Chapter 11

Shia berlari secepat yang ia bisa. Ia memiliki perasaan tidak enak. Ia mencoba seseorang, tetapi tak terhubung.

"Raka, di mana kamu?"

Shia khawatir. Sejak siang ia tidak melihat Raka maupun Key. Ia takut terjadi sesuatu kepada mereka.

"Semoga kalian baik-baik saja."

Shia menelusuri lorong lantai dua. Tidak ada orang sedikit pun di sana. Ruang guru berada di lantai sama. Shia berinisiatif untuk bertemu dengan wali kelasnya.

Saat Shia sudah sampai di depan pintu ruang guru. Ia mendengar suara orang bertengkar di dalam. Ia melirik ke arah jendela kecil di atas pintu dan sebuah pemandangan yang tak terduga terjadi.

"Bapak, tidak bisakah kasus ini cepat diselesaikan!"

"Ibu Yuu!"

Wali kelas 2-E menatap pria yang kira-kira sudah mencapai umur kepala empat. Ia tertegun melihat kilauan dari iris mata pria tersebut.

"Sebaiknya Ibu Yuu tenang. Kita bisa bicarakan ini baik-baik."

Ibu Yuu menganggukan kepala kecil. Air mata menetes tanpa ia pinta. Dalam hatinya ia tidak mau melihat satu-persatu muridnya menjadi korban dari sosok 'itu'.

"To-tolon---"

Tiba-tiba sebuah tangan menutupi mulut Shia. Shia memberontak tetapi kesadarannya perlahan menghilang. Pandangan mata semakin mengelap. Ia telah dibius oleh seseorang. Tubuh Shia di bawa menuju ke suatu tempat.

🌺🌺🌺🌺🌺

Hanaru, Sura dan Lemon menuju ke arah kantin. Cacing-cacing sudah meronta di dalam perut. Tibalah mereka di kantin sekolah.

"Hmm ... tidak ada yang berjualan," ucap Sura kecewa. Ia terus memegangi perut yang minta di kasih jatah makan.

Chita nampak berpikir. Ia tersenyum kecil. "Bagaimana kalau kita masak sendiri?" usulnya.

Hanaru menganggukan kepala antusias sampai ingin terpisah. Ia juga membawa sebuah kotak berukuran sedang. Suara-suara aneh terdengar dari dalam kotak.

"Aku sangat setuju!" seru Sura semangat.

Ia menarik tangan Hanaru dan Lemon menuju salah satu bilik. Terdapat garis kuning dari tiga deret bilik yang mereka kunjungi.

Lemon membuka sebuah kulkas dua pintu. Di sana terdapat beberapa bahan seperti sayuran, telur dan buah-buahan. Ia bingung harus memilih bahan makanan yang akan di masak.

"Tidak ada daging," keluh Sura. Ia saat ini ingin makan daging.

Webek!!

Sura tersenyum jail. Ia menatap kotak milik Hanaru. Suara kodok saling bertautan.

"Goreng daging kodok enak juga nih," ucap Sura menahan tawa.

Sontak Hanaru memeluk kotak berisi kodok miliknya. Ia mengambil lima langkah mundur. Sura berjalan perlahan mendekati Hanaru berada.

"Tidak! Dasar Sura kanibal!"

Hanaru terus berteriak. Ia menatap tajam teman sekelasnya itu. Ia juga memanggil Sura sebagai 'Kanibal'.

Sura terhenti. Kedua tangan ia letakkan di pinggang. Raut wajahnya sungguh menjengkelkan ingin minta di tabok kanan kiri.

"Sura, hentikan!" omel Lemon yang masih sibuk memilih bahan makanan.

Hanaru tertawa puas. Ia menciumi kotak itu penuh kasih sayang, sementara Sura wajahnya tertekuk. Ia berjalan menuju ke tempat Lemon untuk membantunya.

🌺🌺🌺🌺🌺

Icha keluar dari toilet di lantai tiga. Perasaan lega terbayar semua. Ia tersenyum lebar bagai badut di acara ulang tahun anak kecil.

"Dudududu...."

Icha bersiul-siul kecil. Ia memasang berbagai macam ekpresi di depan cermin yang berada di tengah lorong. Setiap lantai memiliki cermin di tengah yang bertujuan untuk para murid selalu berpenampilan rapi.

"Kau memang cantik," ucap Icha percaya diri.

