ROOM 8
Leiden, a few months later
Setelah lamaran dadakan yang Bhima sampaikan pada Jasmine waktu mereka jalan-jalan ke Keukenhof beberapa bulan lalu yang justru di sambut tantangan oleh Jasmine dan akan di sanggupi Bhima ketika nanti pulang ke Jakarta.
Namun kesibukan mereka lagi-lagi menjadi penghalang, mereka hanya menghabiskan waktu bersama beberapa jam saja dan itupun tidak sering karena Jasmine pun harus menyiapkan segala kebutuhan kampus dan presentasi juga laporan-laporannya semasa koas jadi waktu dengan Bhima bisa di bilang hanya dalam hitungan jam saja, selebihnya Jasmine sibuk dengan keperluan kuliahnya.
Hubungan mereka tak seperti pasangan kekasih pada umumnya, ya karena memang mereka tidak pernah ada kata 'Jadian' Bhima justru tak menanyakan apakah Jasmine mau jadi pacarnya atau tidak? Justru Bhima menanyakan apa Jasmine mau jadi istri dan ibu dari anak-anaknya kelak.
Dan ada satu berita yang sungguh Bhima tak pernah menyangka sebelumnya, yaitu, permintaan perjodohan antara dirinya dan anak dari teman mamanya, Jihan namanya. Bhima jelas menolak dengan berbagai macam alasan yang ia utarakan beberapa hari yang lalu pada sang Mama lewat chat mereka.
Bhima tidak mengaku bahwa ia sudah memiliki calon sendiri pilihan hatinya di sini, Bhima bahkan dengan terang-terangan meminta Mama untuk menjodohkannya dengan Bian, bukan dengan dirinya.
Ia rasa Bian lebih pantas di jodohkan karena sikap dan sifat dinginnya pada perempuan akan menyulitkannya untuk mencari pasangannya sendiri.
Walaupun Mama sempat agak kecewa dengan keputusan Bhima yang menolak perjodohan itu tapi ya Mama tetap tidak bisa melakukan apa-apa, toh kalau memang berjodoh mereka akan bersama tapi Mama sudah terlanjur tak ingin menyakiti hati siapapun di sini maka beliau memutuskan untuk menjodohkannya dengan Bian dan Bhima dengan pilihan hatinya sendiri nanti.
Lusa, Bhima dan Bian akan pulang ke Jakarta. Bhima akan meninggalkan Jasmine di sini sekitar 2 bulan, sebenarnya Bhima tak tega harus pergi karena Jasmine akan sendirian dan jauh dari pengawasnnya, ia tahu betul Jasmine sedikit keras kepala dan susah di ganggu bila sedang serius mengerjakan sesuatu.
Apalagi di tambah dengan kondisi Jasmine yang menurun sebelum Bhima berangkat ke Jakarta membuat Bhima semakin berat hati untuk meninggalkan Jasmine sendirian.
Tapi akhirnya di hari berikutnya Jasmine sudah lebih baik dan Bhima bisa sedikit lega untuk pergi dan Jasmine mengantarnya ke bandara.
***
Jasmine bergegas kembali ke Denhaag setelah mengantar Bhima dan Bian ke bandara jam 7 ini ia sudah mulai shift sedangkan sekarang ia baru saja berada di dalam kereta menuju DenHaag.
Begitu sampai di rumah sakit, Jasmine langsung mengganti bajunya menjadi scrub warna biru muda dan snellinya, untung saja ia tidak telat masuk hari ini.
Rumah sakit masih terlihat adem ayem tanpa adanya penanganan pasien yang kelewat darurat atau apapun itu hingga pukul 10 malam ada kecelakaan beruntun yang terjadi tak jauh dari sana.
Otomatis, rumah sakit di minta bersiap karena akan kedatangan banyak pasien malam ini dan benar saja dalam 15 menit kemudian korban luka-luka langsung di larikan ke emergency room dan satu korban kritis yang harus segera mendapatkan penanganan emergency surgery malam itu juga.
Jasmine turut serta dalam operasi tersebut, melupakan perih di lambungnya yang sejak tadi berteriak minta di isi namun sekarang bukan waktu yang tepat untuk makan.
Hingga pukul 1 dini hari, Jasmine dan tim yang lain keluar dari ruangan operasi, Jasmine lelah luar biasa, perih di perutnya semakin menjadi lalu ia bergegas ke lokernya untuk mengambil makanan karena tadi William, ingat kan? Memberinya makanan hanya saja ia belum menyentuh karena langsung menangani beberapa pasien gawat darurat tadi itu dan semua baru kondusif jam 2 pagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 3.00 pagi, saatnya Jasmine pulang ke apartement. Ia sudah membereskan bawaan di dalam tasnya, buku, jurnal, berkas, snelli yang harus ia cuci segera.
