Part 2 | He
Jisoo siap pergi bekerja pagi ini. Seungri sudah siap mengantarkan berhubung kantor tempat Jisoo bekerja merupakan salah satu anak kantor milik Ayah walinya, Lee Seungri.
“Ayo berangkat!” ajak beliau sembari jalan memimpin, namun langsung berbalik dan menyuruh Jisoo menunggu sebentar. Ada dokumen kerja yang tertinggal.
Jisoo lantas menunggu di samping mobil audi warna merah mencolok sambil mengedarkan pandangan ke halaman luas rumah. Kira-kira sepuluh laki-laki dengan seragam tanpa lengan dan celana army sedang jogging bersama, tak lupa sang Ayah Choi memimpin di depan.
Ada satu pemandangan yang menurutnya asing. Hmm, tak seperti biasanya. Tumbenan sekali Jisoo tak melihat Jaehyun ikut mendampingi Bapak Choi.
“Pergi kantor?” Tak disangka sapaan datang dari pria si pemilik lesung pipi yang dicari-cari. Tak seperti pagi hari biasanya, Jaehyun kali ini tampak rapi dengan pakaian formal berjasnya.
“Oh ....” Jisoo linglung sesaat. Terpesona oleh ketampanan Jaehyun. Sembari menggulum senyum, ia berusaha mengontrol diri. “Ya, apalagi?”
“Mau saya antar?”
“Kamu nggak ikut latihan bareng lainnya?” tanyanya penuh hati-hati.
Jaga image, jangan kecentilan, jangan malu-maluin, jangan galak.
But ...,
... TOLONG JANGAN SENYUM MULU JUNG JAEHYUN!
Niatan hati berteriak memaki, tapi apalah daya Jisoo hanya sanggup memandang dan menahan diri supaya tidak lemah.
“Saya ada keperluan di luar, mungkin, kamu mau saya antar?” Iya, lelaki satu ini sangatlah sopan saat berbicara dengannya, sangat berbeda dengan anak laki-laki lainnya.
“Nggak! Nggak perlu, ehehe,” tolaknya cukup disayangkan. Dalam hati Jisoo berteriak-teriak marah, menyesali penolakannya.
Tak lama Seungri datang menginstrupsi obrolan singkat mereka. Masih dengan hati yang bergelud, Jisoo diam-diam mengomel menyayangkan kedatangan sang ayah di waktu yang tak tepat.
“Buruan, nanti kamu telat.” Seungri menegur setelah menyapa Jaehyun kemudian memutari dari depan mobil audinya, sedang Jisoo dengan berat hati patuh menyusul sang ayah. Tentu setelah dia pamit sama Jaehyun.
Pria Jung ini masih setia berdiri di samping mobil dengan senyum polos yang menawan.
“Kamu nggak tahu, dia sudah mau menikah.”
“Hah?” Kepala Jisoo sepontan menoleh ke Seungri, “Siapa?”
“Jung Jaehyun,” balasnya sambil menunjuk si Pria Jung dengan dagunya. Jisoo lantas menggerakkan kepala untuk menengok Jaehyun yang masih berdiri di luar dengan tatapan tak percaya.
“Itu calonnya!” Jari telunjuk sang ayah menunjuk ke depan. Tepatnya ke perempuan cantik dengan gaun putih agak pink di atas lutut yang baru keluar dari mobil lalu di susul Jaehyun menghampirinya dengan senyum kurang ajar menawannya.
Jisoo menelan salivanya dalam-dalam menatap miris pemandangan di luar mobil. Seungri di samping mengamati ekspresi sang anak angkat dan tersenyum tipis.
“Kamu nggak tahu, ya?” tanyanya. “Padahal seingat Ayah kalian dekat.” Dekat sebatas Jisoo seperti seorang kakak untuk Jaehyun.
Bibirnya manyun, matanya enggan melihat ke depan. “Buruan jalan, Yah, nanti aku telat!” protesnya, dilanjutkan oleh tawa Seungri mengejek sang putri.
♨♨♨
“Bagus! Jadi dengan begini, lo bisa ngeiyain ajakan Hongseok kencan,” ucap Suzu setibanya Jisoo di kantor dan bercerita masalah pagi harinya.
Suzu memang paling gencar menjodohkan dia dengan Hongseok. Hongseok lelaki penghuni divisi lantai empat, bagian IT.
“Coba dulu aja kalau cocok lanjut, kalau gak cocok tinggalin. Beres ‘kan?”
“Kesannya kok kayak gue pemberi harapan palsu gitu,” cibir Jisoo dibalas tawa merdu Suzu.
“Emang!” kekeh Suzu disusul cubitan pelan Jisoo ke pinggangnya. “Rese lu mak lampir!”
“Daripada lo ngarepin daun muda mending sama yang tua.”
“Gue nggak denger lo ngomong apa!” acuhnya pura-pura sibuk dengan urusan kantornya.
Suzu menarik kursi kerjanya mendekat ke tempat Jisoo. “Daun muda itu enggak enak, Jis, sumpah deh!” dua jarinya terangkat menyiratkan simbol ‘sumpah’, “lo mesti sadar diri. Lo dua puluh empat tahun enggak cocok sama yang muda-muda.”
“Berisik atau mulut lo gue sumpelin kertas HVS?!”
“Hehehe.” Suzu hanya nyengir tak peduli sama ancaman Jisoo. “Tuh, tuh, orangnya nyamperin kesini,” serunya menyenggol singkat lengan Jisoo hingga membuat anak gadis Bapak Choi ini mengangkat wajah dan bertemu pandang dengan si pemilik nama Yang Hongseok.
Hongseok yang baru datang ke kantor langsung menghampiri Jisoo. Mereka beda devisi, tetapi laki-laki ini selalu rajin menjabani divisi Jisoo. Dengan senyum menawan khas milik pria Yang, ia berdiri tepat di depan meja kerja Jisoo.
“Nanti sore jadi?”
“Iya, jadi.” Bukan, bukan Jisoo yang menjawab, melainkan Suzu menyahut seenaknya. Jisoo mendelik ke arahnya sementara Suzu dengan sikap tak acuh mengangkat bahu cuek.
Hongseok menggulum senyum. “Jam tiga nanti aku jemput.”
“Tapi—”
“Kamu gak bisa lagi?” tanya Hongseok sudah bersiap untuk menerima penolakan Jisoo kesekian kalinya.
“—tapi dia perlu siap-siap dulu jam tiga, gitu maksudnya!” sahut Suzu asal mengimbuhi.
Jisoo melotot galak, Suzu tetap acuh padanya.
“Aku tungguin,” kata Hongseok tersenyum manis kemudian pamit menyisahkan Jisoo kini melolong frutasi atas sikap Suzu.
“Lo kok ngeselin, sihhhhhhhh!!!!”
“Hehe, biar lo jadian sama yang tua.”
“Joooooooo!” erangnya frutasi, “tau, ah! Gue mau nyamperin Bobby nyuruh dia buat nembak lo aja!”
“Anjir, Jisooo!” Kini gantian Suzu protes ketika Jisoo membawa Bobby, si anak ngeselin yang hobi sekali menganggu Suzu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top