[TsNT10 - Strategi]

Dhimas

Aneh emang denger Anggit memanggilku "elo" dan bukan "kamu" kayak biasanya, tapi ini semua biar dia nggak terkena masalah. Iya, memang Ruben udah berniat bikin strategi entah gimana yang "nggak pakai kekerasan", tapi yang namanya pertarungan, bakal ada korban. Aku cuma nggak mau mereka mempersulit Anggit karena dia adalah pacarku.

Nggak masuk akal ya? Memang. Tapi aku sudah lihat gimana temen-temenku yang lain sering diancam melalui pacar mereka saat sedang ada masalah. Apalagi Herman, yang tahu cara memanfaatkan kelemahan semua orang untuk kepentingannya sendiri. Memastikan Anggit nggak punya hubungan apa pun dan nggak tahu informasi tentang strategi ini adalah satu-satunya cara aku bisa yakin dia baik-baik saja.

Ruben sudah menunggu di toilet paling bau sesekolahan. Hanya di sini bau rokok kalah dengan bau nggak jelas dari dalam toilet, jadi guru-guru nggak akan tahu soal kami merokok di sekolah. Berhubung kami nggak merokok, sebenernya Ruben nggak perlu ngajakin ketemuan di sini, tapi ya udah deh.

"Pertama," ujarnya begitu aku muncul dari dalam sekolah, "ayo pindah tempat dulu. Gue udah nyaris muntah sepuluh kali."

Aku hanya mendengus. Meski Ruben punya karisma kalau kata segudang penggemarnya, dia benar-benar bisa bertingkah idiot kayak kata Ruby.

"Kenapa juga lo ngajakin ketemu di sini," gerutuku, mengikutinya berjalan ke taman di samping sekolah.

"Iya juga. Lupa gue."

"Strategi lo apa? Biar kita bisa segera jalanin dan urusan ini cepet kelar."

Ruben menoleh ke sekeliling, lalu menarikku ke dekat pohon. Sepi, tapi dia ingin berjaga-jaga. Kayaknya strateginya bakal luar biasa ribet dan bikin kami kelihatan kayak agen rahasia nggak jelas yang suka ditonton ibuku.

"Strategi gue simpel, tapi dijamin sukses," bisik Ruben.

"Nggak usah lama-lama. Jelasin strategi lo."

"Cukup satu kata. Lapor."

Aku mengernyit. "Lapor?"

"Yes. Lapor ke si Har soal Herman dan KVLR, lapor ke polisi temennya si Har soal Mr. V, dan masalah kita bakal kelar."

"Lo serius? Kok lo jadi cemen abis tobat?"

Ruben melototiku. "Gue serius! Dari permasalahan gue kemarin, gue jadi paham kalau kita ini udah ngerasa dewasa. Ngerasa bisa apa-apa sendirian. Tapi buktinya? Lo bonyok-bonyok, V tetep jualan narkoba, dan Herman masih aja ngontrol KVLR kayak main video games."

Perkataan Ruben ada benarnya. "Tapi, nggak ada greget-gregetnya strategi lo itu."

"Lo pengin yang greget atau yang sukses?"

"Sukses sih."

"Ya udah! Pakai rencana gue aja. Nanti kita sama-sama lapor ke si Har soal KVLR dan segala macemnya, terus ikut ngebantu dia cari jalan buat nyelesein kasus ini. Kita juga butuh Niko, mata-mata lo kemarin." Seringai Ruben tiba-tiba hilang. "Tapi lo yakin kan dia nggak akan berkhianat?"

"Dia mau jadi mata-mata gue berhubung dia nge-fans sama gue. Rokok itu cuma pemanis."

"Wih, banyak fans juga lo."

"Emang cuma lo doang?" Aku menyeringai. "Jadi, peran dia apa?"

"Dia bakal ngasih tau kita agenda apa yang lagi mereka rencanain. Pesta akhir tahun kek, apa kek, si Niko yang bakal ngasih info. Jadi kalau misal mereka mau beli narkoba atau apa, anak buah temennya si Har bisa ngawasin."

Setelah dipikir-pikir, strategi Ruben sungguh masuk akal. Dan aku nggak harus turun tangan langsung, hanya perlu ngawasin semuanya berjalan sesuai rencana. Aku mengangguk.

"Oke, ide bagus. Besok, kita lapor!"

Lapor, dan semua akan jadi beres. Aku hanya berharap semuanya benar-benar akan semudah itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top