ROOM 43
Dengarkan Mulmed saat/setelah membaca 😊
Cindy Bernadette feat. Dennis Nussy-
Heart Of Mine (piano version)
______________________________
When i found you, took my heart away dengan cinta kau buat percaya..
Cinta, jangan pernah berubah.
I only have one and only heart of mine and this heart of mine, it's fregile pleass don't break it i won't make it.
____________________
Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan
9.30 Pagi
Bhima memandangi makam mungil di depannya dengan nanar, tepat di sebelah makam Almarhumah Ibu Anneke. Baru kali ini Bhima merasakan kehilangan yang teramat dalam, sesakit ini kah rasanya kehilangan anak?
Pagi ini, Bhima di antar keluarga lengkap--kecuali Bian dan Jihan yang belum tahu kabar ini, memakamkan janin yang kemarin gugur. Dengan segenap hati, mencoba untuk tidak menangis namun akhirnya tak kuat juga.
Bhima tak bisa tidur semalaman karena menemani Jasmine yang masih terjaga. Matanya merah, kantung matanya terlihat jelas efek belum tidur dan menangis juga.
Bhima masih memandangi nisan kayu yang tertancap di tanah bertuliskan Ananda Firdaüsy. Bhima memang tak tahu ini laki-laki atau perempuan, hanya nama ini yang terlintas di kepalanya saat Mama bertanya mau di beri nama siapa?
Bhima mengusap wajahnya kasar, menghapus jejak air mata yang menganak sungai sejak tadi. Ia berjongkok di sampingnya sampai akhirnya kembali terisak.
"Udah Bhim," Mama mengusap punggung Bhima, mencoba untuk memberinya kekuatan.
Bhima menarik napasnya, kembali mencoba tenang. Cukup. Ia harus nampak kuat di hadapan Jasmine agar ia tidak semakin sedih. "Ayo pulang, ma, pa." ajaknya lalu bangkit dari sana sambil membersihkan celananya yang tertempel tanah merah.
"Ayah pulang, Nanda." batinnya.
💕💕💕
Sampai kembali ke rumah sakit, Bhima berusaha terlihat biasa saja sebelum memutar kenop pintu di depannya. Ia melihat dari kaca, ada Aliya yang masih setia menemani Jasmine, di lihat dari wajahnya Jasmine baru saja menangis. Bhima tahu, pasti Jasmine amat sangat terpukul dengan kejadian ini. Tapi seolah semua salah bermuara pada Bhima, Jasmine enggan menegur Bhima sejak kemarin.
Bhima membiarkan dulu Jasmine mencurahkan perasaannya pada Aliya. Mungkin ia lebih paham di banding Bhima. Tapi akhirnya Bhima tak kuasa juga, ia ingin ada di dalam bersama Jasmine, mendengarkannya berkeluh kesah. Bhima memutar kenop pintu di depannya.
"Sayang," sapanya.
"Jangan mendekat!" hardiknya, langkah Bhima terhenti beberapa senti di depan pintu. Aliya masih berusaha menenangkan.
"Jasmine, udah." ujar Aliya.
Tak gentar, Bhima makin melangkah masuk, Aliya bergeser. Bhima duduk di samping Jasmine yang masih sesegukan dan memukuli perutnya.
Bhima mencoba menahan namun Jasmine memberontak terus menerus. "Hiks, lepasin aku!!" teriaknya.
"Jasmine, udah. Jangan gitu," Bhima masih menahan kedua tangan Jasmine yang terus meronta minta di lepaskan. "Mas nggak mau kamu nyakitin diri sendiri,"
"Arrghhh!! Shhhh," rintihnya, Bhima melepas pegangannya.
"Udah-udah,"
"Sakit!! Aku mau nyusul adek mas!! Aku mau nemenin dia! Dia sendirian di sana!!" teriaknya terus menerus, Aliya sampai harus ikut memegangi bahu Jasmine.
"Kamu nggak sayang sama aku? Chika? Ibuk ayah? Dia nggak sendirian di sana.
