ROOM 54

We only have two arms. It never can't close their mouth one by one who always talking about . Whateverr it right or wrong. Just use that arms for close our ears.
❤️
❤️
❤️
❤️
❤️

Two months later

Sejak semalam Jasmine sudah merasakan tegang pada perutnya namun ia belum sampaikan pada Bhima. Ia takut suaminya itu panik bin repot kalau tahu istirnya seperti itu pukul 3 pagi.

Menurut hasil pemeriksaan terakhir kemarin due date Jasmine memang dalam minggu ini, jenis kelamin si bayi pun sudah diketahui, dia laki-laki. Saat Chika tahu, ia sempat kecewa dengan hasil yang di sebutkan Bundanya saat pulang check up, namun Bhima terus memberi pengertian pada Chika bahwa mau laki-laki ataupun perempuan, sama saja. Yang penting Bunda dan Ayah tetap sayang Chika, takkan ada yang berkurang sedikitpun.

Perut yang sudah besar membuat Jasmine sulit bergerak. Saat ini saja ia masih berada di atas tempat tidurnya, weekend vibes bawaannya mau tiduran terus.

Sambil memiringkan badannya, Jasmine mengelus-elus perutnya yang sejak tadi sedang kencang, Bhima masih belum tahu karena tadi pagi Jasmine terlihat biasa namun saat Bhima pergi ke taman bersama Chika barulah Jasmine kembali merasakan kontraksi.

Jasmine terus mengatur nafasnya sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Berusaha berjalan pelan-pelan dan berhenti sejenak ketika perutnya merasa kencang. "Nak, kalau mau keluar sekarang nggak apa-apa, huuhhfff. Kita ke rumah sakit yaa, tapi tunggu ayah ya," Jasmine berjalan perlahan keluar dari kamarnya yang sudah pindah ke lantai bawah di samping kamar Jihan.

"Mbak? Mau ke mana?" tanya Jihan sambil menggendong Rinjani dan Riana pulas di stroller.

"Nggak ke mana-mana, Ji. Mau duduk aja." Jasmine mendaratkan tubuhnya di sofa, ia duduk di samping Jihan.

"Lagi ngerasain ya, mbak?"

Jasmine mengangguk sambil meremas-remas bantal. "Shhh, mas Bhima mana ya? Kok belum balik?"

"Aku teleponin ya mbak. Mas Bian juga ikut soalnya,"

Jasmine hanya mengangguk saja, tepat setelahnya Mama juga menghampirinya. Jasmine meraih tangan Mama, di genggamnya tangan yang senantiasa membimbingnya erat-erat seraya Mama mengusap punggung tangan Jasmine dan menggumamkan doa agar semua baik-baik saja.

"Sakit mam," pegangannya mengerat, wajahnya penuh peluh dan pucat.

"Mama telepon kan Ibumu ya?"

Jasmine hanya mampu mengangguk sekali lagi lalu melepaskan pegangannya. Kontraksinya menghilang, ia tersengal, sambil mengelus perut besarnya. "Astagfirullah, sakitnya." gumamnya.

Jihan kembali duduk di samping Jasmine, Mama sibuk menelepon orang tua Jasmine agar segera menyusul karena sebentar lagi Bhima pasti akan membawanya ke rumah sakit.

"Mas Bhima lagi jalan ke sini mbak, sabar ya." Jihan mengelus-elus pinggang Jasmine. Ia hanya terdiam saja, air matanya sudah menggenang, ia takut.

Tak berapa lama Bhima sampai di rumah bersama Chika juga Bian. "Yang," Bhima langsung menurunkan Chika dan memeluk Jasmine.

Mendadak Jasmine menangis seketika dipelukan Bhima. "Sakit, mas, sakit." tangisnya pecah, Chika termangu melihat Bundanya.

"Iya sakit, dari kapan begini?"

"Jam 3 pagi, tapi timbul tenggelam ini yang paling kenceng. Ke rs aja yuk," isaknya.

Bhima mengangguk lalu menuju kamarnya dan mengambil tas yang sudah di siapkan dari jauh hari sebelumnya.

"Kakak di rumah ya," ujar Jasmine sambil mengusap wajah putri kecilnya itu.

