ROOM 49
Take my hand
Will you share this with me?
'Cause darling without you
All the shine of a thousand spotlights
All the stars we steal from the nightsky
Will never be enough
Never be enough
Towers of gold are still too little
These hands could hold the world but it'll
Never be enough
Never be enough
Loren Allred- Never Enough
______________________
Sejatinya semua yang terjadi adalah kehendakNya. Begitu pula semua hal yang terjadi pada keluarga kecil ini, mereka masih menanti kehadiran si kecil yang akan bersemayam di dalam rahim Jasmine selama 9 bulan ke depan.
Doa serta usaha tak pernah putus mereka kumandangkan ketika bersujud padaNya. Memohon agar segalanya diberi kemudahan, tak ada lagi kendala seperti yang kemarin-kemarin.
Cukuplah menjadi pelajaran bagi keduanya agar saling mengerti dan mendengarkan satu sama lainnya. Tak ada yang membantah ataupun berargumen, karena semua yang Bhima lakukan itu untuk kebaikan Jasmine.
Seperti pagi sebelumnya, Jasmine sedang menyiapkan keperluannya juga Bhima saat tiba-tiba ada tangan mungil melingkar di perutnya. Jasmine tersenyum saat tahu siapa yang memeluknya seperti ini, yang jelas bukan Bhima.
"Bundaaa," panggilnya manja.
"Iya nak? Kakak udah siap?" sahut Jasmine lalu membalik tubuhnya dan mendapati sang putri masih mengenakan piyama winnie the pooh nya.
"Kakak, kan libur, bunda. Kelas 6 ujian." jawabnya lalu menguap.
"Masa? Sebentar bunda cek," Jasmine membuka grup whatsapp berisi ibu-ibu wali murid dan wali kelas mereka. "Eh iya. Bunda nggak ngeh,"
"Bunda di rumah aja," rengeknya lagi lalu memeluk Bundanya. "Bunda libur aja,"
"Lho, nggak bisa sayang," tolak Jasmine halus lalu melepaskan pelukan Chika dan menatapnya.
"Nghhh... Kenapaa?"
"Kan bunda harus praktik,"
Raut wajah Chika kembali memberengut sebal, lalu melepaskan genggaman tangan Bundanya. "Hmmm, ya udah." lalu keluar dari dalam kamar Bundanya.
"Lho, kakak..." namun panggilannya tak di indahkan, Chika malah makin cepat meninggalkan kamar. Inilah dilema terbesarnya saat Chika libur sekolah, ia tak bisa seenaknya ikut libur juga. Dilema ibu bekerja yang tak bisa menemani anaknya di rumah.
Chika memilih ke kandang kelinci-kelincinya di halaman belakang lalu melepaskan mereka dan berkeliaran di halaman dengan bebas.
"Main yuk sama aku," Chika mengangkat Chiki ke gendongannya sambil di beri wortel sekalian dan Chiko berlarian di rumput.
"Kakak, mandi dulu yuk. Habis itu sarapan," ajak Jasmine sambil menghampiri Chika yang masih di dekat kandang si kelinci namun Chika diam saja tak menggubris.
"Kak? Kakak bunda manggil lho, kok nggak di jawab?" ulang Jasmine sekali lagi, Chika menoleh namun cemberut lalu geleng kepala.
"..Mandi yuk?" Jasmine mengajaknya sekali lagi, namun Chika kekeuh geleng kepala. Jasmine lalu ikut berjongkok di sebelah Chika dan mengelus rambut Chika yang tergerai. "Katanya, Chika mau ikut bunda kerja? Mumpung kakak libur kan," rayunya, Chika pernah minta ikut Jasmine kerja dan Jasmine janji kalau Chika libur, ia boleh ikut.
"Emang boleh?" gumamnya tanpa menatap Bundanya.
"Boleh tapi nanti main di day care ya sama adek Zie,"
"Ya udah,"
"Yuk! Ayo mandi. Jangan cemberutnya dulu dong," Jasmine membawa Chika berdiri dan mengusap pipinya, Chika tersenyum. "Ini baru anak bunda," satu ciuman mendarat di kening Chika lalu Jasmine membawanya masuk dan mandi.