Kamu, kalau sayang sama adek, nggak gini caranya. Doain. Adek akan lebih senang," Bhima berbicara selembut mungkin pada Jasmine yang terusa saja terisak.
Ia tertekan! Sangat! Apa dosanya selama ini?? Sebegitu marahnya kah Allah pada Jasmine hingga janin itu di minta kembali? Jasmine terus merutuki dirinya, ada apa dengannya sampai Allah marah begitu besar padanya?
Bhima memeluk Jasmine yang menangis sampai lemas tak berdaya. Ia berusaha menenangkan Jasmine, memeluknya, mengusap punggungnya berusaha memberi kekuatan lewat sentuhan dan pelukan. "Adek mungkin nggak sama kita, tapi adek ada di hati kita. Dia bakal jaga kita, dengan caranya." bisik Bhima lalu ia rebahkan kembali sambil meluruskan kaki Jasmine.
"..Sabar, aku tahu kamu sedih, aku juga. Kita sama-sama terpukul. Tapi mas mohon sama kamu sayang, jangan sakitin diri kamu sendiri. Inget, di sini ada yang lebih membutuhkan kamu, aku, Chika. Kamu jangan gini." lanjutnya sebelum mengecup kening Jasmine lama dan dalam.
"Bhim, itu pisau atau benda-benda tajam tolong di singkirin deh ya. Mbak takut," pinta Aliya pada Bhima untuk menyingkirkan benda tajam dari jangkauan Jasmine agar tak terjadi hal-hal yang tak di inginkan.
"Masih berapa kantong darah lagi, Bhim?"
"Satu lagi mbak, tadi shubuh Jasmine pendarahan banyak banget. Ini udah kantong kedua, total semua tiga." sahut Bhima tak bersemangat.
"Astagfirullah," Aliya menggeleng tak percaya. "Kamu yang sabar ya, Bhim. Emosi Jasmine sedang labil, dia baru kehilangan. Beri dia pengertian baik-baik dan jangan lengah, di saat seperti ini dia bisa melakukan apapun di luar dugaan kita," pesan Aliya sambil mengusap punggung adiknya itu.
"..nanti Jihan dan Bian ke sini. Kalau butuh apa-apa telepon mbak atau mama, ya? Mbak pamit dulu, kasian Kenzie kalau mbak tinggal lama-lama. Kamu yang kuat ya," ujarnya lagi lalu memeluk Bhima erat-erat.
💕💕💕💕
Selepas Aliya pulang, Bhima hanya mampu duduk di sofa yang menghadap ke Jasmine yang sedang tertidur walau wajahnya seperti menahan sakit. Bhima memejamkan matanya mengingat pertengkarannya semalam dengan Jasmine.
"Kamu nggak pernah dengerin aku," ujar Bhima sambil menatap Jasmine.
"Aku dengerin mas," lirihnya sambil terisak.
"Apapun! Lakuin apapun! Sesuka kamu, mas nggak akan larang,"
"Iya, aku emang egois! Karena nyatanya adek pergi juga gara-gara aku! Kamu benar."
Nafas Bhima memburu naik turun menahan kesal, ia tak ingin pertengkaran ini semakin larut nantinya.
"Aku emang jahat. Aku nggak mau nyakitin kamu dan Chika, maafin aku. Cukup adek aja. Aku cuma minta satu, jangan dekat-dekat aku." ujar Jasmine bergetar.
"Kamu istirahat," sahut Bhima mengalihkan pembicaraan. "Besok nggak usah kerja. Aku juga besok libur,"
"Nggak bisa, aku terikat sumpah dan kode etik pelayanan. Aku mampu, jadi aku harus berangkat." sahut Jasmine dengan entengnya tak mengingat kondisinya saat ini.
"Dokter juga manusia, Aruna!! Ada kalanya butuh istirahat dan kamu bukan robot!!!" teriak Bhima akhirnya, ia tahu, tak seharusnya sampai meledak seperti itu namun emosinya juga sedang dalam ambang yang tak stabil.
"Astagfirullah, ampun ya Rabb.." lirihnya mengucap Istighfar.