"Wajahmu malah terlihat konyol," sindir Widya yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

Icha terkejut. Ia sampai melompat dan hampir menabrak cermin di depannya.

Widya tertawa puas. Ia berhasil mengerjai Icha 'si gadis seratus akting'. Sebutan itu diberikan hanya untuk orang-orang tertentu yang mengenal lama sosok Icha.

"Kau menyebalkan!" umpat Icha.

Icha mengejar Widya di sepanjang lorong lantai tiga. Kejadian itu bertahan cukup lama, sekitar sepuluh menit. Keduanya mulai terasa lelah.

Widya menyandarkan diri di dinding dekat pintu toilet guru.Icha sendiri sudah duduk menyandar dengan kedua kaki Ia luruskan. Deru napas mereka membuat suara seperti Aldo sedang mengorok.

"Hahaha ... aku menyerah," Widya mengangkat kedua tangan ke atas.

Icha tersenyum masam. Ia tidak suka menang dengan cara seperti itu. Ia mencoba bangkit berdiri, tetapi Icha hampir saja terjatuh.

Sebuah cairan berwarna merah serta berbau amis keluar dari bawah pintu toilet guru. Icha menutupi hidungnya. Widya memilih berpindah tempat di sebelah Icha.

"Bu-bukankah itu darah," ucap Widya takut.

"Iya, kau benar. Baunya darah sangat khas sekali," jawab Icha.

Keduanya saling melirik, lalu menganggukan kepala. Kali ini rasa penasaran jauh lebih kuat daripada ketakutan.

Icha mendorong perlahan pintu toilet guru. Bau amis darah semakin menyeruak hingga menembus ubun-ubun kepala. Widya menahan napas sejenak.

Saat pintu semakin terbuka lebar. Terpampanglah sebuah pemadangan indah bagi orang yang mengalami gangguan kejiwaan atau biasa dikenal psikopat.

Tubuh seorang gadis berambut pendek tengah menyandar di ujung toilet. Di sekitar wajahnya terdapat luka goresan benda tajam. Tepat di bagian kening menancap serpihan kaca. Darah mengalir deras ditambah air keran yang terus mengalir hingga meluap ke bawah lantai.

Widya dan Icha terdiam kaku. Mereka tak bisa mengeluarkan suara akibat syok melihat pemandangan di depannya. Bibirnya terasa pilu serta kaki bergetar.

Icha melirik ke salah tangan gadis itu. Terdapat setangkai bunga Amarillys yang tengah digenggam erat.

"Ahhh!!"

"Mila!" seru Widya histeris.

Air mata membasahi kedua pipi mereka. Icha dan Widya saling berpegangan tangan untuk menguatkan diri masing-masing.

Dan korban keenam telah ditemukan.

'Selamat tinggal ... Mila 😊.

🌺🌺🌺🌺🌺

Di Ruangan CCTV....

Beberapa layar besar terus menampilkan gambar berbeda-beda. Seseorang tengah duduk di sofa roda. Ia mengamati setiap seluk beluk area sekolah yang terekam CCTV.

Topeng tengkorak menutupi wajah, hanya kedua mata terlihat. Iris mata hitam membuat orang yang menatapnya seakan hidupnya akan terancam.

"Hmm ... ekpresi wajah mereka sungguh indah. Aahh! Baiklah kita akan melanjutkan menonton video kematian mereka satu-persatu.

Hahahaha...."

🌺🌺🌺🌺🌺

Raka sudah selesai memeriksa setiap sisi ruangan. Udara pengap membuat ia kesulitan untuk bernapas. Hamparan debu cukup terlihat dari penerangan senter ponsel miliknya.

"Aku harus secepatnya keluar dari sini."

Saat Raka akan mendekati pintu, tiba-tiba pintu terbuka sendiri. Baru saja ia akan membebaskan diri. Tubuhnya kembali terdorong ke belakang oleh seseorang.

Brakk!!!

Raka terjatuh menabrak tumpukan kerdus di belakangnya bersama dengan tubuh seseorang. Pintu pun kembali tertutup rapat.

Kali ini ia harus terjebak di ruangan kembali. Raka menatap sejenak seseorang itu dan ... alangkah terkejutnya ia mengenali sosok itu.

"Shia!!"

🌺🌺🌺30🌺🌺🌺

{20/02/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top