Twenty Five Days
***
Aku pikir, Alaska adalah tempat paling indah jika sudah berurusan dengan kutub. Nyatanya tempat yang entah berada di mana ini jauh lebih indah. Aku mengedarkan pandangan, di depanku terdapat danau luas dengan warna merah muda bercampur dengan keunguan. Air terjun tinggi dengan riak yang tenang. Benar-benar seperti negeri dongeng yang pernah aku lihat pada buku bacaan anak.
Aku menghitung dengan jariku, ini adalah hari ke lima aku berada di sini, tapi begitu banyak yang telah aku alami. Mulai misi yang diberi Paman Gandalf, penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Mariquen. Lalu besok apa lagi?
"Omong-omong soal misi, saat penyerangan kemarin Paman Gandalf memberiku tongkat sihir, tapi ke mana tongkat itu sekarang? Sial, kenapa pula kemarin aku pingsan."
"Sedang apa kau? Kau tidak berencana ingin pergi lagi, bukan?"
Aku terlonjak, entah sejak kapan orang .... peri atau liliput? Ah, entahlah aku tidak tahu dia jenis peri atau bukan. Makhluk perempuan bertubuh langsing dan harus kuakui jika dia lebih tinggi dariku. Hmm ... dari tubuh Anelyce maksudku. Wajahnya kecil, kulitnya putih bersih, hidungnya tinggi, cantik sebenarnya. Hanya saja telinganya sedikit runcing dan panjang, membuatnya sedikit aneh.
Dia duduk di sebelahku, seketika aku memutar kepala melihat di belakangnya. Tadinya aku sendirian di sini, tapi sekarang ada makhluk ini dan beberapa peri kecil sepantaran Canowly bermain di ujung danau.
"Kau benar-benar tidak mengenaliku, Anelyce? Kita sudah hidup selama ratusan tahun, tapi hanya karena kau diculik ingatanmu hilang semua."
"Maaf, kau ... siapa?"
Dia berdecih, sebelum akhirnya kembali berkata, "Aku Griszlee, Anelyce. Aku tidak tahu harus senang atau sedih saat kau telah kembali lagi."
Aku menoleh pada Griszlee, pandangannya ke tengah danau. Aku tidak tahu hubungan seperti apa yang ia miliki dengan Anelyce.
"Sejujurnya, aku senang saat kau pergi meninggalkan Chaiden. Dengan begitu aku bisa mengambil tempat itu. Kenapa kau harus kembali, Anelyce!"
Akhirnya, setelah merampungkan ucapannya dia menatapku. Mata kecil, tapi tajam itu seolah menyimpan tekad. Oh, ternyata dia ingin merebut posisi Anelyce. Jika kutelisik lebih jauh wajahnya, ia seperti tidak suka dengan kembalinya Anelyce. Posisi yang mana ingin ia rebut dari Anelyce. Atau jangan-jangan Griszlee menyukai Chaiden?
Aku menahan tawa, jika ini benar terjadi. Ternyata ada juga cinta segitiga di antara mereka. Griszlee yang ditinggal menikah oleh Chaiden dan Anelyce. Tidak bisa kubayangkan ternyata di dunia peri ada pula cerita cinta bertepuk sebelah tangan.
"Kau sungguh berubah, Anelyce! Aku pikir perubahan sikap dan tingkah lakumu itu hanya desas-desus saja. Ternyata, itu benar adanya."
Aku berdiri, merapikan gaunku dari dedaunan kering tempatku duduk tadi. "Memangnya, seperti apa aku yang dulu dan sekarang?"
"Dulu kau adalah temanku yang lembut, sekarang kau berubah menjadi asing. Kau seperti peri jahat bangsa Mariquen, bahkan Canowly saja kau tidak mengakuinya."
Andai Griszlee tahu jika tubuh Anelyce temannya yang paling lembut itu berisi dengan jiwaku yang pemberontak, tukang protes, dan keras kepala. Mungkin dia mati bisa berdiri. Ia lebih percaya jika Anelyce berubah jahat karena penculikan itu ketimbang dengan penukaran jiwa.
Aku mengayunkan langkah ke arah selatan, mendekat ke tempat peri-peri kecil yang sedang bermain di sana. Langkah kupercepat saat satu dari mereka tercebur di aliran sungai dan terbawa arus ke menuju danau besar.