Sampai Mama Lanny kembali datang menengok Jasmine. Ia takut sesuatu terjadi setelah ini, karena post partum depression mengerikan efeknya bila kita sebagai orang terdekat tak mampu menghadapi bersamanya. Terlebih Jasmine sedang merasakan perih kehilangan calon buah hatinya. Depresi mendalam pasti sedang di rasakannya sekarang.
Beliau memeluk Bhima yang masih duduk di sofa. Tatapannya masih kosong, jangan kira hanya Bhima dan Jasmine saja yang terpukul, beliau juga sama terpukulnya saat mendengar berita ini.
Bhima lalu pamit keluar untuk menenangkan dirinya. Mungkin ke masjid agar ia bisa menenangkan hatinya. Berbicara pada Allah lewat doa-doanya, memohon ampunan karena mungkin bisa saja akhir-akhir ini ia lalai dalam perintahNya.
Mama menunggui Jasmine sambil melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Ia selalu membawa mushaf mininya di dalam tas. Banyak doa ia kirimkan untuk sang cucu tercinta, ia harus tegar, tak boleh menampakkan sedihnya di depan Jasmine.
Ia harus bisa menguatkan dan mengembalikan kepercayaan diri Jasmine dan kembali mengingatkannya bahwa akan ada masanya ia bertemu dengan Ananda.
Jasmine terbangun, netranya berusaha memgumpulkan fokus, ia menangkap sosok Mama di sampingnya tengah tersenyum ke arahnya. Lama ia menatap Mama sampai menitikkan air matanya lagi. Ia merasa bersalah atas apa yang terjadi saat ini.
Mama menautkan jemarinya pada jemari Jasmine. "Sayang, mama tahu, kamu sedih. Tapi nggak gitu caranya, nak. Tidak dengan melampiaskan segalanya dengan menyakiti diri sendiri, mama tahu kamu sangat menantikan dedek dan kehilangannya sangat berat. Tapi, percaya sama mama, there is life after dead. Biar dedek jadi tabungan kalian, penolong kalian nanti ketika sudah saatnya bertemu.." ujarnya sambil mengelus kepala Jasmine. Menguatkan lagi Jasmine.
"..Masih ada banyak waktu untuk mencoba dan mencoba lagi. Kalian masih muda, perjalanan kalian masih sangat panjang.
Kirim doa untuk dedek, nanti mama akan ajak kamu ke makam dedek," tambahnya, Jasmine kembali terisak hebat.
"Iya maaa. Maafin Jasmine," isaknya kemudian.
"Jangan gitu lagi. Jangan terpuruk terlalu lama. Bangkit. Kamu masih punya Chika, kamu masih ada tanggung jawab untuk jadi dokter kan?" ujarnya, Jasmine mengangguk sambil masih terus menangis. "Dan juga jangan lupa, dengerin kata mas mu. Bukan karena dia anak mama, tapi dia suami kamu,"
"Iya, ma."
Mama lalu memeluk Jasmine erat, membiarkan ia menangis sejadinya bila itu membuatnya nyaman sampai akhirnya Bhima kembali dengan wajah yang teramat lelah.
"Kamu pulang aja mas Sama mama," pinta Jasmine sambil membersihkan matanya.
"Nggak. Aku mau disini." sahut Bhima tegas.
"Yaudah aku yang pulang," ancam Jasmine.
"Astagfirullah,"
"Aku minta kamu istirahat. Apa salah?"
"Ya aku mau di sini. Istirahat di sini sama kamu. Siapa yang jaga kalau aku dan mama pulang?" Bhima kembali berusaha menekan emosinya.
"Di sini rame," elak Jasmine.
"Aku nggak mau biarin kamu sendirian di sini,"
"Aku bisa minta tolong siapapun," belanya lagi. Mama hanya bisa memejamkan matanya kuat-kuat, beliau tak sanggup mendengat keduanya bertengkar seperti ini.
"Udah! Cukup, kalian jangan tengkar," ucap Mama, keduanya mendadak terdiam. "Mama paham kalian masih berduka. Tapi tolong, dedek juga gak mau kalian jadi begini karena kepergiannya. Kalian udah dewasa, selesaikan baik-baik jangan dengan amarah. Paham kalian?" tanya Mama, keduanya hanya mengangguk dan masih terdiam.
