ROOM 48

Ponsel Jasmine bergetar, layarnya berkedip Emergency Call.

"Pagi," sapa Jasmine di ujung telepon

"...."

"Jaga jam berapa sus?"

"...."

"Ya udah. Sebentar lagi saya ke sana ya."

Klik.

Jasmine mendesah pasrah. Weekend nya harus sedikit terganggu dengan jadwal jaga dadakan menggantikan temannya yang anaknya sakit.

Yap, Jasmine sudah kembali ke aktifitasnya semula. Hubungannya dengan Bhima juga sudah sangat membaik.

Ini hari sabtu, masih pagi dan harusnya ia menemani Chika ekskul renang hari ini. Jasmine jadi bimbang, tapi ia sudah terlanjur mengiyakan permintaan Suster saat tadi di telepon.

"Mas, aku jaga. Tadi di telepon, gantikan dr. Dian anaknya sakit." ucapnya begitu Bhima keluar dari kamar mandi.

"Ya udah, nggak apa-apa. Nanti Chika sama mas. Kamu berangkat aja ya," sahut Bhima menepuk pelan kepala Jasmine.

Jasmine mengangguk lalu keluar dari kamarnya lalu ke kamar Chika. Pintu kamar Chika terbuka, dia sedang memasukkan pakaian renang dan pakaian ganti juga handuk dan peralatan mandi. Jasmine tersenyum melihatnya, Chika sudah bisa mandiri di usianya yang akan menginjak 8 tahun.

"Kak," panggilnya.

"Iya bunda??" sahutnya.

Ah, mata besar itu berbinar. Jasmine jadi tak tega. Jasmine masuk ke dalam dan duduk di tepi kasur.

"..bunda jadi ikut, kan?" tanyanya masih bersemangat.

"Kakak sama Ayah aja ya? Bunda jaga kak, maaf ya." ujarnya menyesal.

Raut wajah Chika seketika berubah, langsung cemberut begitu mendengar ucapan Bundanya. Lalu ia hanya diam. Sedetik kemudian ia buka lagi koper mininya, ia rapikan kembali isinya dan di kembalikan ke lemari.

"Kak, kok dirapikan lagi?" tanya Jasmine heran. Chika masih diam. "Kan sama ayah kak?"

"Nggak mau!" Chika keluar dari kamarnya, ia hanya ingin Bundanya. Itu saja.

"Yang, kenapa?" Bhima muncul setelah mendengar suara Chika.

"Nggak mau renang, tuh lihat. Isi tasnya dimasukkin lagi ke lemarinya," tunjuk Jasmine ke arah koper mini yang masih tergeletak di atas kasur.

"Udah kamu berangkat sana. Biar Chika sama aku, biar aja dia nggak mau ekskul. Nanti sore aku ajak dia jemput kamu deh,"

"Tapi---"

"Udah, kamu berangkat." ujarnya lagi memberi izin.

"Iya deh." setengah hati Jasmine menyeret tubuhnya menuju kamar dan segera berganti baju kerjanya.

Kemeja biru polos, pashmina putih yang membalut kepalanya serta celana panjang hitam menutupi kaki jenjangnya. Jasmine keluar dari kamarnya lalu menyampirkan snelli di lengan kiri dan kanannya menenteng tas.

Ia menuju halaman belakang, terlihat jelas Bhima sedang membujuk Chika yang masih bersidekap tangan dan cemberut tak ingin Bundanya pergi jaga ke UGD.

Jasmine lantas menghampiri putrinya, ia paham ini hari libur, biasa mereka pasti setelah ini mengunjungi Yangti dan Yangkung di Cilandak. Namun mau tak mau Jasmine harus jaga hari ini dan membatalkan semua janjinya dengan Chika.

"Kak, bunda pergi dulu, ya?" pamit Jasmine lalu mengecup kepala putrinya. Namun si kecil enggan salim.

Jasmine pasrah kalau akhirnya Chika akan ngambek begini. Nanti ia akan jelaskan betapa profesinya ini sangat tak menentu waktu, dijelaskan pelan-pelan pasti Chika akan mengerti.

Ia lalu pamit pada Bhima dan mengisyaratkan untuk terus membujuk Chika dan membawa serta Chika untuk menjemput dirinya sore nanti.

Chika hanya bisa menatap nanar punggung Bundanya yang kian menjauh berjalan menuju teras depan. Chika tak masalah kali ini absen ekskul renangnya kosong, ia hanya ingin Bundanya sekarang.

Senin sampai Jumat, Jasmine dan Bhima sibuk di rumah sakit. Jasmine berusaha pulang lebih awal ketika poli mulai sepi, sementara Bhima, ia baru saja memulai residensinya di rumah sakit swasta lainnya yang di tentukan kampusnya. Rumah Sakit Pusat Pertamina di tengah kota sana, yang otomatis membuat Bhima juga jarang bertemu dengan Jasmine dan Chika.