"Iya, bunda pulang ya." pintanya, Jasmine mengangguk lalu mencium wajah Chika.

"Doain bunda ya, nanti kakak ke rs kalau adek udah keluar ya."

Chika mengangguk sekali lagi lalu memeluk Bundanya sebelum berangkat ke rumah sakit bersama Ayah dan Oma. Wajah Chika nampak menahan tangis saat mobil Ayah menjauh dari rumah.

"Kakak masuk yuk," ajak Jihan.

"Bunda."

Jihan mensejajarkan tubuhnya dengan Chika. "Bunda nggak apa-apa, kakak doa aja ya semoga bunda sama dedek bayi baik-baik aja. Nanti kita ke sana ya, kalau adeknya udah lahir." Jihan merapikan rambut Chika yang keluar dari kerudungnya.

Chika hanya mengangguk dan terdiam sampai Bian datang menggendongnya hingga Chika pulas tertidur. "Kasian, pasti khawatir banget dia." ujar Bian sambil menidurkan Chika tertidur sambil menangis.

"Iya," Jihan mengusap punggung Chika perlahan. Ia juga pasti khawatir bila ada di posisi Chika saat ini.

❤️❤️❤️❤️

Jasmine tak henti beristighfar sambil tetap menggenggam tangan Mama yang duduk di sampingnya sementara Bhima menyetir, berusaha secepat mungkin sampai di rumah sakit karena lalu lantas Jakarta sepagi ini mulai padat di setiap pemberhentian lampu merah.

"Nghhh, sakit!"

"Sabar ya yang, ini udah mau sampai. Sebentar ya," ujar Bhima sambil tetap fokus menyetir sampai di depan lobby rumah sakit, ia menurunkan Jasmine bersama Mama dulu.

Jasmine terus mengerang kesakitan sampai Bhima datang setelah mengurus semua administrasi. Oksigen bahkan sudah terpasang di hidung Jasmine, Suster juga baru selesai mengecek keadaan Jasmine. "Mas, aku takut." lirihnya sambil memeluk Bhima.

"I'm here. Don't worry," 

Jasmine masih saja menangis di pelukan Bhima. Sejak tadi kontraksinya tak henti menghantam sampai dokter yang menangani Jasmine datang dan langsung mengecek bukaan. "Semuanya bagus ya, bukaannya sudah sampai di lima. Pasti ini dari pagi tapi nggak di rasa ya?" tanya dr. Celine.

"Udah dari jam 3 pagi, dok." sahut Bhima, Jasmine hanya menatap Bhima saja, ia tak kuat sudah menjawab.

"Ya sudah, saya akan pantau terus sampai bukaannya lengkap. Segera di pindah ke kamar ya, sus." perintahnya pada Suster di sampingnya.

"Baik dok,"

Jasmine segera pindah ke ruang rawat, Ibu dan Ayah juga sudah datang, mereka menunggu di luar tadi bersama Mama. Mereka ikut masuk ke dalam lift bersama bed Jasmine.

Begitu sampai di ruang rawat, tangis Jasmine kembali pecah dipelukan Ibunya. "Maafin Una, buk. Ternyata sakitnya begini, maafin Una kalau Una belum bisa bahagiakan Ibuk sama Ayah." isaknya.

"Unaaa, udah. Una jangan nangis ya, sekarang Una fokus aja biar jagoan ibuk cepet lahir, kamu jangan nangis, jangan stress, ibuk tahu sakit memang. Tapi jangan sampai sakitmu ini mengalahkan semangat buat ketemu jagoan, ya." Ibuk merapikan kerudung Jasmine yang sudah tak beraturan.

Jasmine hanya mengangguk saja, sambil sesekali terisak sambil mengelus perutnya. "Yang pinter ya dek," ujarnya.

❤️❤️❤️❤️❤️

Beberapa jam kemudian

Bukaan sudah sempurna, Jasmine sedang berusaha mengejan sekuat tenaganya. Keringat terus luruh dari sekujur tubuhnya, tangannya tak lepas dari Bhima di sampingnya yang mendampingi.

"Mas, nggak kuat. Sakit!!!" pekiknya membuat Bhima kaget, baru kali ini Jasmine teriak seperti itu.