💕💕💕
"Kamu nggak make up ya yang?" tanya Bhima begitu mobilnya sudah keluar dari komplek.
"Make up kok. Kenapa?" Jasmine malah membalik pertanyaannya. Seingatnya tadi ia make up seperti biasanya.
"Pucet. Kamu nggak apa-apa kan?"
"Hah?" Jasmine segera mengeluarkan kaca kecil dari dalam tasnya dan mematut kembali wajahnya. Ya. Memang agak sedikit pucat.
"Pucet mukanya. Serius,"
"Aku nggak apa-apa, mas."
"Heum, yawes. Mataku yang error kayaknya."
Sepanjang perjalanan pagi ini di penuhi dengan pertanyaan-pertanyaan Chika seputar ada siapa saja di daycare, apa ada anak seusia dengannya atau hanya bayi-bayu seusia Kenzie saja.
Sampai di depan lobby, mereka berdua lantas pamit dan segera turun dari dalam mobil. Keduanya berjalan masuk langsung ke arah poli umum 2, di sana sudah ramai beberapa suster dan koas, Jasmine akan mengenalkan Chika setelah ini.
"Assalamualaikum," ucap Jasmine.
"Wa'alaikumsalam. Pagi dok,"
"Pagi,"
"Waahh, siapa ini? Cantik," suster Fitri langsung menghampiri Chika yang masih malu-malu.
"Ini Chika tante. Ayo kakak salim," perintah Jasmine, Chika langsung menyalami semua orang yang ada di dalan ruangan itu satu-persatu.
Jasmine meletakkan tasnya di meja kerja sambil memperhatikan Chika yang langsung di ajak ngobrol anak-anak koas. Mereka gemas dengan Chika yang masih saja malu.
"Kakak duduk situ ya. Nanti kalau udah ramai kita ke daycare." ujar Jasmine sambil memakai snellinya, Chika mengangguk menatap Bundanya yang sudah semakin cantik saat snellinya sudah melekat pas di tubuh rampingnya.
Chika terpesona dan memperhatikan semua gerak gerik Bundanya.
"Udah ada pasien, sus?" tanya Jasmine saat kembali duduk di kursinya.
"Ada. Ini dok," Suster Fitri langsung memberikan beberapa medical record yang masih sedikit itu.
"Ya udah panggilin aja biar nggak numpuk," perintah Jasmine kemudian.
"Siap dok,"
Pasien mulai di panggil satu persatu, Chika masih diam memperhatikan Bundanya bekerja melayani pasien-pasiennya. Matanya berbinar tak lepas memandang Bunda, kekaguman nampak di sana.
Saat sudah kembali sepi, Chika menghampiri Bundanya di meja kerja. Ia lalu duduk di pangkuan Bunda sambil memainkan salah satu alat yang tergeletak di meja.
"Bundaa,"
"Iya kak?"
"Ini alat apa? Ada pompanya?"
"Itu yang biasanya untuk ukur tekanan darah kak. Kakak pernah kan dipakein itu sama Ayah?"
"Ooohh yang dipakai di lengan itu yaa?"
"Iyaa. Inget nggak?"
"Inget bunda. Waktu kakak sakit," sahutnya ceria. Jasmine memeluk Chika hangat, duh, apa tega anak secerdas ini harus punya masa lalu yang pahit untuk di embannya saat usianya masih sekecil ini.
"Kita ke daycare, yuk. Adek Zie harusnya udah di sana," ajaknya, Chika mengangguk senang.
Mereka keluar dari Poli menuju daycare di sudut ruangan lantai satu ini. Daycare yang tetutup dengan kaca-kaca, serta nyaman untuk bermain, biasanya ada beberapa anak dari dokter yang bekerja di sini dan kebanyakan adalag bayi-bayi yang masih butuh asi atau bahkan batita yang belun sekolah.