"Chika mau ke mana?" tanya Bhima begitu Chika bangun dari sampingnya. Chika masih bungkam dan berjalan masuk ke dalam rumah di ikuti Bhima.

"Lhoo, cucu Opa kok cemberut?" ucap Papa begitu melihat Chika duduk di sofa bersamanya.

"Ngambek pap, bundanya pergi jaga." sahut Bhima kemudian.

Papa mengangguk. "Chika main sama Opa dan Ayah aja ya?" tanyanya, Chika menggeleng. "Atau mau renang aja di belakang sama Opa?"

"Emang Opa bisa berenang?" tanya Chika skeptis. Sang Opa malah tertawa mendengar pertanyaan itu.

"Ya bisa dong sayang, yuk kita renang aja. Biarin Bunda kerja dulu ya?"

Chika diam sejenak nampak berpikir sebelum mengiyakan ajakan Opanya itu. Chika akhirnya mengangguk, ia langsung naik ke kamarnya lalu mengganti bajunya dengan setelan renang lengan panjang.

"Ayo opa ayo," ajaknya, Opa sih gampang, nyebur langsung tanpa ganti kebetulan belum mandi.

Mood Chika sepertinya sudah kembali seperti semula, ia terlihat ceria berenang dengan Opa pagi ini bahkan sampai di ajari cara menyelam.

Bhima memperhatikan dari pinggir kolam saja, bersama Mama yang datang dengan camilannya. "Chika itu anaknya perasa, Bhima. Mungkin orang lain bilang apa itu bahasanya sekarang, baper. Tapi menurut mama itu wajar, dia masih kecil, butuh perhatianmu dan Jasmine terlebih atas apa yang menimpanya kemarin itu."

"Iya mam, mas paham. Bantu mas dan Una ya mam," pintu Bhima, Mama mengangguk senang.

💕💕💕💕

Hari sudah sore, jam jaga Jasmine juga sudah selesai. Barusan Bhima meneleponnya dan bilang bahwa ia sudah di jalan bersama Chika akan menjemputnya di rumah sakit.

Lalu sebagai ganti karena hari ini Jasmine kerja, mereka akan membawa Chika jalan-jalan. Terserah mau ke mana, asal Chika tidak badmood lagi.

Bhima sudah sampai di depan lobby, begitu mobil berhenti Jasmine langsung masuk dan duduk di kursi penumpang sementara Chika masih duduk di kursi belakang.

"Hai sayangnya bunda," sapa Jasmine ke Chika setelah mencium tangan Bhima.

"Hmm," sahutnya masih menatap ke jendela.

Jasmine memutar tubuhnya agar leluasa melihat si kecil. "Sini bunda pangku," ujarnya merentangkan kedua tangannya mengangkat Chika.

"Uuuggh berat," Jasmine lantas mendudukan Chika di pangkuannya. Jasmine mengusap kepala Chika, ia masih cemberut.

"Bunda kenapa kerja sih hari sabtu?" protes Chika saat mobil Ayahnya sudah bersentuhan dengan aspal.

"Bunda kerja Sabtu karena gantiin temen bunda sayang. Anaknya sakit, sama kalau Chika sakit bunda juga digantiin," jelas Jasmine berusaha merubah mood putrinya ini.

"Kakak mau ke gramed bunda. Boleh?"

"Tentu boleh dong. Ayah nanti kita ke gramed yaaa,"

Chika mengangguk senang saat Ayah dan Bundanya mengizinkan untuk jajan buku di gramedia. Jasmine masih menciumi wajah Chika, sebenarnya ia juga berat saat pergi tadi wajah Chika manyun cemberut, selama kerja pun yang di pikirannya adalah anaknya ini.

Mereka melipir ke masjid terdekat saat adzan maghrib berkumandang. Setelah memarkirkan mobilnya, mereka bertiga masuk ke dalam masjid.

Jasmine dan Bhima membiasakan Chika untuk tetap sholat di mana pun mereka berada. Selalu membiasakan membawa mukena, sarung dan sajadah di dalam mobil.

Chika dan Jasmine sudah selesai sholat duluan. Mereka menunggu Bhima yang masih berada di dalam. "Bunda, ayah mana? Kok lama?"

"Bentar, Ayah masih dzikir." jawab Jasmine sambil membawa Chika duduk di tangga Masjid.

Jasmine mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Nih kak, coba kakak masukkan ke kotak itu," Jasmine menunjuk kotak amal di dekat pintu masuk Masjid dan menyerahkan uang pecahan 100.000an.

"Buat amal ya bunda?"

"Iyaaa, kakak latihan yaa."

Chika tersenyum lalu mengambil uang yang di sodorkan Bundanya dan segera berlari kecil menuju kotak amal dan memasukkan uang tadi ke sana.