"Hhh, ya Allah rabbi..." Jasmine membuang nafasnya kasar, tubuhnya lelah, hari ini seperti di kejar-kejar.
Jasmine tampak sedang mengipas wajahnya dengan beberapa lembar kertas karena gerah padahal AC sudah menyala namun sepertinya tidak mempan juga.
"Jasmine?" ah, Jasmine tahu siapa itu. William.
"What?" Jasmine menanggapinya dengan dingin saja.
"Are you okay?"
Jasmine hanya mengangguk saja, ia masih acuh. William terlalu agresif dan Jasmine tidak suka itu. Will kembali mengulang pertanyaan tersebut dan membuat Jasmine harus menjawab sedikit pedas.
"I'm just tired and i wanna go home, okay? Understand?" ujarnya lalu menutup tasnya dan meninggalkan Will yang mematung. As always.
Sing sabaro mas meneer..., xixixi
Begitu sampai di apartement, perut Jasmine seperti di aduk-aduk, ia mual lalu muntah dan sepertinya ia mengalami serangan diare.
Sudah beberapa kali Jasmine mondar-mandir ke toilet hingga beberapa kali sampai pukul 5.30 pagi.
Sampai ponsel Jasmine berdering dan menampilkan nama Mas Bhima di layar ponsel display Line voice call-nya.
Itu tandanya Bhima sudah mendarat di Jakarta. Ia menggeser tombol hijau lalu mengangkatnya.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam, morning sweetheart"
"Heem..."
"Hey, bu dokter? Are you okay? Udah shubuh belum? Udah mau jam 6 lho"
"Heem..."
"Yang, kenapa? Kamu habis jaga ya?"
"Yaa..., aku lemes"
"Nggak minum vitamin mesti. Makan nggak?" Bhima mulai menginterogasi Jasmine.
"Nggak mas. Aku pulang jam 3"
"Aku kan bilang, selama aku nggak ada di sana jangan lupa makan, vitamin. Kamu ini dokter Jasmine"
Jasmine mulai terisak saat Bhima memarahinya karena tadi tidak makan sama sekali dan mengakibatkan dirinya seperti sekarang ini.
"Ya maaf mas..." ujarnya setengah terisak.
"Udah, nggak usah nangis"
"Semalam ER ramai banget, ada kecelakaan beruntun dan baru clear jam 2 pagi. Nggak ada yang istirahat juga semuanya, udah gitu ada pasien susulan dan aku ikut 2 surgery" Jelas Jasmine.
"Terus sorenya dari bandara kamu nggak makan lagi?"
"Nggak, kan aku langsung ke hospital pulang dari airport. Udah telat itu juga"
"Harusnya kamu makan dulu, maaf ya gara-gara Mas kamu jadi telat"
Dan percapakan itu berakhir sampai Jasmine pulas tertidur saat telepon belum terputus.
Bhima yang tahu Jasmine kembali tertidur langsung mematikan teleponnya karena ia tahu Jasmine pasti lelah dan butuh istirahat.
Beberapa jam kemudian, Bhima melihat pesan di layar ponselnya. Pesan dari Jasmine yang baru terbangun dan baru menyampaikan kalau perutnya sakit.
"Mas, perutku nggak enak banget. Udah bulak-balik toilet tadi 5 kali lebih"
Bhima yang membaca pesan itu langsung kembali menghubungi Jasmine yang nyatanya di sana ia baru saja kembali muntah.
Bhima makin cemas saat teleponnya dua kali tidak di jawab Jasmine hingga panggilan ke empat baru Jasmine mengangkatnya dan Bhima langsung memborbardir Jasmine dengan pertanyaan-pertanyaan yang sejak tadi membuatnya kalut.
"Yang, kamu muntah?"
"Iya mas, mual banget, diare pula. Sakit banget perutku"
"Obat mualnya masih ada? Minum air anget pakai jahe. Mas lagi jauh Jas..., Mas khawatir"
"Iya Mas, masih ada kok. Aku nggak apa-apa kok"
"No, you're not okay sweetheart"
"Aku nggak apa Mas, kamu nggak usah cemas ya"
"Hhhh, ya udah, kalau ada apa-apa hubungi Mas. Update terus"
Lalu telepon di tutup setelahnya. Lalu Bryan mengajak Bhima main bola di halaman belakang hingga Bhima melupakan Jasmine yang sedang sakit, ia baru ingat ketika hari sudah sore dan Jasmine tidak memberi kabar apapun, baik pesan maupun missedcall di ponselnya.
Bhima mencoba beberapa kali meninggalkan chat pada Jasmine namun tak ada jawaban. Lagi, Bhima harus meneleponnya untuk memastikan bahwa Jasmine tidak apa-apa namun justru yang di dapatkannya adalah...
"...Mas, aku di ER" ujar Jasmine di ujung telepon saat Bhima meneleponnya untuk kesekian kali.