"Iyaaa, bisa sayang bisa. Aarghhh!!" Bhima mengaduh, tangannya di remas Jasmine sangat erat. Tapi biarlah, rasa sakitnya tak seberapa dari apa yang Jasmine rasakan sekarang.

"Ayo, lagi ya bu Jasmine. Rambutnya udah kelihatan nih, yang kuat ya ngejannya." ujar dr. Celine menyemangati Jasmine.

Jasmine kembali mengejan kuat-kuat, wajahnya memerah, pegangannya makin kuat, Bhima terus membisikkannya semangat sampai akhirnya kepala bayi keluar sempurna. Jasmine bisa bernapas lega sebentar, hingga di kontraksi selanjutnya bayi keluar dengan sempurna dengan tangis kencang memenuhi ruangan ini.

"Alhamdulillah...." Jasmine mengembuskan napasnya lega dan tersengal-sengal.

"Selamat ya Ibu Jasmine, anaknya laki-laki, sempurna." ucap dr. Celine lalu merebahkan bayi laki-laki yang sudah di tunggu kehadirannya selama ini.

Jasmine memeluk si kecil, ia menangis terharu sambil Bhima menciuminya. Tangis si bayi juga perlahan berhenti, ia sudah merasa nyaman saat berada dalam dekap Bundanya saat ini. "Assalamualaikum anak bunda, selamat datang sayang." isak Jasmine tak tertahankan.

"Makasi sayang, makasi." Bhima kembali mengecupi wajah istrinya itu, mengusap kepala anak lelakinya berulang kali.

"Dipotong dulu tali pusatnya, pak." pinta Suster, Bhima segera memotong bagian yang sudah di jepit itu dengan hati-hati lalu bayinya dibawa untuk dibersihkan, lalu Bhima mengadzaninya.

Jasmine tak mampu lagi menahan harunya saat melihat Bhima akhirnya menggendong Bayi yang selama ini mereka nantikan lalu mengadzani kedua telinga anak mereka itu.

Sebuah nama sudah disiapkan Jasmine dan Bhima begitu tahu anak mereka adalah laki-laki. Bayi tampan itu kembali ke dekapan Bundanya, setelah keduanya selesai dibersihkan.

Jasmine menatapa mata bulat yang terbuka seolah menatapnya. Tangan mungil yang menggenggam jemari telunjuknya seolah paham bahwa ini adalah Bundanya, wujud Bunda yang sesungguhnya, yang membawanya kemana-mana, yang begitu sabar menunggu kehadirannya.

Mata besar itu seperti berbicara. "Bunda, aku sudah di sini. Bunda jangan sedih lagi,"

Jasmine mengecup kening bayinya. Ia tersenyum menatap Bhima, perjuangan mereka tak sia-sia, bukti cinta mereka telah lahir ke dunia.

"Abidzar Khairil Abhimata," ujar Jasmine. Bhima mengangguk.

"Idzar, jadi anak yang sholeh ya nak. Sayang ayah, bunda dan kakak Chika ya, nanti kakak ke sini tengok Dek Idzar." Bhima mengecup kening Abidzar lalu Jasmine.

Tak henti Bhima mengucap syukur atas kelahiran putranya ini. Tak sia-sia semua perjuangan yang dilakukannya bersama Jasmine. Allah sayang makanya Allah menguji, Allah menguji maka Ia akan memberikan nikmat yang sebanding pula.

"Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas" (QS 2:212)

❤️❤️❤️❤️❤️

Kanika sedang berjalan menelusuri koridor rumah sakit tempat Jasmine melahirkan. Ia di telepon Mama sesaat setelah Abidzar lahir. Kani baru saja menyelesaikan shiftnya dan menyambut weekend ini dengan ceria.

Ia segera membuka pintu kamar rawat Jasmine. "Assalamualaikum," ucapnya, di sana sudah ramai orang, bahkan krucils pun ikut datang menyambut kedatangan sepupu baru mereka.

Kanika menyapa Jasmine dan memberinya selamat, Abidzar sedang di gendong Utinya yang duduk di sofa bersama Chika. "Chika nggak rewel kan, mbak?" tanya Kanika.