"Nah, kak, kalau udah dimasukin nggak usah inget lagi ya. Itu namanya ikhlas," ujar Jasmine lalu meraih tangan Chika.

"Iya bunda," sahut Chika semringah. Tak lama kemudian Bhima keluar dari dalam masjid dan mereka kembali ke mobil.

Sepanjang perjalanan menuju mall, di dalam mobil ada saja gelak tawa terdengar. Kecupan manis mendarat terus di pipi Chika, ia selalu suka posisi seperti ini, duduk di pangkuan Bunda, kecupan serta tawa tak henti.

"Perut bunda udah ngga sakit kan? Nggak apa-apa kalau kakak duduk lama-lama disini?" tanyanya sambil menatap Bunda.

"Nggak apa-apa kak, perut bunda udah nggak sakit kok," jawabnya lalu memeluk erat Chika.

"Bunda sayang kakak. Sayaaaang banget," gumamnya saat memeluk Chika.

"Kakak jugaa sayang bundaaa," balasnya. Bhima hanya tersenyum saja melihat interaksi keduanya, padahal tadi pagi sudah seperti musuh dan sekarang lengket lagi seperti amplop dan perangko.

"Nggak ada yang sayang ayah?" ujar Bhima dengan tampang sedih yang dibuat-buat.

"Sayang jugaaa," pekik Chika lalu mencium pipi Ayahnya.

Setelah melewati macetnya Jakarta, mereka sampai di salah satu mall. Sedikit agak lama mencari parkir kosong karena weekend semua pasti penuh seperti ini.

Setelah dapat mereka lantas turun dan masuk ke dalam mall. Tak kalah ramai, mereka langsung melipir ke salah satu restoran enak.

Untung saja tidak menunggu lama sampai mereka dapat tempat duduk dan bisa memesan makanan mereka segera. "Bunda ini apa?" tanya Chika menunjuk gambar di buku menu.

"Snow ice, kakak mau?"

"Boleh emangnya?"

"Tanya ayah gih," perintah Jasmine, Chika lantas memandang Ayahnya dengan puppy eyesnya. Snow ice tadi nampaknya menyegarkan dan Chika belum pernah mencobanya.

"Boleh, tapi satu makan bertiga ya? Itu porsi besar," ucap Bhima akhirnya, ia tak kuasa melihat mata besar itu membulat seolah memohon padanya untuk diizinkan makan es itu.

"Yeay,"

Makan malam mereka datang. Menyantap dalam diam dan khidmat, kalau makan di luar begini Chika tak mau disuapi, malu katanya. Tapi kalau di rumah? Jangan tanya.

Snow ice datang di akhir, keluarga kecil ini menikmatinya bertiga tetap dengan gelak tawa yang ringan renyah terdengar. Mereka bahagia dengan sederhana, berkumpul seperti ini tanpa gangguan adalah salah satu yang mereka inginkan di akhir pekan seperti ini.

"Alhamdulillah, kenyang bunda. Udah yuk ke gramed sekarang," rengeknya setelah menghabiskan separuh gunung snow ice nya.

"Oiyaaa kita ke gramed,"

"Bunda, ayah, boleh sekalian beliin buku buat di panti gak?"

"Boleh banget,"

"Yeeyy! Ayoo!" serunya bersemangat.

Mereka berjalan keluar dari restoran dengan Chika yang di gendong di atas bahu Ayahnya. Begitu sampai di depan toko buku, mereka di sambut harum buku baru khas di toko buku, Chika segera berlari mengambil kantong belanja yang di sediakan. Ia menyeret Ayahnya ke bagian buku anak-anak, sementara Bundanya ke bagian buku kedokteran.

Chika memilih-milih buku yang berjejer di depannya. Beberapa untuk dirinya dan satu kantong penuh untuk teman-temannya di Panti. Bhima hanya memperhatikan dan membantu memilih jika Chika bertanya padanya.

"Ayah, udah."

"Udah? Yuk cari bunda,"

Bhima menenteng kantong belanja yang penuh di tangan kanan sementara kirinya menggandeng Chika menuju arah buku kedokteran di ujung sana.

"Bundaa," panggil Chika, Jasmine menoleh.

"Eh ya sayang, udah selesai?" tanyanya melihat kantong belanjaan yang penuh dengan buku, Chika mengangguk semringah. "Yuk ke kasir," ajaknya lalu Bhima memberikan kartu debet yang biasa dipakainya.

Jasmine membawa Chika serta belanjaannya menuju kasir. Sedang tidak antre, langsung saja Jasmine meletakkan belanjaan tadi di meja kasir lalu di proses untuk pembayaran.

"Kakak, ini banyak. Buat siapa aja?" tanya Jasmine sambil mengeluarkan isi tas belanjaan yang sepertinya tak habis-habis.

"Buat temen-temen bun," jawab Chika polos. Jasmine tersenyum, anaknya ini memang suka memberi pada orang lain, semoga saja terbawa sampai kelak besar nanti.

