Chapter 24

Abil berjalan seorang diri. Ia baru dua bulan menjadi seorang murid baru di sekolah ini. Ia menempati kelas 1-E sebagai murid kelas empat puluh.

Abil mendapatkan sebuah undangan misterius dari dalam loker miliknya saat pulang sekolah. Awalnya ia mengabaikan surat itu, tetapi lama kelamaan setiap harinya surat itu terus berdatangan.

"Aku tidak suka!"

Brak!!

Abil menutup pintu loker keras. Dua orang teman sekelasnya melihat kejadian itu membuat mereka mendekati Abil.

"Kamu kenapa Bil?" tanya seorang gadis berambut merah terang dengan dua kepang di kedua sisi.

"Aku kaget saat kamu menutup pintu loker tadi."

Gadis lain memiliki surai merah panjang. Ia tengah menikmati lolipop rasa jeruk.

"Ah, Rie! Yemi!

Maaf aku ...."

Abil ragu memberitahukan teror ini kepada keduanya. Bukannya tidak percaya, tetapi ia merasa tidak enak bola melibatkan mereka. Bahkan, Rie dan Yemi termasuk teman akrab yang menemani di kelas dari sebagai murid baru sampai sekarang.

"Kau cerita saja," ucap Rie. Ia memainkan helaian rambut dengan memutar.

"Ta-tapi---

"Jangan sungkan cerita bila kau memiliki masalah!"

Yemi memotong ucapan Abil. Abil tertegun. Ia berterima kasih dalam hati memiliki teman pengertian seperti mereka.

Akhirnya Abil mulai menceritakan tentang teror surat misterius yang ia terima dari dalam lokenya. Mereka memilih tempat di ruang ilmu beladiri karate sebagai sesi curhat.

Ada perasaan sedikit lega. Ia merasa beban masalahnya berkurang setelah bercerita.

"Siapa orang itu?! Biar kuhajar dia!" seru Yemi kesal. Ia memperagakan jurus memukul lawan.

"Terima kasih telah mendengarkan masalahku ini," ucap Abil terharu.

Rie mendekap erat tubuh Abil. Ia mengelus lembut punggung Abil memberi ketenangan. "Itulah gunanya seorang sahabat."

"Aku tidak diajak," rajuk Yemi.

Mereka pun tertawa bersama. Ketiganya berpelukan layaknya kartun 'Teletubies' di televisi.

🌺🌺🌺🌺🌺

Ren terpojok. Ia tidak bisa menghentikan pemuda di depannya. Muka sudah babak belur, bibir robek dan pipi lebam.

"Kau!"

"Hahaha ... inikah kekuatan penggantiku?  Lemah sekali tak sesuai ekpetasi mereka."

Pemuda itu memasang ekspresi kecewa yang dibuat-buat. Aslinya ia mengejek bahkan meremehkan Ren.

Ren mengeram kesal. Ia tidak boleh terpancing emosi. Ia harus tenang. Setelah membuskan nafas membuat Ren lebih baik.

Pemuda itu menarik salah satu bangku, lalu terduduk santai. Ia menatap Ren acuh.

"Apakah kau masih ingat dengan 'kejadian' itu?" tanyanya.

Degh?!

Tiba-tiba beberapa memori seakan menyeruak masuk ke otak. Ren memegangi kepala yang terasa pusing.

"Arghh!!

Tidak!

Aku tidak mengingat hal itu!"

Ren memberontak. Ia bergerak ke kanan kiri sambil merusak fasilitas di kelas. Pemuda itu menyeringai puas. Rencananya mulai berhasil walau harus bertahap.

🌺🌺🌺🌺🌺

"Ren!"

Seseorang memanggil Ren. Ren menolehkan kepala dan memasang wajah malas.

"Hoamm ... ada apa?"

Ren menguap kecil. Kedua mata sayu. Air liur seakan menetes dari bibirnya.

Hugh?!

Pelaku yang memanggil Ren memeluk erat tubuh kurus Ren. Ren berusaha melepaskan, tetapi tenaga sang pelaku lebih besar darinya.

"Aku kangen kamu," ucap suara manis nan mengemaskan.

Ren menguap kecil, baru saja ia akan menutup mata. Pelaku yang ternyata berjenis kelamin perempuan mengoyangkan tubuhnya.

"Arghh!! Kau mengganggu saja!" protes Ren.

"Humph! Ren me-nye-bal-kan!"

Gadis itu mengembukan kedua pipi mirip balon. Kedua iris mata terlihat berkaca-kaca.

"Apa yang kau inginkan?!" tanya Ren sebelum 'gadis merepotkan' itu menangis.

Ren benci dengan kemampuan akting gadis itu. Sudah beberapa kali ia dipandang jelek oleh orang-orang disekitarnya akibat ulah dan akting palsu sang gadis.