"Nggak, tadi dia langsung nangis begitu ketemu mbak. Dia tanya sakit nggak, adek nakal ya? Mbak jelasin lagi pelan-pelan, Alhamdulillah akhirnya Chika ngerti kalau memang Allah kasihnya adik laki-laki. Ehhh, Ayahnya langsung rencanain momongan kedua, baby program cewek katanya," jelas Jasmine sambil mendelik ke arah Bhima yang cengar-cengir tanpa dosa.

"Hahahaha parah mas, jahitan belum kering udah mau program lagi. Jangan dengerin mbak, sableng emang. Dia aja suruh hamil." kelakar Kani, semuanya ikut tertawa.

"Mbak juga maunya gitu, biar dia ngerasain hahahah."

Tawa mereka terhenti ketika pintu kembali terketuk, ada tamu lagi. Bhima segera membuka pintu dan menyambut tamu tersebut.

Deg.

Dia.

Mata Kanika lantas segera menatap ke arah lain. Lelaki itu, dia, dokter spesialis bedah yang PPDS di KMC, kan?

"Kok kenal mas Bhima?" batin Kani. "Aahh begookk!! Dia kan temen kuliahnya mas Bhima waktu di Belanda!! Ya jelas kenal lah!!"

Kanika tak tahu namanya, ia hanya tahu bahwa dokter tampan yang tengah berbincang dengan Bhima itu adalah dokter di KMC.

"Oh iya, bro. Gue tahu, KMC itu luas dan pasti lo lupa kan, Kenalin, ini adik gue, Kanika. Inget nggak?" ujar Bhima, Kanika mendadak salah tingkah.

"Aduh, apasih ini!" teriak batin Kani.

Lelaki itu mengulurkan tangannya. "Genta," ucapnya. Namun Kani bergeming tak menyambut uluran tangan itu.

Ia malah menangkupkan kedua tangannya ke arah dadanya. "Kanika, maaf bukan muhrim." ia tersenyum kecil lalu merendahkan pandangannya.

Genta mengulum senyumnya lalu menarik tangannya kembali. "Oh maaf kalau gitu. Kamu bidan asistennya dr. Nadia kan?"

Kanika hanya mengangguk. Ia malu, pipinya pasti sudah bersemu merah, berusaha mengalihkan, ia melipir ke sofa dan bermain dengan Double R yang juga turut datang ke sana.

Jasmine memperhatikan Kanika yang mendadak salah tingkah saat diajak bicara barusan. Ia tahu, adik iparnya tengah jatuh cinta saat ini, ia juga tahu bahwa Kanika belum lagi mencari pendamping karena ia takut statusnya di keluarga Prayuda akan jadi masalah. Jasmine mengulum senyumnya lalu kembali menggendong Abidzar.

"Lucu ya, bro. Cepet banget nggak berasa tahu-tahu lo udah punya anak aja." ujar Genta.

"Hahaha, Alhamdulillah. Lo kapan nih nyusul gue?" kelakar Bhima, Genta tergelak.

"Sabar bro, udah ada inceran gue. Nanti gue kasih tahu siapa dia," ucapnya sambil melirik ke arah Kanika yang tengah sibuk menggoda Riana di gendongannya.

Suara tangis Abidzar mengalihkan semuanya, ia haus. Para lelaki di ruangan ini di minta keluar sementara Jasmine menyusui Abidzar di dekapannya.

Selamat datang malaikat kecil, kehadiranmu begitu di tunggu, kehadiranmu membawa serta doa semua orang yang mengharapkan kehadiranmu segera.

Selamat datang Abidzar Khairil Abhimata, semoga hadirmu membawa warna baru dalam kehidupan Bunda dan Ayahmu.

-END-

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Hwallaawwhhhh momsye's back!!! Akhirnyaaaa 😁😁😁 Sesuai target, sebelum puasa cerita ini akan tamat dan lanjut ke cerita baru, kodenha udah di kasih lho 😂😂 jangan kroyok Sye yaaa.. pasti ada epilog kok setelah ini tapi gak tau kapan yaaa 😘😘😘

Selamat buat Mas Bhima dan Mbak Jasmine, akhirnya dedek bayi ganteng lahir yeayy 😘😘😘🎊🎊🎊

#dahgituaja

#awastypo

Danke,

Ifa ❤️

Mulmed: Virgoun-BUKTI

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top