"ER? Jangan bilang tadi kamu lemas terus pingsan"
"Iya mas, tadi pas ada temanku datang mau ambil buku. Terus liat aku lemes setengah pingsan pas buka pintu dan dia langsung bawa aku balik ke rs"
"Astagfirullah..., Mas lagi jauh Jasmine. Terus kata dokter apa?"
"Iya Mas, maafin aku. Tadi udah resusitasi RL kok Mas, karena dari kemarin perut kosong akhirnya diare dan dehidrasi, dokter saranin opname"
Bhima hanya bisa menghela nafasnya berat mendengar penuturan Jasmine di telepon sekarang, kenapa di saat sedang berjauhan seperti ini?
"Mas lagi jauh sayang, kamu malah ngedrop gini, i'm worried"
"Don't worry, okay?"
Jasmine berusaha menenangkan Bhima yang sedang khawatir di buatnya hingga akhirnya Jasmine mengakhiri telepon karena masih merasa lemas dan butuh tidur. Mungkin nanti ia kana sambung lagi karena Bhima bilang akan mengenalkannya pada Mama via telepon Jasmine nanti.
Mama yang memperhatikan anak lelakinya yang tampak kusut saat menerima telepon dan mendengar kata sayang dan sweetheart jadi semakin ingin tahu dengan siapa putranya berbicara, pasalnya Bhima tidak pernah bercerita bahwa ia memiliki pacar atau apapun itu.
Bhima yang sedang duduk di lazy chair dekat kolam renang pun masih tampak gusar, terlihat dari kerutan di dahinya yang mendalam.
"Mas Bhima?" Mama menepuk pundak Bhima pelan, Bhima menoleh dan tersenyum lalu menggeser duduknya agar Mama bisa duduk di sebelahnya.
"...Aya naon kasep? Saha nu gareulis, sweetheart, eta? Pacar nya'?" goda Mama dengan bahasa sundanya.
Ya, seperti yang kita tahu kalau keluarga Prayuda adalah keluarga Jawa dan Sunda, jadi sesekali Mama pun berbahasa Sunda atau bahkan Jawa sekalipun bila sedang menggoda anaknya seperti ini atau sedang marah-marah.
"Ih mama mah..." balas Bhima.
Mama hanya tersenyum saja, ia tahu bahwa anaknya ini tengah di landa kasmaran, hanya saja enggan untuk berbagi.
"Mama denger lho, mas. Tadi kamu ngomong di telepon" godanya lagi.
"...Jangan-jangan kamu nolak perjodohan kemarin karena udah punya calon sendiri ya? Kenalin ke Mama dong..."
Bhima menoleh dan diam menatap Mamanya. "Kalau jawaban Mas, iya. Gimana mam?"
"Ya bagus atuh. Berarti emang Jihan buat Bian" tambah Mama. "Coba mana anaknya mama mau lihat?"
Bhima menunjukkan foto profile line milik Jasmine pada Mama dan reaksinya....
"Ya Allah mas, cantik banget. Siapa namanya? Dokter juga?"
"Namanya Jasmine. Aruna Jasmine Kusuma, masih ko-as, satu kampus dengan Bhima cuma ya kami emang nggak pacaran mam. Bhima udah lamar dia waktu itu, tapi dia minta aku langsung datang nemui orang tuanya di sini dan mas menyanggupi. Gimana mam? Mama setuju kan?"
"Sekilas Mama lihat sepertinya dia anak baik-baik, berhijab pula. Duh. Mama sih Insha Allah setuju kalau emang Mas Bhima udah mantap, sok datang we ke rumahnya, temui orang tuanya, izin bapak ibu nya. Begitu lebih baik daripada kalian harus pacaran yang belum tentu nanti akhirnya menikah, ya kan?"
"Jadi, mama setuju nih?" Bhima meyakinkan Mama sekali lagi, mama mengangguk pasti mendengar pertanyaan Bhima. "Ya udah nanti Bhima kenalin ya mam? Sekarang Jasmine lagi tidur, dia opname di rs barusan"
"Astagfirullah..., kok bisa mas?"
"Biasa mam, kecapean, lupa makan, dehidrasi juga karena diare"
Mama menggelengkan kepalanya dengan maklum karena ia tahu perjuangan jadi anak koas itu tidak seperti di drama korea yang biasa Kanika tonton setiap libur atau akhir pekan tiba seperti sekarang ini.
"Ya udah mas, mama tunggu nanti ya" ujar Mama sebelum beranjak masuk ke dalam dan Bhima hanya mengangguk. Nanti, ketika Jasmine sudah bangun Bhima akan mengenalkannya pada Mama.
💕💕💕
Hiyaaa.. Selamat malam minggu 😘😘😘
Danke,
Ifa 💕
#AwasBaper
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top