Chapter 26
"Kuro! Di mana kamu?"
Mezu menelusuri lorong lantai empat hingga lantai satu mencari perginya kucing hitam miliknya. Hampir tiga puluh menit ia mencari, tetapi tak menemukan juga.
Deru napas seakan tercekat. Ia harus menuruni anak demi anak tangga. Hal menyebalkan bagi murid seperti Mezu.
"Aku lelah," keluh Mezu.
Mezu menyeka keringat pada pelipisnya. Ia memilih untuk beristirahat sejenak di taman sekolah, setidaknya untuk memulihkan tenaga.
"Huh!"
Mezu menghela napas kasar. Kalau boleh jujur, ia cukup menderita setelah memelihara Kuro. Mezu harus ekstra sabar ketika mencari hewan peliharaannya itu. Sering menghilangnya Kuro membuat gadis tersebut olahraga setiap harinya.
"Meow."
"Kuro!"
Mezu spontan berdiri. Ia celingak-celinguk mencari suara kucing. Di dekat gadis itu berada, semak-semak berlukar bergoyang kencang.
Dia langsung berlari menuju semak-semak tersebut. Sesuatu melompat dari dalam semak, hampir mengenai wajah.
"Kuro!"
Baru saja bertemu, Kuro kembali berlari kencang menuju ke arah kanan. Mezu mendengus kesal. Ia menghentakan kaki ke tanah. Mau tak mau Mezu mengejar kucing hitam tak tahu diri itu.
Kuro berlari masuk ke dalam gedung aula sekolah melalui celah pintu yang terbuka sedikit. Mezu melayangkan tatapan amarah. Ia tak kuasa menahan emosi sejak tadi.
"Akan kuberikan kau pelajaran, ingat itu Kuro!" ancam Mezu.
Mezu menyusul masuk ke dalam ruangan. Sepi dan gelap. Bulu roma seakan berdiri tegak. Adrenalin Mezu sedang diuji sekarang.
Bau serbuk bunga Amarillys menusuk indra penciuman. Langkah kakinya berjalan lurus, tetapi kepala menengok kanan kiri. Sejumlah kain putih menutupi tubuh-tubuh korban kelas 2-E.
"Sial!" gerutu Mezu tak suka berada di situasi menegakan. Sifat aslinya perlahan mulai ditampakan.
Brakk!!!
Pintu aula tertutup rapat dengan sendirinya. Mezu bertambah panik.
"Meow ...."
Kuro muncul sambil mengeluskan kepala di kaki Mezu. Spontan Mezu menendang Kuro kuat hingga menabrak dinding.
Drrttt!!!
Ponsel hitam Mezu berdering. Firasat buruk semakin dirasakan. Ia memberanikan diri mengecek pesan masuk.
Degh?!!
🌺🌺🌺🌺🌺
Hanaru masih setia mencari keberadaan Kodok-kodok kesayangannya. Debu dan kotoran sudah menempel di seragam maupun kulit di tubuh.
Bau keringat tercium semerbak. Hanaru tetap tak peduli. Kodok-kodok itu merupakan harta berharga keduanya, setelah nyawanya sendiri.
Brakk!!!
Sebuah botol kecap tak sengaja Hanaru senggol. Ia hanya melirik sekilas dan melanjutkan kembali mode pencarian.
"Hiks ... Franky ... Goofy ... Prince ... di mana sih kalian?"
Hanaru terus memanggil nama-bama kodok miliknya. Hingga ia menabrak bahu seseorang cukup keras. "Awh!"
"Hanaru!"
"Alfa!"
Kedua saling memanggil nama. Pemuda bersurai cokelat memandang Hanaru dari atas ke bawah. Penampilannya gadis di depannya sungguh berantakan.
"Sedang apa kau?" tanya Alfa basa basi.
"Bukan urusanmu!" bentak Hanaru.
Baru saja akan berjalan kembali, pergelangan tangan kanan Hanaru di pegang cukup erat. Hanaru menatap tajam pemuda itu.
"Maukah kau membantuku mencari Hicchan?"
Alfa memohon. Kedua pupil mata berkaca-kaca. Ia satukan kedua tangan tepat di depan wajah Hanaru.
"Tidak!" tolak Hanaru.
Dia menghempaskan pegangan tangan Alfa. Ia melirik sekilas, lalu berjalan pergi mengabaikan panggilan pemuda tersebut.
🌺🌺🌺🌺🌺
Alfa menatap kepergian Hanaru dengan ekspresi tak tertebak. Ia meraih salah satu botol saus di atas meja. Pemuda itu melemparkan botol itu ke arah Hanaru. Dan ...
Prang!!!
Lemparan Alfa berhasil mengenai tepat di bagian otak belakang Hanaru. Sang korban langsung tersungkur ke bawah akibat serangan tiba-tiba.
"Berhasil," gumam Alfa.
Dia tak beranjak dari tempat. Alfa cukup menikmati kondisi Hanaru yang mengalami perdarahan di otak belakang.
Di sisi Hanaru ....
"Sakit sekali," rintih Hanaru.
Ia memegangi kepala, cairan berwarna merah menempel di tanga. Ada sisa serpihan botol kaca.
Hanaru berusaha bangkit berdiri walau tertatih. Luapan emosi terkumpul menjadi satu.