Selesai sudah sesi belanja mereka, Jasmine melihat struk belanjaan dengan sedikit terhenyak. Sekian ratus ribu keluar bahkan hampir menyentuh angka 1juta hanya demi menyenangkan Chika yang ingin berbagi dengan teman-temannya. Tak apa, pikirnya, toh ini semua tak ada apa-apanya di bandingkan dengan semua hal yang telah Chika lewati.

Kebahagiaan Chika, prioritasnya. Jasmine dan Bhima sudah berjanji pada diri mereka masing-masing akan membahagiakan Chika bagaimana pun caranya. Cukup sudah semua pahit yang Chika dapat di awal 8 tahun kehidupannya ini, saatnya ia menyingsing kebahagiaan dan masa depan cerah di kemudian hari.

Mereka keluar dari toko buku, Chika sudah lelah dan mengantuk. Ia jalan saja sudah terhuyung-huyung, tak tega Bhima menggendongnya dan Chika langsung memejamkan matanya dan nemplok di tubuh Ayahnya.

"Kamu nggak ikut beli buku?" tanya Bhima saat mereka semua sudah masuk ke dalam mobil.

"Aku beli 1 tadi. Buku saku, punyaku hilang, entah, lupa naruh kayaknya," jawab Jasmine sambil mengelus kepala Chika.

"Oohh mas kira beli diktat besar," sahutnya lagi sambil memindahkan preseneling mobilnya.

"Ilmu anak, lumayan."

"Mau ambil SpA juga yang?"

"Nggak mas. Aku ngga sekolah lagi sebelum kamu selesai, itu janjiku. Aku nggak mau kita sama-sama sibuk, Chika need me." tutupnya sendu sambil memeluk Chika yang sudah pulas masuk ke alam mimpi.

Bhima tersenyum mendengar jawaban istrinya ini. "Kamu urus anak-anak dulu ya.
Jadi SpA buat anak sendiri ya yang,"

"Iyaa, aku beli buku juga buat belajar sendiri, biar bisa kuterapin ke anak sendiri karena sekarang prioritasku adalah kamu dan Chika. Sambil nuggu Allah kasih kepercayaan lagi ke aku,"

"Sabar ya. Semoga setelah ini," ujar Bhima sambil mengelus pipi Jasmine.

"Kamu juga sabar yaaa,"

"Insha Allah aku sabar, sampai kapan pun."

"Aaamiiin,"

💕💕💕💕💕

"Assalamualaikum," ucap Bhima begitu masuk ke dalam rumah, ada Mama.

"Wa'alaikumsalam. Loh cucu mama bobok?"

"Iya mam, kecapean."

"Habis jemput bundanya tadi langsung ngajak keluar pasti," tebak Mama.

"Heheh iya. Maem sekalian ke gramed. Tuh beli buku banyak buat temen-temen panti katanya,"

Mama tersenyum. "Yawes kalian ndang istirahat,"

"Nggeh mam, mas ke atas ya," pamitnya.

"Iya mas. Una istirahat juga yaa, jangan capek-capek."

"Nggeh mam.. naik ya."

Bhima membaringkan Chika di atas tempat tidur. Jasmine lalu membuka kerudung dan pakaian Chika, digantikan dengan piyama lucu yang biasa Chika pakai ketika tidur.

"Enghhhh,"

"Ssssttt sayang, bunda ini."

"Hikss,"

"Eehh kok nangis, cep sayang." Jasmine menepuk-nepuk lengan Chika perlahan sampai kembali tertidur pulas memeluk gulingnya.

Kini giliran Ayah dan Bundanya beres-beres juga merapikan apa yang akan dibawa besok ke panti. Ada beberapa titipan juga dari teman-teman Mama dan Papa yang akan diberikan besok bersama dengan puluhan buku yang Chika beli tadi.

💕
.
.
.
.
.

Minggu pagi yang cerah di panti asuhan Sayap Bunda. Jasmine tengah memperhatikan Chika yang bermain dengan teman-temannya, ada Bhima juga di sana sedang bermain bola dengan anak-anak lelaki.

Senang sekali rasanya. Jasmine senang di kelilingi banyak anak-anak seperti ini. Namun rasa sayang yang benar-benar seperti ia sayang pada anaknya sendiri hanya tertaut pada Chika. Si kecil yang mencuri hatinya saat pertama kali bertemu di tempat ini.

Semoga saja rasa itu takkan pernah berkurang seiring berjalannya waktu dan kelak nanti Jasmine mempunyai anak kandung. Ia takkan pernah membedakan mereka nantinya, mereka sama, anak-anak Jasmine.

Lelah bermain, Chika nemplok di dada Bunda sambil selonjoran di ruang tengah. Ndusel dengan Bunda adalah hal wajib bagi Chika, apalagi kalau habis main seperti ini, rasanya semua lelahnya hilang begitu dipeluk Bunda.