Aku berlari sekencang mungkin, kaki Anelyce benar-benar pendek. Tidak berguna untuk kubawa berlari. Peri kecil itu semakin jauh terbawa arus dan sebentar lagi sampai ke danau. Bagaimana ini? Aku tentu tidak bisa menolongnya, bisa-bisa aku mati tenggelam. Aku tidak bisa berenang.
Tunggu ... kenapa aku seperti ini? Kenapa aku menjadi khawatir akan orang lain. Ini bukan diriku, mungkinkah ada pengaruh dari Anelyce yang berhati lembut itu? Bagaimanapun juga, tubuh ini miliknya.
Aku berdiri di pinggir danau, menyaksikan peri itu terbawa arus. Hanya tangannya melambai-lambai minta tolong, sesekali kepalanya yang muncul di permukaan air.
"Anelyce! Kau benar-benar tidak mau menolongnya?" tanya Griszlee yang entah sejak kapan berada di samping kananku.
"Aku tidak bisa berenang. Bagaimana bisa aku menolongnya, yang ada kami berdua akan mati konyol." Aku memberi alasan dengan enteng.
"Kau peri air, Anelyce! Bagaimana mungkin tidak bisa berenang. Kau benar-benar menjadi tokoh antagonis sekarang." Griszlee terlihat geram dengan jawabanku.
Ah, benar! Kemarin di kamar tempat persembunyian kami, Canowly berkata jika aku adalah peri air terakhir yang ada di negeri ini. Itu sebabnya bangsa Marquen mengincarku.
Peri bertubuh lebih tinggi dariku ini mengerang kesal, wajahnya memerah tanda ia marah. Ayunan tongkat ajaib di tangannya mengarah kepadaku. Per sekian detik tubuhku terpental hingga ke tengah danau. Benar saja, aku tidak tenggelam, kakiku di dalam air refleks bergerak sendiri seperti perenang profesional.
"Alle! Apa yang kau lakukan pada Anelyce?" teriak seseorang yang baru saja datang.
Tubuhku terangkat ke daratan saat tangannya bergerak seolah sedang mengangkat sesuatu ke atas. Wajah paniknya tidak bisa ia sembunyikan, belum lagi suara lainnya terdengar ribut.
"Ibu, apakah kau tidak apa-apa?" Canowly mendekat, menepuk-nepuk bahuku.
Aku masih belum beranjak dari duduk setelah diangkat ke daratan oleh Chaiden tadi. Sekarang aku tahu, Anelyce itu adalah peri air. Aku mendongak pada sosok kecil anak Anelyce, tangan kecilnya merangkum wajahku. Telapak tangan Canowly mengusap-usap pelan pipi hingga rahangku. Seketika tubuhku yang basah kuyup menjadi kering dan hangat karena usapan dari Canowly.
"Kau baik-baik saja?" Chaiden mengulurkan tangannya, tubuhku terangkat dan melayang berpindah ke dalam gendongannya.
Astaga! Jantungku berdebar kencang sekali. Tidak ... tidak, aku yakin ini karena aku masih syok karena terkejut bukan karena wajah Chaiden yang terlalu dekat denganku.
"Chaiden!" Aku terjerit, lagi-lagi dia menggunakan ilmu sihirnya. Tubuhku dalam gendongannya tanpa aba-aba merapat tanpa cela, bahkan lenganku refleks mengalung di lehernya.
"Canowly, pegang ibumu," titah Chaiden pada putrinya.
"Dia bukan putriku!" Aku menggeram kesal.
Anak dan ayah itu tak memedulikan seruanku, kakiku yang berontak seketika disentuh oleh Canowly. Sial! Makhluk kecil ini juga menggunakan sihirnya, kakiku yang berontak seketika tidak bisa digerakkan.
"Pejamkan matamu, kita akan pulang."
"Tidak! Aku tidak akan menurutimu."
Chaiden melirikku tajam, aku menantangnya. Biar dia tahu kalau ini bukan Anelyce istrinya, tapi Michelle Anara si tukang pembangkang. Sudah cukup, aku muak di sini. Aku mau pulang ke tempat di mana aku semestinya.
Angin ribut seketika berkeliling di sekitar kami, refleks aku memejamkan mata. Hanya hitungan detik, saat kembali kubuka mata. Pemandangan di depanku bukan lagi danau dan air terjun, melainkan rumah yang beberapa hari ini aku tinggali.
Chaiden menggunakan teleportasi?
Tanjung Enim, 18 Juni 2023
Apakah lapak ini masih berpenghuni?
Tidak ada juga gpp 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top