dunia ini.
Dimana di dunia ini, kita ditinggalkan oleh orang-orang tersayang. Namun di dunia sana, kita semua bersama-sama hidup bahagia tanpa terpisahkan barang sejengkal pun. Sangat dekat, hidup berdampingan selamanya. Tidak terganggu oleh bencana, krisis keuangan, dan kematian.
"...kazashi!"
Kehidupan tanpa kecacatan. Kebahagiaan abadi dan tawa, wajah Rin yang begitu ceria. Semua orang mencintainya, tapi tidak ada yang lebih besar dari cintaku untuk Rin-chan.
"Sato Wakazashi!"
"..apa?"
"Ini tidak berhasil."
"Kau berani bicara begitu di hadapan pasienmu sendiri?"
"Harus kukatakan begitu, Kamu tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan. Maladaptive daydreaming yang Kamu derita mengganggu kehidupanmu."
Tidak ada yang boleh mengartikan seperti apa kehidupan yang aku jalani tanpa seorang Hanamura Rin. Tidak seorangpun berhak menilai kehidupanku yang sudah tidak lengkap lagi itu.
Tidak ada yang bisa mengartikan kehidupan yang dihantui kehilangan. Kehidupan rapuh seperti ini hanyalah angan-angan. Karena itu, tidak ada seorang pun yang pantas menilai seperti apa kehidupanku.
"I finally made my own defense system. What do you think?"
"Maladaptive daydreaming memang adalah salah satu bentuk dari coping mechanicsm untuk melindungi diri dari trauma yang menghantuimu. Masalahnya, Kamu tidak boleh terus-terusan membenarkannya seperti itu."
"Tapi aku tidak salah, kan?"
Hisa, wajahnya mengerut seperti sedang menahan diare yang menyiksanya. Entah sedang kesal karena terapi yang diberikannya tidak kunjung menunjukkan perkembangan, atau...
"Wakazashi, Hisa yang Kamu lihat sekarang sedang bertindak sebagai psikolog sekaligus kakakmu sendiri."
"Just because you are my brother, that's why you gave that look of pity?"
"W-Waka, aku sedang mencoba menolongmu."
Tidak, tidak, Hisa. Bukan seperti ini caranya kalau mau menolongku. Justru, apa yang sedang dilakukannya sama saja dengan merendahkan diriku. Hanya karena seseorang lebih tua dariku, bukan berarti bisa mengendalikanku seperti ini.
"Kalau ingin menolongku, jangan mengasihani diriku seperti ini."
Aku kasihan pada kakakku, sungguh. Aku menyayangkan keadaan yang sudah seperti ini. Daripada susah-susah menolongku, lebih baik...
"Waka? H-hei, Waka!"
...tinggalkan saja aku sendiri.
⋇⋆✦⋆⋇
Gimana? Lumayan gak buat pembukaan? Semoga suka yaa(*´∇')ノ
Berikut nama lengkap ketiga karakter.
佐藤 若雑誌 Sato Wakazashi
»»————> Main Character
花村 燐 Hanamura Rin
»»————> Mendiang kekasih MC
佐藤 日差 Sato Hisa
»»————> Kakak laki-laki MC
Nah, sekarang, penjelasan untuk kedua disorder yang disebutkan di bab ini.
Paranoid Personality Disorder
»»—> Paranoid adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan rasa curiga dan tidak percaya pada orang lain tanpa alasan yang jelas. Penderita penyakit ini cenderung berpikir, berperilaku, dan bertindak yang tidak biasa pada orang lain. Penderita paranoid akan mengalami paranoia terus menerus pada orang lain (alodokter). Seseorang dengan paranoid personality disorder cenderung memiliki derajat kepercayaan yang sangat rendah terhadap orang lain, sulit untuk memandang ketulusan, dan meyakini bahwa kehadiran orang lain hanya akan menyakitinya (klikdokter).
Kalau diamati, PPD memiliki hubungan dengan trust issues atau krisis kepercayaan. Iya, karena seseorang yang mengidap PPD sudah tentu punya trust issues. Tapi seseorang yang punya trust issues belum tentu mengidap PPD.
Maladaptive Daydreaming
»»—> Maladaptive daydreaming adalah kebiasan saat seseorang lebih banyak menghabiskan banyak waktu untuk melamun dan sering tenggelam dalam imajinasinya. Perilaku ini biasanya merupakan mekanisme koping (coping mechanism) pada orang yang memiliki kondisi kesehatan mental seperti kecemasan (halodoc).
Singkatnya, MD adalah melamun yang udah parah sampai mengabaikan hubungan dunia nyata. Dan, kebetulan aku sendiri juga suka melamun, tapi itu cuma di waktu-waktu gabut aja atau seringnya sih waktu lagi cuci piring (di waktu ini entah kenapa banyak ide bermunculan).
Dan, si Wakazashi ini udah 'angkat tangan' sama dunia nyata (karena dia terpukul dengan kematian kekasihnya) jadi maunya berdiam diri mengkhayal sepanjang hari karena itu adalah strateginya menghadapi stres ditinggal mati Rin.
❃.✮:▹ Akhir kata, Day 1 berakhir sampai sini! Makasih sudah baca sampai akhir, nantikan cerita selanjutnya~ (◍•ᴗ•◍) ◃:✮.❃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top