ROOM 7

Kedekatan Jasmine dan Bhima semakin dekat setelah pertemuan tak sengaja waktu perpindahan pasien hari itu, sebenarnya sejak awal mereka sudah bertukar ID Line masing-masing hanya saja karena kesibukan mereka jadi lupa untuk berkabar satu sama lainnya dan setelah dinner hari itu mereka jadi sering berkomunikasi lewat chat atau pun voice call seperti sekarang ini, Bhima akan mengajak Jasmine untuk pergi ke Keukenhof Garden, taman bunga tulip terbesar yang sekarang bunganya sedang mekar.

"...Jadi, akhir minggu ini betulan nggak ada rencana kemana-mana kan, Jas?"

"Nggak kok, nggak ada. Emang kita mau ke mana sih, Bhim?"

"Aku mau ajak kamu ke Keukenhof Garden. Kebetulan keponakanku ingin minta langsung foto hasil jepretanku, jadi kenapa nggak sekalian kita jalan-jalan ke sana. Gimana?"

"Emm, boleh, udah lama juga aku nggak ke sana, Bhim. Dulu, awal-awal tinggal di sini sama roomate ku pernah ke Keukenhof tapi itu beberapa tahun yang lalu. Semua kegiatan kampus dan koas menyita waktuku bahkan untuk sekedar jalan menikmati sore saja aku nggak sempat... huh" Keluh Jasmine di ujung telepon membuat senyum Bhima mengembang seperti anak -anak yang baru di belikan permen oleh orang tuanya.

Bagaimana tidak senang, Bhima jadi laki-laki pertama yang mengajak Jasmine jalan-jalan setelah ia tak sempat lagi untuk menikmati hari-harinya karena kesibukan yang mendera bagai badai tak berujung.

Helehhh....

"Ya udah kalau gitu, hari sabtu jam 10 pagi. Aku jemput kamu ke apartement, setuju?"

"Okay meneer" jawab Jasmine lalu di sambut renyah tawanya.

"Huu menar mener menar mener. Mas, tahu. Bukan meneer, biarpun tinggal di negeri orang, inget-ingetlah panggilan biasa di Indonesia" gerutu Bhima bercanda.

"Hahahaha, iyadeh iya, Mas Bhima...." ucap Jasmine sengaja menekan kata 'Mas' saat ia mengucapkannya dan tanpa Jasmine tahu, senyum Bhima makin mengembang ketika dirinya di panggil 'Mas' oleh Jasmine.

Astaga Bhim..., retjeh banget....

"Ya udah, Jas, Mas lanjut dulu ya. Ketemu besok..., Assalamualaikum" tutupnya mengakhiri telepon.

"Oke Mas. Wa'alaikumsalam...."

🌞🌞🌞

Hari Sabtu yang cerah. Matahari sedang tersenyum hari ini di langit Leiden, langit birunya terang benderang memayungi orang-orang yang lalu lalang di sana, orang-orang yang bersepeda dan yang berjalan kaki lalu lalang di jalan dan banyak juga yang sedang duduk menikmati matahari pagi kota Leiden di pinggi kanal atau di atas boat menyapa matahari yang ceria.

Bhima sudah siap dengan kaos polo dan celana jeans juga sepatu kets New Balance biru tuanya, kamera DSLR dan tak lupa jaket tebal karena sesekali angin masih berhembus dan cukup dingin, lalu ia bergegas keluar dan menjemput Jasmine di apartementnya yang hanya berjarak dua blok dari tempat Bhima.

Ia berjalan dengan gagah dan semangat menuju ke sana, sesekali ia menyapa beberapa penjual makanan sekitar yang sudah menjadi langganannya, ya Bhima memang ramah, tak heran di sini ia memiliki banyak teman tak seperti Bian yang dinginnya seperti kulkas dua pintu.

Hingga tak terasa 15 menit sudah ia berjalan dan sampai di depan apartement Jasmine, tadi Jas sudah memberitahu berapa nomor kamarnya jadi Bhima bisa langsung masuk ke dalam gedung apartement 5 lantai itu.