"Zieeee," pekik Chika begitu melihat Kenzie sedang menyusu pada Mommynya.
"Mbak Chika. Sini sayang," Aliya memeluk Chika dan menciumnya. "Sayang, libur ya?"
"Iya mom, Chika libur makanya ikut deh ke sini. Abang nanti kesini nggak mom?"
"Kayaknya nggak, soalnya abang lagi fieldtrip ke Kidzania dari sekolah, nanti langsung pulang deh."
"Yaahh, padahal pengin main. Tapi nggak apa-apa deh, ada Kenzie." jawabnya lalu mencium Kenzie yang nampak kegelian.
"Kakakakk,ahaahahaa.." tawanya saat Chika menciuminya.
"Mbak Al belum ke poli?" tanya Jasmine yang baru bergabung, ia baru selesai mengisi data Chika di depan tadi.
"Udah, ini lagi sepi dulu makanya bisa nyusuin Zie. Poli umum sepi?"
"Iya mbak. Makanya langsung buru-buru ilang deh sebentar, nitip Chika di sini nanti balik poli lagi," sahut Jasmine.
Aliya memperhatikan adik iparnya ini, seperti ada yang lain. Tapi apa ya? Wajahnya memang nampak sedikit pucat, ah, tapi Aliya tak mau berspekulasi, mungkin efek make up saja jadinya agak sedikit pucat begitu.
"Kakak di sini yaa, bunda tinggal." Jasmine mengecup kening Chika sekali lagi sebelum kembali ke poli.
"Iya bunda, kakak disini sama Zie," sahut Chika.
Lalu Aliya juga ikut meninggalkan daycare dan membiarkan kedua adik-kakak itu bermain di sini. Sebelum ia melangkah pergi keluar, dari jauh ia tatap Chika, semoga Amanda bisa memperjuangkan hak asuh atas Chika untuk Jasmine dan Bhima. Ia tak ingin lagi setelah ini Chika harus kembali ke panti atau terburuknya ia di asuh oleh orang lain. Cukup Jasmine dan Bhima saja.
💕💕💕💕💕
Hari semakin siang, Jasmine mulai merasakan mual dan pening kepala. Sepertinya efek belum makan siang, ia lirik jam dinding, sudah setengah satu rupanya. Pantas saja.
Poli sudah sepi sekali, kalau sudah seperti ini lebih baik Jasmine pulang saja. Tapi Jasmine tak bisa begitu saja meninggalkan Poli, biasanya setelah makan siang akan ada satu atau bahkan lima pasien yang menunggu di depan.
Pupus sudah harapan pulang cepat. Fufu.
Jasmine keluar dan mengunci polinya, ia akan ke daycare mengambil Chika dan mengajaknya makan siang. Ia lihat di sana Chika sedang sendirian main lego di meja, di lirik di sudut lain ada Suster sedang menidurkan Kenzie.
"Hmm, adeknya bobok. Pantas," gumamnya sambil berjalan menghampiri Chika.
"Kakak, makan yuk."
"Iya bunda," Chika langsung meninggalkan mainannya, ia tampak bosan, lebih baik Chika di ruangannya saja setelah ini.
Sampai di kantin, mereka lalu makan dan membeli beberapa snack untuk Chika dan dimakan nanti. Kepala Jasmine makin berdenyut tak karuan, ingin pulang saja kalau sudah seperti ini.
"Kak, habis ini ke ruangan bunda aja ya?"
Chika hanya mengangguk sambil terus mengunyah makanannya. Ia tak sadar kalau Bundanya tengah pening kepala, baguslah, daripada nanti ia sadar dan Chika biasanya jadi panik sendiri kalau Bundanya sakit.
"Nih hape bunda kalau kakak buat main," Jasmine menyodorkan ponselnya pada Chika.
"Kakak nggak ngerti. Ajarin," ujarnya polos. Chika memang tidak pernah di biasakan untuk memegang gawai oleh Bhima, jadi wajar bila saat ini ia tidak paham bagaimana menggunakannya.