"Kau!!!" geramnya.
Hanaru mengambil pecahan botol di dekat kaki. Ia mengenggam erat, lalu berlari cepat seperti orang kesurupan.
Alfa tetap diam. Dia merasa usaha Hanaru itu hanyalah sia-sia. Kekuatan perempuan dan lelaki pastinya berbanding jauh.
Syutt!
Syutt!
Hanaru menusuk lawan bergantian. Sang lawan menghindari itu dengan sangat mudah. Hanaru tak tinggal diam. Ia mencoba untuk menendang Alfa, tetapi berhasil ditangkap olehnya.
"Kau itu lemah!" olok Alfa menyeringai lebar.
Alfa menarik kaki itu, lalu dilepaskan cepat. Hanaru tak bisa menjaga keseimbangan dan ia terjatuh menabrak meja kantin.
Prankkk!!!
"Itulah akibatnya jika tak menuruti permintaan tolong dari hatiku terdalam," ucap Alfa. Ia membersihkan debu-debu di tangan. Alfa pergi meninggalkan kantin.
Hanaru tak sadarkan diri. Darah di bagian otak belakang belum diobati dan kini dia mendapatkan luka baru berupa sobekan di otot bisep.
Bagaimanakah nasip Hanaru??
🌺🌺🌺🌺🌺
Pandangan Chita ....
Satu tahun yang lalu ....
Chita berlari sekuat tenaga. Ia tengah menghidari sesuatu berbahaya di belakang. Tak satupun Chita menolehkan kepala.
Peluh keringat di wajah tak ia hiraukan. Keselamatan diri saat ini menjadi kunci utamanya.
"Aku ... tidak ... boleh ... mati ... sebelum ... hal ... keji ... itu ... terkuak."
Sosok bayangan berhasil mengejarnya. Seorang bertopeng tengkorak berhenti di depan.
Chita beralih jalur. Ia memilih jalan belok ke arah kanan. Sosok itu tentu saja mengejar. Kejadian ini seperti seekor hewan predator mengicar mangsanya di dalam hutan.
Chita tidak merasakan sosok misterius di sekitarnya. Ia melihat satu pohon besar dan berpikir untuk bersembunyi sementara di sana.
Pasokan oksigen menipis. Dia memanfaatkan ini dengan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Hembusan napas pelan menandakan bawha dirinya sudah lebih baik.
Sreekk!!
Sreekk!!
Suara semak-semak di sekitar Chita menggema sampai masuk ke dalam gendang telinga. Gadis itu mengambil ancang-ancang untuk berlari kembali.
"Ketemu!" seru sosok bertopeng tengkorak.
Chita sudah berlari. Namun, kakinya tak sengaja tersandung akar pohon besar. Ia pun terjatuh mencium tanah.
"Oh tidak!"
Sosok itu menyeringai di balik topeng tengkorak. Ia perlahan mendekati Chita dan ... menarik kasar kaki Chita. Tubuh Chita otomatis tertarik. Dia hanya bisa pasrah, tetapi tak mengeluarkan air mata sedikitpun.
"Chita ... nasipmu ada di tangan 'pemimpin'."
Pandangan Chita perlahan menggelap. Ia sudah tak sadarkan diri. Kondisi di halaman belakang sekolah menjadi sunyi kembali.
🌺🌺🌺🌺🌺
From : 081xxxxxxxx
'Mezu! Selama menikmati detik-detik terakhirmu. 😊'
Deru nafas Mezu menjadi cepat. Adrenalin dalam tubuh meningkat drastis. Bulu roma masih berdiri tegak.
"Aku ... belum siap mati ... Hiks!"
Ponsel hitam di tangan Mezu terjatuh. Tubuh Mezu menjadi kaku bagaikan robot. Pandangan mata kosong seakan tak ada kehidupan di dalamnya.
Mezu perlahan berjalan menuju ke sebuah pintu di samping panggung. Dia membuka pintu tanpa adanya kesulitan.
Click!!
Mezu mengambil sebuah tali tambang sebanyak yang ia temukan. Gadis bersurai biru pendek kembali ke tempat awalnya.
Di luar rintikan hujan mulai turun. Suara sambaran petir mengelegar di langit. Pemandangan di luar menjadi gelap gulita.
Jderrr!!
Salah satu sambaran petir mengenai kaca aula gedung sekolah hingga pecah. Sosok Mezu tiba-tiba menghilang bagai hantu.
Dan ....
Bagaimana bisa Mezu sudah berada di sana??
"Aaahh!
Aku tidak ingin mati!
Siapapun tolong aku!"
Kedua tangan dan kaki terdapat sebuah tali tambang yang melilit. Kondisinya saat ini tergantung di atas langit-langit gedung aula sekolah. Lilitan di leher mencengkram erat.
Mezu mencoba melepaskan lilitan di leher. Namun, semakin ia bergerak semakin cepat juga lilitan mencekiknya.
Kedua tangan di tali tambang melemah, lalu terjun bebas sampai mengenai paha. Lidah menjulur keluar. Pupil mata Mezu sepenuhnya memutih. Terlihat hembusan nafas terakhir menjadi tanda Mezu telah meninggal dunia.
Dan korban selanjutnya adalah Mezu. 🌝
🌺🌺🌺22🌺🌺🌺
{07/03/2021}
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top