"Bobok di kamar mau?"

"Nggak mau, pulang aja ayok. Chika udah kasih buku-bukunya kok ke temen-temen."

"Yauda yuk, pulang ya."

Jasmine menggendong Chika ke tempat Bhima bermain. Ia juga sudah lelah sepertinya. "Ayah.. anaknya minta pulang nih,"

"Oiyaaa, yuk! Pamit Bu Endang,"

Mereka lantas pamitan dengan Bu Endang, dan mengucapkan terimakasih karena masih bisa main ke sini. "Hati-hati ya. Salam buat oma sama opa,"

"Ya udah buk, titip anak-anak yang lain. Kalau ada apa-apa segera hubungi kami aja. Kami pulang ya buk," pamit Jasmine, Chika sudah di bawa ke mobil.

"Oya mbak, nanti pasti di hubungi."

"Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam," jawab Bu Endang sebelum Jasmine masuk ke mobil.

"Ndaaa, kakak pengen ke uti." rengek Chika begitu melihat Bundanya masuk.

"Ke uti? Boleh. Yah, mampir ke ibuk bentar ya?"

"Iya nggak apa-apa, sampai sore juga boleh. Oma opa juga kondangan, di rumah nggak ada orang juga."

"Oiya. Ya udah kita ke uti ya kak,"

Chika mengangguk lalu menguap, ia sudah lelah dan mengantuk kemudian. Lalu beberapa menit berikutnya ia terlelap pulas di pangkuan Bunda, tempat ternyaman dan teramannya saat ini.

Perjalanan agak melambat di minggu siang yang panas ini. Seperti biasa, weekend tiba macet melanda tiada akhir. Yaa memang nggak pernah nggak macet juga sih, cuma lebaran saja yang bisa membuat Jakarta lenggang seketika selama seminggu penuh.

Betul? Betull!!!!

Mereka sampai di sambut Uti yang baru saja selesai memasak makan siang, pas sekali. Bhima langsung membawa Chika yang tidur di gendongannya, sementara Jasmine langsung menghampiri Ayahnya di halaman belakang.

"Ayaaah,"

"Eh, Unaa." Ayah Farhan langsung memeluk putri semata wayangnya itu. "Darimana? Kok kesininya minggu?"

"Dari panti. Kemarin Una jaga, ayah ngapain?"

"Ini tuh, lihatin kelinci baru beli buat Chika. Cucu ayah mana?"

Emang ya, kalau udah punya cucu tuh anaknya sendiri nggak dicari, cucunya dicari 😵😆😂😳

"Sama ayahnya di kamar, bobok. Ini kelincinya buat Chika? Walah pasti seneng deh dia. Tadi dari panti minta ke sini, terus malah bobok," kekeh Jasmine setelahnya.

Tak lama suara Chika terdengar, ia terbangun karena merasa sang Bunda tak ada di sampingnya ikut menemani tidur.

"Kak, akung ada kelinci nih." ujar Akung membuat Chika segar seketika.

"Woaah!! Ini buat Chika akung?"

"Iya buat Chika,"

Awalnya Chika takut menggendong kelincinya tapi setelah Akung memberi tahunya ia jadi berani. Di elusnya bulu halus itu kemudian Chika lantas menggendong salah satu kelincinya, ia namai Chiki dan Chiko. Mereka sepasang berwarna cokelat susu dan putih bersih.

Bhima lantas memotret Chika dari kejauhan, banyak foto candid yang diam-diam Bhima ambil. Kadang ia upload ke instagramnya, kini feedsnya lebih dominan foto Chika dan Jasmine, foto dirinya hanya beberapa saja.

Sementara Jasmine mengambil makan siang untuk Chika, Bhima langsung mengambil wortel dan membiarkan para kelinci memakannya.

"Ayah, buat apa wortel?"

"Buat maem kelincinya kak,"

"Ow kelinci juga suka wortel? Sama kayak kakak dong? Yang biasa di sayur sopnya bunda."

"Iya suka. Nanti kita beli wortelnya yang banyak ya, mampir ke freshmart biar kelinci juga makannya enak,"

"Iya ayaaah,"

💕
.
.
.
Jasmine menyuapi Chika makan sampai kenyang dan Chika tak ingin lagi malah menyuruh Bunda menyuapi salah satu kelincinya saja biar tidak kelaparan.

Akung dan Ayah merapikan kandang kelincinya yang akan dibawa pulang ke rumah Oma. Nanti Chiki dan Chiko akan dimasukkan ke dalam keranjang yang sudah disiapkan Akung.

Puas bermain, waktu dzuhur sudah masuk. Jasmine membawa Chika cuci tangan lalu mengambil wudhu. Sementara Bhima dan Akung pergi ke masjid, mereka sholat berdua dia dalam kamar.

Chika menyalami Bundanya setelah selesai salam dan Jasmine mengecup kening Chika lalu memangkunya.