"Loh kan biasanya main?"
"Nggak bunda. Abang kali, ayah, kan, nhgak pernah kasih kakak main sendiri pake hape. Katanya nggak bagus, nanti matanya kayak mamas, pakai kacamata," jelasnya menolak ponsel sang Bunda.
Hati Jasmine menghangat seketika. Di saat anak-anak seusia Chika ini hobinya main gawai, gaming dan lain sebagainya, tapi Chika tidak dan Jasmine bersyukur akan hal itu, jadi Chika tidan dewasa sebelum waktunya seperti anak lain kebanyakan. Ia tahu, di tas Chika ada beberapa buku bacaan yang memang dibawanya tadi dari rumah.
Chika membuka tasnya dan mengeluarkan buku bacaannya. Snow White and Seven Dwarfs lalu duduk di sofa dengan anteng. Sesekali Jasmine memperhatikan sambil menyalin beberapa berkas yang harus dikerjakannya sampai Chika akhirnya tertidur dengan memeluk buku yang di bacanya.
"Uuukkk," Jasmine reflek menutup mulutnya dan lari ke toilet, keluar semua makan siangnya hari ini. Sampai rasanya lemas begitu kembali ke mejanya.
"Dok, nggak apa-apa?" tanya Suster Fitri khawatir.
"Nggak apa-apa. Kayaknya asam lambung saya naik. Masih ada pasien kah?"
"Nggak ada dok. Sepi. Dokter pulang aja, udah jam segini juga biasanya kan nggak ada. Kalau pun ada pasti ke UGD."
"Iya sih, ya udah saya pulang aja." Jasmine akhirnya memutuskan untuk pulang. Tak lama Chika bangun dari tidur siangnya dan merengek juga minta pulang.
Jasmine segera beres-beres sambil menunggu Chika kembali nyambung nyawanya. Mereka pamit pulang setelah taksi online yang di pesan sudah datang dan menunggu di lobby.
Perjalanan hanya memakan waktu sekitar 30menit karena tidak macet dan cukup sepi di waktu siang hari yang panas seperti ini. Sampai di rumah, Chika langsunh minta mandi karena gerah, Jasmine membiarkan Chika mandi sendiri seperti biasa dan ia bisa merebahkan tubuhnya di kasur.
Hhhh, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?
Jasmine segera terpejam dengan pakaian kerjanya yang belum di ganti. Ia kadung lelah dan matanya mengantuk sangat, belum lima menit rebahan, ia sudah pulas masuk ke alam mimpi.
Hingga menjelang sore hari dan Bhima pulang, Jasmine masih tertidur, ia lelah sekali sepertinya. Chika tadi sedang main dengan kelincinya saat Bhima pulang.
Bhima langsung naik ke kamarnya dan benar saja, Jasmine masih pulas. Ia mengecup kening Jasmine, niatnya tak ingin membuat istrinya itu terbangun, tapi sepertinya radar Jasmine tajam dan tahu siapa yang mengecupnya jadi ia seketika terbangun.
"Capek banget ya?" tanya Bhima saat Jasmine masih mengerjapkan matanya dan mengangguk.
"Uuukkk," Jasmine menutup mulutnya lagi.
"Hmm. Yang, kamu daritadi mual terus, yakin nggak apa-apa?"
Jasmine mengangguk namun matanya tetap terpejam. Bhima semakin curiga, ini pasti bukan masuk angin, ia langsung membuka salah satu aplikasi di ponsel Jasmine.
Bhima mengerutkan dahinya, ia tak lagi kaget dengan apa yang terlihat jelas di depan matanya. Jasmine belum haid sama sekali bulan ini.
"Yang, ini udah lewat dari dua minggu." ujar Bhima sambil meletakkan ponsel Jasmine.
"Aku nggak mau ngecek," gumamnya.
Bhima hanya bisa menghela napasnya berat saat Jasmine menolak untuk mengecek dengan testpack padahal Bhima belum bilang apapun. Bhima pasrah lalu masuk ke kamar mandi, ia butuh berendam di air hangat sepertinya.