"Kamar 89B, ah ini dia" gumamnya. Bhima berdiri di depan pintu lalu mengetuknya perlahan.

tok tok tok

Belum sempat Bhima mengucap salam, pintu di depannya sudah terbuka dan menampakkan Jasmine dengan longdress hitam dan kacamata di atas kepalanya yang belum ia pakai. Bhima sempat distrak hingga akhirnya tersadar.

"Hai" sapanya tersenyum. "Udah siap?" tanyanya.

"Udah. Yuk, emm, tapi sebentar ya aku pamit dulu" jawab Jasmine, ia mengetuk pintu kamar sebelah dan saat ada yang menjawab dari dalam Jasmine membukanya.

Bhima sengaja mengintip pada siapa Jasmine berpamitan dan samar-samar terdengar suara Jasmine.

"...Oma, Jasmine ging een tijdje weg?"

"Ja. Wees voorzichtig, schatje"

Bhima tersenyum kecil melihat interaksi antara Jasmine dengan nenek tua itu, hal kecil seperti ini yang membuat Bhima semakin mantap untuk meminang Jasmine secepatnya. Semoga saja Jasmine mau. Kalimat itu yang terus berlarian di kepalanya.

Jasmine baru beranjak ketika Oma Martha selesai dengan ritual cium pipi kanan-pipi kiri sebanyak tiga kali, khas orang Belanda bila bertemu atau sebelum berpisah.

"Jasmine pergi Oma" pamitnya lagi ketika sampai di depan pintu dan Oma Martha melambaikan tangannya.

"Yuk Mas" ajaknya.

Akhirnya mereka berdua keluar dari gedung apartement itu menuju Leiden, CS Noordzijde/Leiden University Medical Centre. Dengan bis yang langsung dari Leiden ke Keukenhof.

"Itu tadi siapa, Jas?" tanya Bhima akhirnya karena penasaran.

"Oh, itu tadi namanya Oma Martha. Beliau yang menjaga aku di sini, Mas, beliau juga yang selalu jadi tempatku berbagi sejak awal kedatanganku beberapa tahun lalu saat baru memulai kuliah di sini" jawab Jasmine tersenyum.

"...Beliau lah yang meyakinkanku untuk tetap dengan kerudungku ini, yaa, kamu tahu kan tinggal di sini aku yang berkerudung ini jadi minoritas, banyak yang tak tahan, aku pun begitu sebenarnya tapi Alhamdulillah selalu ada yang mensupport jadi Insha Allah aku tidak goyah" lanjutnya.

Dalam hati, Bhima makin terkagum-kagum dengan sosok Jasmine yang sesungguhnya.

"Beruntunglah kamu masih ada yang mengingatkan, Jas. Teman Mas bahkan sampai kembali lagi ke Jakarta karena nggak kuat dengan tekanan yang begitu besar di sini karena kerudungnnya" tutur Bhima.

"Sampai segitunya Mas? Sayang sekali...." Jasmine masih tidak percaya, Bhima kembali menggangguk.

"Pribadi orang, Jas, kita mana tahu..., ya mungkin Allah udah menyiapkan rejekinya di tempat lain" jawab Bhima diplomatis, Jasmine hanya manggut-manggut tanda setuju dengan pernyataan Bhima.

"Mas"

"Wait" Tepat saat Jasmine akan bertanya, ponsel Bhima berdering, ada telepon masuk. "Bryna, sebentar ya" katanya lalu menjawab panggilan itu.

"Iya dedek...?"

"Om, mana fotonyaa? Dedek nungguin nih" rengek Bryna di seberang sana.

"Iya sabar dong dek, ini Om juga lagi di jalan mau ke sana kok" jawabnya dengan sabar.

"Oohh yaudah. Sendirian ya? Yaa jomblo kasian amat sih om" ejek Bryna dari sana.

"Enak aja sendirian. Nggak dong, hush anak kecil satu ini yaa"

"Ciyee sama siapa tuh om?"

"Udah, nggak perlu tahu adek"

"Yaudah yaudah, dedek tunggu fotonya kirim ke email dedek yaa om Bhima yang katanya nggak jomblo" Lalu di iringi tawa menggelegar dari Bryna yang membuat Jasmine tersenyum.

"Ponakanmu, Mas?"