"Doa sama Allah kak, kakak mau apa,"

Chika menengadahkan kepalanya, mengangkat kedua tangannya lalu berdoa. "Ya Allah, kakak pengen adik. Cepet kasih Chika Adik ya Allah, Aamiin.."

Deg!

Doanya.

Jasmine mencelos mendengar doa putrinya ini. Ia langsung memeluk Chika erat-erat, sambil terus membatin semoga Allah kembali memberinya kepercayaan untuk mengandung lagi.

Bhima kembali dari masjid, Chika kembali bermain dengan peliharaan barunya itu. Jasmine dan Bhima hanya memperhatikan dari jauh saja.

"Alhamdulilah ya mas. Aku bersyukur dipertemukan dengan Chika,"

"Aku juga. Kita langsung dapat hadiah habis nikah, Chika. Alhamdulillah." Bhima membawa Jasmine dalam pelukannya sambil mereka terus memperhatikan Chika yang sudah recharge dan sedang berlarian kesana-kemari mengejar kelincinya.

"Kak, nanti kita ke petshop ya," ajak Jasmine.

"Beli apa, bun?"

"Kata Ayah, beli pakan kelincinya. Sama suntik sekalian,"

"Ayah juga bisa suntik kelinci?"

"Bukan ayah kak, ada di petshop sama dokter hewan,"

"Owww kelinci juga ada dokternya ya kalau sakit?"

"Ada dong. Kelinci kan makhluk hidup sayang, selayaknya manusia, dia juga butuh di rawat kalau sakit," jelas Bhima.

"Kakak pengen jadi dokter kelinci deh nanti. Tapi kakak nggak mau hewannya ular atau serigala atau macan," Chika bergidik ngeri. "Ayok yah sekarang." Chika makin antusias.

"Sekarang?" tanya Bhima sekali lagi, Chika mengangguk pasti. "Nanti Kakak kenalan sama Pakde Miko dan Bude Freya sama Kakak Juwita."

"Siapa itu ayah?"

"Dokter kelinci, sepupunya ayah."

"Oke ayah."

Chika lantas mandi dan siap-siap. Setelah siap mereka pamitan pada Akung dan Uti, hari ini Chika menang banyak ia senang sekali mendapatkan sepasang kelinci, apalagi kelincinya akan di ajak bertemu dokter juga. Ia sudah janji pada Akungnya bahwa akan merawat kelinci-kelincinya dengan baik.

Uti memberikan Tupperware baru untuk Chika beserta tasnya. Di dalamnya sudah di isi buah dingin juga kue-kue untuk camilan Chika selama perjalanan pulang.

Mereka mengarah ke Kalibata, tak jauh dari taman makam pahlawan. Sore ini tak terlalu macet jadi dalam waktu setengah jam mereka sudah sampai di komplek perumahan.

"Ini rumahnya yah?" tanya Jasmine saat melihat rumah minimalis nan asri di depannya.

"Iya. Ayo masuk," ajak Bhima sambil membawa keranjang kelinci Chika.

Bhima mengetuk pintu berpelitur di depannya dengan perlahan. "Assalammualaikum," ucapnya.

"Waalaikumsalam," jawab seorang wanita yang Bhima yakini itu adalah Kakak Sepupunya, Freya. "Loh? Ini Bhima atau Bian?"

"Bhima mbak, kan pake kacamata," sahut Bhima.

"Oiyaaa. Saking lamanya nggak ketemu. Ayo masuk," ajaknya.

Mereka mengikuti Freya masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa ruang tengah lalu memperkenalkan Jasmine dan Chika.

"Iya mbak ini istri sama anakku. Kesini sekalian bawa kelincinya," jawab Bhima, Chika masih malu-malu.

"Oh udah kelas berapa cantik?" tanya Freya memandang Chika dengan teduh.

"Kelas satu, bude." jawabnya pelan.

"Kelincinya baru yaa?"

"Iya baru dari akung sama uti,"

Freya sampai gemas dengan Chika. Obrolan ketiga orang dewasa yang sudah lama tak bertemu itu berlanjut ngalor ngidul saking sudah lama tak bertemu walau satu kota.

"Mbak dokter apa?" tanya Jasmine.

"Aku? Dokter bius," Freya terkekeh. "Jasmine sendiri?"

"Oala anastesi. Saya masih umum mbak," jawab Jasmine.

"Hmm, baru Bhima yang ambil spesialis ya?"

"Iya mbak, ambil spesialis anak."

"Kayak mama sama Aliya dong. Hmmm nurun deh,"

"Hehehe iya mbak nurun,"

Tak lama kemudian yang di tunggu muncul juga. "Ada siapa bun?"

"Ada Bhima sama istrinya, Yah. Ini lho sama anaknya juga," sahut Freya.

Miko lantas menyalami Bhima juga Jasmine dan berkenalan dengan Chika. "Ini siapa namanya?" tanya Miko mensejajarkan tingginya dengan Chika.