Gadis itu menyengir lebar. Deretan gigi-gigi putih tersusun rapi dan berkilauan. Aktingnya berhasil kembali membuat Ren melunak.

Ren dan sang gadis berjalan pulang bersama. Gadis itu mengandeng sebelah tangan Ren erat. Ia sempat melirik ke arah belakang. Seringai tipis ditunjukan untuk seseorang yang daritadi mengintip kebersamaannya dengan Ren.

"Aku menang satu langkah darimu ... Ra,"

Seseorang yang mengintip di balik pohon mengepalkan tangan erat. Kuku-kukunya berwarna putih. Kali ini mengaku kalah, tetapi besok dan seterusnya ia akan menunjukkan satu kejutan menarik untuk gadis itu.

"Tunggu saja pembalasanku! Gadis Neko!"

🌺🌺🌺🌺🌺

Raka, Shia dan Rie berjalan beriringan menuju kelas 2-E. Aldo, sang ketua kelas mengumpulkan murid yang tersisa atau bertahan hidup dari kematian. Icha? Entah kemana gadis itu menghilang setelah terakhir kalinya ia izin ke toilet.

Pemuda berambut merah memimpin jalan. Ia menajamkan indra mata, telinga dan hidung. Ia akan berusaha untuk melindungi kedua gadis dibelakangnya walau itu merepotkan.

"Kalian juga harus waspada." Raka memperingati.

"Bwaik," jawab Shia.

Hampir seluruh mulutnya penuh dengan keripik kentang. Di saat keadaan darurat, Shia menenangkan pikiran dengan makan dan mengemil. Hal itu sudah terjadi hampir setahun lamanya.

Walaupun gadis bersurai pirang itu hobi makan. Tubuhnya tidak menjadi gemuk, malah terlihat ideal mirip artis atau model di luar sana. Paras cantiknya juga mendukung Shia yang dinobatkan sebagai salah satu gadis populer di kelas 2-E maupun sekolah.

Krauk!

Krauk!

Shia sangat menikmati setiap gigitan keripik kentang. Sementara Rie memasang wajah penuh ketakutan. Ia memiliki trauma yang berat selama kejadian ini ditambah satu tahun yang lalu.

"Rie! Rie!"

Rie tersentak. Ternyata ia tengah melamunkan sesuatu yang buruk. Wajah pucat pasi dan tangan bergetar kuat atau biasanya disebut tremor tangan.

"Huahh!!"

Rie menangis tersedu-sedu. Shia melirik sedikit dan ia melanjutkan makan keripik kentang.

"Rie, kau tenanglah. Ada aku di sini," ucap Raka lembut. Ia mendekat erat tubuh mungil Rie. Ia usap surai rambut merah perlahan.

"Hiks ... aku takut! Dia terus menghantui diriku."

"Dia siapa?" tanya Raka penasaran.

Rie mencurahkan isi hatinya. Sejak kematian Puri, sosok hantu Abil datang,  lalu menghantui dirinya.

"Sudah jangan banyak drama!" sindir Shia. Ia meremukan bungkus kripik kentang hingga menjadi bentuk lingkaran.

Rie melepaskan pelukan, ia memilih berlindung di belakang tubuh tegap Raka.  Raka menatap tajam Shia yang mengganggu momen romantis tapi terpaksa.

"Kau jangan membuat dia tambah takut!" omel Raka.

Shia mendengus kesal. Ia melempar bungkus makanan asal. Ia beralih menatap tajam Raka. Sepasang tanduk berwarna hitam mungkin sudah muncul di kepala Shia, jika ala anime-anime.

"Huh! Kau menyebalkan!"

Shia membalikan badan, melipatkan kedua tangan di dada dan menghentakan kaki kanan ke lantai. Ia dalam mode marah bahkan sangat marah. Ia cemburu dengan Rie.

"Aku pergi! Maaf menggangu 'keromantisan' kalian!" seru Shia merajuk.

Raka menepuk kening keras. Ia kesal jika berhubungan dengan seorang wanita apalagi sampai merajuk dan pergi sesuka hatinya.

"Aku lelah," keluh Raka.

Rie menarik belakang seragam Raka. Ia merasa bersalah kepada mereka. Ini semua salahnya dan tetap akan salah.

"Selamat tinggal," pamitan Rie.

Saat Raka akan berteriak memanggil nama gadis berambut merah. Gadis itu sudah menghilang di balik tikungan lorong.

"Memuakan!" geram Raka.

Aura mengintimidasi seakan keluar dari tubuh Raka. Ia meremas seragam di bagian dada kiri. Terlihat sebuah simbol aneh di sana.

Raka pun memilih untuk tidak mengejar keduanya. Ia lebih baik menenangkan diri dahulu, jika sampai kelewat batas sesuatu akan terjadi.

🌺🌺🌺23🌺🌺🌺

{05/03/2021}

Abil aka Abil

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top