"Iya, si adek. Bryna..., iseng dan manjanya ampun-ampun"

"Latihan. Biar nanti tahu caranya ngadepi anak yang seperti itu bagaimana, ya kan?" Goda Jasmine di sambut tawa oleh Bhima.

"Bisa aja kamu" jawab Bhima. "And i hope you'll be the mom of our children" gumamnya dalam hati.

Sampai tak terasa, bus mereka sudah sampai di tujuan, Keukenhof. Hari itu cukup ramai di sana, Bhima sudah membeli tiket lebih dulu via online di website mereka jadi tanpa perlu mereka mengantre.

"Welkom bij Keukenhof, The Tulips Garden!" Ujar Bhima sambil merentangkan tangannya seperti tour guide profesional.

Jasmine hanya bisa tertawa dan geleng kepala melihat kelakuan ajaib Bhima. "Kamu memang cocok jadi pemandu wisata, Mas"

"Eits, don't get me wrong. Tiap keluargaku liburan ke Belanda, mereka pasti selalu ingin ke sini" jelas Bhima.

"Then show me" tantangnya.

"Sure!"

Mereka akhirnya berkeliling taman itu dengan rute sepanjang 5 kilo meter dengan berjalan kaki. "Ramai ya...."

"Yaa, musim liburan, Jas. Justru ini yang di cari orang-orang di sini, yaitu Matahari"

"Indah banget ya, Mas" ujar Jasmine, matanya berbinar memandang hamparan bunga tulip yang luas di depan matanya. Bhima hanya menanggapinya dengan senyuman.

Lelah berkeliling, akhirnya mereka duduk di kafe salah sati paviliun yang memang di sediakan setiap paviliunnya. "Hhh, capek ya, Jas?"

"Lumayan Mas..., lima kilo kita jalan muterin taman ini" sahut Jasmine sambil tersenyum simpul.

Mereka memesan minuman dingin untuk meredakan haus dan beberapa makanan kecil sebelum menyudahi trip mereka hari ini.

"Jas, can we have a serious talk?"

"Sure. Go a head"

Bhima menarik nafasnya sebelum berbicara. "Jasmine, jika ada laki-laki yang melamarmu sekarang atau datang ke orang taumu nanti, apa yang akan kamu lakuin? Setujukah atau..., menolak?"

Jasmine tampak diam dan berpikir. "Jujur mas, aku pernah bilang ke ibuk dan ayah di jakarta jikalau memang ada dan ibu-ayah sreg dengan lelaki itu. Kenapa tidak untuk di sandingkan dengan saya? Begitupun sebaliknya. Emm..., emang ada apa ya, Mas Bhima tanya begitu ke Jasmine?"

"Kalau saya yang melamar kamu bagaimana?" Tanyanya to the point membuat Jasmine terhenyak.

"La..., lamar mas?"

"Ya...."

"Mas nggak lagi becanda kan?"

"Nggak, saya serius Aruna Jasmine Kusuma" ujar Bhima. Ia memang sedang tidak main-main hingga membuat Jasmine terperangah. "Tapi kalau kamu belum bisa jawab sekarang nggak apa-apa kok Jasmine. Mas tahu ini sepertinya lancang, tapi inilah perasaan Mas ke kamu" jelas Bhima.

Jasmine tersenyum penuh arti. "Terimakasih sudah menyatakan perasaan Mas ke saya. Tapi maaf Mas, aku belum bisa kasih jawaban kalau belum lihat keseriusan mas untuk ketemu sama ibu dan ayah di Jakarta nanti ketika Mas pulang, kalau mas udah lakukan itu, dan orang tua mas juga saya setuju, saya akan berikan jawaban yang terbaik buat mas...." Jawab Jasmine mantap memberi Bhima tantangan.

"Mas sanggup. Nanti Mas akan kunjungi orang tua kamu ketika mas pulang nanti" sahut Bhima tak kalah mantap.

"Ku tunggu jawabannya, Mas"

Tbc------

💕💕💕

Ciaaaaa..., ada yang di tembakkk... Straight to the point 😍😍😍
Duhhh Gusti Nu Agung masih ada yang gini gak? 😂😂

Kira-kira gimana kelanjutannya? Nantikan part 8 weekend ini 😘😘😚😚

Nite

Danke,

Ifa 😘💕🌸🌞

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top