"Chika, pakde."

"Cantik, pinter. Kenapa nih?"

"Pakde dokter kelinci ya?" tanya Chika to the point, Freya tergelak mendengarnya, begitu juga Jasmine. Anaknya ini polos sekali, mereka jadi gemas.

"Kok tahu? Chika punya kelinci?"

"Kata ayah kelincinya mau di suntik. Punya pakde, dua." jawabnya seraya menunjukkan jarinya.

"Mau vaksin mas," sambar Bhima.

"Mana coba kasih lihat pakde. Coba tak cek dulu ya Bhim,"

Bhima mengangguk, Chika langsung membawa pakdenya melihat kelinci-kelincinnya yang keranjangnya ada di teras depan.

"Lucu sekali Chika itu, gampang akrab ya?"

"Iya mbak, Alhamdulillah. Dia semangat banget tahu kelincinya mau di vaksin." sahut Jasmine menjawab pertanyaannya Freya.

Sementara di depan Chika sedang menunjukkan kelincinya pada Miko. "Ooo lucunya. Siapa namanya cantik?"

"Chiko sama Chiki," Chika menunjukkan deretan giginya.

"Loh kembar dong sama Chika?"

"Iya pakde hehehe,"

Miko mengangkat keranjang berisi kelinci itu bersama Chika di sampingnya dan membawa mereka ke dalam ruang kerja Miko yang lengkap dengan berbagai peralatan untuk memeriksa hewan.

Miko mengeluarkan kedua kelinci itu dari dalam keranjangnya dan di letakkan di atas meja periksa lalu bergantian memeriksa keduanya sementara Chika diam dan memperhatikan.

"Nah Chika sama kayak kita kelincipun harus di rawat yaa. Kayak gini, kalau kukunya panjang dipotongin, kita potongin dulu yaa," ujar Miko sambil mennggunting kuku-kuku tajam si kelinci.

"Nanti nyakar nggak pakde?"

"Nggak dong, kudu dielus-elus dulu, di sayang-sayang kayak gini."

"Hihihi iya ya,"

"Terus kalau udah sekarang kita bersihin telinganya, pakai alat ini yaa. Coba Chika lihat,"

Chika serius memperhatikan Pakdenya membersihkan telinga kelincinya sampai kotorannya keluar.

"Iiihhh. Chiki kotor telinganya,"

Miko tersenyum melihat reaksi Chika. "Sekarang udah bersih baru kita suntik vitamin,"

Chika mengelus-elus bulu halus kelincinya dan bilang bahwa disuntik itu nggak sakit. Sementara Miko mulai menyutikkan cairannya ke dalam tubuh kelinci imut itu.

"Udah deh,"

"Yeay."

"Chiki udah. Chiko juga udah, masukin ke keranjang lagi yuk,"

"Makasi pakde,"

"Iya sayang,"

Mereka kembali ke ruang tengah, Chika bercerita dengan antusias mengenai kelincinya yang anteng saja saat diperiksa. Empat orang dewasa di depannya ini mendengar dengan seksama juga menjawab beberapa pertanyaan polos dari Chika.

"Bundaaa ada siapa sih?" Juwita terbangun karena ada suara tawa di ruang tengah. Ia masih setengah mengantuk saat menuruni anak tangga.

"Ini ada Om Bhima sama tante Jasmine, neng."

Juwita mengucek-ngucek matanya, mengumpulkan nyawa dan fokusnya yang masih tercecer. "Loh Om Bhima?"

Dih. Baru sadar dia. 🤣😂

"Iya, Wii."

Juwita langsung menyalami Omnya dan berkenalan dengan Jasmine, sesekali memuji karena Jasmine nampak cantik. "Kamu juga imut sayang. Masih SMA ya?"

"Hahah makasih lo Te, dibilang masih SMA," Juwita tertawa saat dikira masih anak SMA, ya, memang sih wajahnya masih imut-imut jadi jangan salahkan Jasmine yang mengiranya anak SMA padahal sudah kuliah di fakultas kedokteran Rajendra University, di Grogol sana. Jasmine sempat bingung, disorientasi lokasi RU dan Rajendra Medical Center.

"Oalaa aduh maaf maaf ya," Jasmine menertawai ketidaktahuannya akan dua lokasi itu.

"Hahah maklum mbak, Jasmine lama nggak di Indonesia," sahut Bhima.

"Ooh emang di mana, Bhim?"

"Di Belanda mbak, ketemunya juga kami di sana,"

"Waahh cinlok yaaaa," ledek Juwita lalu dihadiahi lemparan bantal dari Bhima.

"Eh, kamu namanya siapa?" tanya Juwita menyadari kehadiran Chika yang sejak tadi ngumpet di bawah ketek Bundanya.

"Chikaa," jawabnya.