💕💕💕💕💕
Sudah masuk waktu maghrib, hari ini Bhima tidak ke masjid. Ia akan sholat bersama Jasmine saja di sini, tadi Jasmine mengeluh pusing saat akan wudhu dan Bhima akhirnya menyuruh Jasmine untuk tayamum saja dan sholat dengan posisi duduk.
"Aku kayak orang sakit keras deh," gerutunya saat Bhima memakaikannya mukena.
"Aku nggak mau kamu jatuh, udah, gini aja ya."
Jasmine terpaksa mengangguk dan Bhima memulai takbir pertamanya.
Selepas sholat, seperti biasa Bhima akan dzikir dan berdoa sebelumnya. Namun sesi itu harus terhenti karena Jasmine kembali muntah-muntah di kamar mandi.
Bhima membawa Jasmine yang lemas menuju tempat tidur mereka. Jasmine mengeratkan pelukannya pada Bhima, ia tak ingin jauh-jauh.
Diam-diam Bhima mengelus perut Jasmine, ia rasa ada yang lain di sana. Atau jangan-jangan dugaannya ini benar?
Bhima bangkit dari posisi tidurnya dan mengambil beberapa benda kecil itu di dalam kotak P3K dalam kamar mandi.
"Kamu cek ya yang," pinta Bhima sambil mengulurkan 3 benda kecil di tangannya itu.
"Hah? Tapi...,"
"Nggak ada tapi,"
"Iya deh," pasrahnya.
Bhima membawa Jasmine ke kamar mandi namun sayang ia tak di perbolehkan masuk. "Mas di luar aja," pintanya pelan.
"Oke,"
Sementara Jasmine sedang menunggu hasil tesnya, Bhima mondar-mandir mirip setrika di depan kamar mandi. Semoga kali ini tidak pupus harapannya.
P
intu kamar mandi terbuka, Jasmine keluar dengan wajah kusut. Perasaan Bhina tak enak.
"Yang, gimana?"
"Mas, ini." Jasmine menyodorkan benda-benda itu, Bhima mengambilnya dan...
Mata Bhima berbinar seketika. Dua garis merah mempertegas kebahagiannya, lalu ia memeluk Jasmine dengan erat dan menghujami wajah istrinya dengan ciuman manis di setiap sudut.
"Alhamdulillah..Alhamdulilah.." ucap Bhima, keduanya menangis bahagia dalam pelukan hangat itu.
"Alhamdulillah. Alhamdulillah, Ya Allah terimakasih ya Allah," ulangnya berkali-kali. Rasa ini bahagia seperti waktu pertama kali.
"Dijaga ya yang," pesan Bhima pada Jasmine yang masih menangis haru tak percaya.
Bhima mengelus perut Jasmine, belaian itu terasa hangat, Jasmine semakin menangis tak karuan. Bhima menunduk sampai kepalanya bertemu perut Jasmine.
"Assalamualaikum. Anak ayah. Sayang, sehat-sehat di dalam perut bunda ya sayang ya," ucap Bhima terisak.
"Waalaikumsalam ayah, aamiin, sehat insha Allah..."
Jasmine mengelus kepala Bhima yang masih memeluk perutnya. Bahagia tak terhingga kini di rasakannya lagi, semoga takkan ada lagi terulang kejadian yang lalu hingga membuat dirinya terpuruk. Semoga kali ini Allah benar-benar mempercayainya, kehadirannya begitu ditunggu, semoga setelah ini kebahagian terus menghampirinya.
💕💕💕💕💕
Hwallaawwhhhh momsye's back sayaaanngggg 😍😍😍😘😘😘😘😘
Alhamdulillah mbak Jas isi lagi 😭😭😭 Sye sampe terhura.. fufufu 😭😭😭
Silakan ramaikan lapak ini dengan ucapan selamat dan doa kalian yaaa... Ramaikan, Sye tunggu komen dan votenya.
#dahgituaja
#awastypo
#SalamSnelli
Danke,
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top