"Panggil aku kakak ya. Aku Juwi."

Chika langsung menyalami Juwita seperti pada Pakde dan Budenya tadi. "Chika punya kelinci?" Juwita melirik keranjang samping sofa.

"Punya kak. Duaa! Kakak punya apaa??"

"Kakak punya kucing sama hamtaro. Mau lihat?"

"Hamster?? Mauuu!! Mana manaa?"

Juwita mengajak Chika ke teras belakang, di sana ada beberapa hamster dalam kandang juga 3 kucing ras persia yang sedang berkeliaran.

Dua anak perempuan beda usia itu nampak akrab. Cocok, seperti kakak dan adik sungguhan, dua pasang orang tua itu hanya bisa memperhatikan anak-anaknya dari ruang tengah. Tahu begini sejak kemarin-kemarin saja Bhima mampir ke sini bawa Chika berkenalan dengan Juwita, toh Juwita juga kakaknya kan.

Puas bermain dengan peliharaan Juwita dan hari menjelang maghrib, mereka bertiga lalu pamit pulang. Juwita sempat menahan Chika pulang namun besok senin dan Chika harus sekolah. Bhima janji akan membawa Chika lagi ke sini nanti bila libur dan Juwita ada dirumah.

💕💕💕💕

Sampai kembali ke rumah Oma, Chika langsung menunjukkan Chiki dan Chiko pada Oma Opa nya itu.

Bhima juga langsung memasang kembali kandang kelincinya di halaman belakang. "Tadi kami dari rumah Mbak Freya mam," ujar Bhima saat kembali dari teras belakang.

"Loh? Freya?"

"Iya, Mbak Freya sama Mas Miko."

"Heum, gimana kabar mereka? Mama jadi kangen sama Mas Bachri, tiap pulang ke Bandung nggak pernah mampir."

"Baik mam. Belum pulang ke Bandung juga mbak Fe. Kapan-kapan kita mampir mam."

"Kok kamu kepikiran ke rumah Freya mas?"

"Iya tadi kan mau ke petshop. Inget mas Miko drh yawes kesana sekalian silaturahmi. Biar Chika kenalan sama Juwita juga,"

"Iya lama banget gak ketemu mereka
Padahal dekat tapi jarang mampir, pada sibuk sendiri-sendiri. Haduh, Juwita, jadi kangen, cucu Mama yang paling heboh."

Bhima tertawa mendengar penuturan Mama, ya, tak bisa di pungkiri juga kalau Juwita memang heboh bin ajaib. Entah saat Freya hamil Juwita dia mengidam apa.  Hihi.

"Iya nggak mau di panggil tante. Maunya kakak,"

"Ya kan emang harusnya gitu mas. Mama sama Abinya Freya kan masih sepupu. Kamu sama Freya itu sepupu kedua kali, duapupu. Lah Juwi ini ya udah cucu mama, jatuh ke Chika ya tigapupu. Kalau dirunut intinya kalian bersaudara udah,"

"Iya mam, udah gede aja si Juwita. Tahu-tahu kuliah,"

"Una kira masih SMA lho mam," sambar Jasmine kembali dengan dua cangkir teh dari dapur.

"Kuliah kedokteran juga kan,"

"Iya menurun ya mam. Hampir semua dokter,"

Mama mengangguk mengiyakan pernyataan menantunya ini.

"Seneng lihat dia bahagia mam. Versinya ya begini,"

"Sederhana, anak kecil itu bahagianya nggak neko-neko, Una. Kita yang harus mengimbanginya, tanpa perlu barang mewah, liburan mahal dan jetset. Bila maunya seperti ini, ikuti, itu artinya dia bisa mengerti keadaan orang tuanya." jelas Mama memandang menantunya dengan teduh.

"Nggeh, mam. Manda belum kabarin kapan kami sidang, mam. Kok lama ya?"

"Belum. Sabar yaaa, mungkin mereka diam-diam mantau perkembangannya."

"Iya mam, bisa jadi"

Mereka masih lanjut mengobrol sambil melihat Chika, Bhima juga Opa sedang berceloteh di teras belakang. Anak kecil satu itu memang tak ada habis energinya, lihat saja, ia masih segar saat jam sudah menunjukkan waktunya pukul 9.

💕💕💕💕💕

Hwallaawwhhhh momsye's back!! Wohoo 😚😚 niihh nggak sedih lagi kan partnya? Panjang dan bahagiaaa 😆😆😆

A/n: Mungkin ada yang kenal Miko, Freya dan Juwita disini, yap mereka adalah karakter di cerita Sunflowers dan Satu Frasa milik RisaliaIcha , dan mereka muncul disini sudah dapat izin dari pemiliknya hehehe, jadi jangan kira aku menjiplak ya, karena nyatanya kami sudah sepakat untuk memunculkan karakter cerita kami masing-masing. 😚😚😆😆

#dahgituaja

#awastypo

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top