"Biar masmu di sini. Dia wajib menemani kamu. Udah, mama pamit pulang dulu. Pak Amir udah di lobby, kalian hati-hati, kalau ada apa-apa hubungi mama." pesannya lalu bangun dari sofa, mengecup kening Jasmine lalu pamitan.
Setelahnya mereka masih diam. Tak ada yang mau membuka suara atau saling minta maaf duluan. Bhima menarik napasnya dalam-dalam, ia mendekat ke arah bed Jasmine.
"Bunda," panggilnya.
"Jangan panggil aku seperti itu! Panggil Jasmine," larangnya.
"Jadi, aku nggak boleh panggil kamu begitu kalau Chika nggak ada?" wajahnya memelas.
Bhima menatap lekat-lekat wajah Jasmine yang jauh dari senyum manis seperti biasanya. "Fine. Sayang, maafin mas. Setelah ini kita introspeksi diri masing-masing. Mohon ampun sama Allah," ujarnya sambil merapikan anak rambut yang keluar dari kerudung Jasmine.
Jasmine terdiam cukup lama. Ia sedang memutar memori di otaknya dan ternyata selama ini, bahkan hingga tadi ia selalu membentak-bentak Bhima. Namun Bhima dengan sabarnya kembali menekan egonya dan merangkulnya kembali.
"Aku banyak salah, aku banyak dosa terutama sama kamu mas. Hukum aku, aku nggak becus jadi ibu. Nggak patut jadi istri. Aku nggak bisa semuanya hiks," ujarnya tertunduk dalam.
Bhima menggeleng kuat. "Aku juga belum bisa jadi suami dan ayah yang baik untuk kalian,"
"Hukum aku," pinta Jasmine menatap Bhima lekat.
"Nggak. Mas nggak akan hukum kamu, mas gak pantas," tolak Bhima.
"Aku durhaka. Marah-marah sama kamu, nolak kamu dan nggak dengerin kamu,"
"Mas udah maafin semuanya sebelum kamu minta," jawab Bhima sambil menangkupkan wajah Jasmine di kedua tangannya.
Jasmine meraih punggung tangan Bhima, ia cium tangan Bhima dan menangis sesegukan, meminta maaf dan ampun dari Bhima. "Ampun mas. Maafin aku, aku bukan istri yang baik, aku marahin kamu, aku jutekin kamu, padahal aku tahu kamu juga sedih, harusnya aku juga kuatin kamu," ujarnya masih terus menangia mencium tangan Bhima.
"Kita belajar sama-sama, ya. Aku tau emosi kamu sedang labil, kita harus sabar, kamu harus sabar. Allah lagi rindu sama kita makanya di kasih cobaan kayak gini." sahut Bhima menenangkan.
"Maafkan aku, aku nggak seharusnya seperti ini tapi aku malah kayak anak kecil." tambahnya lagi sambil terisak.
Bhima masih belum bisa bergerak, Jasmine masih mencium tangannya. Ia menunduk membisikkan sesuatu. "Sayang, tadi saat kamu di sini sama mbak Aliya. Mas ada di makam, mas nggak tahu dedek laki-laki apa perempuan, jadi mas namakan dia Ananda Firdaüsy. Dia ada di sebelah makamnya ibu Anneke,"
Jasmine mengangkat wajahnya menatap Bhima dengan air mata yang masih meleleh tak karuan. "Ananda, Anak bunda." gumamnya lalu kembali tertunduk. Jemarinya masih menggenggam tangan Bhima, ia kembali menangis, Bhima mengusap kepala Jasmine lalu di kecupnya lagi.
"Udah sayang," Bhima mengangkat wajah Jasmine. Ia tatap dalam-dalam manik mata indah yang sejak kemarin menampilkan kesedihan mendalam. Ia cium keningnya dalam sampai Jasmine kembali pejamkan matanya menikmati kecupan itu.
Jasmine rindu Bhima, kemarin-kemarin ia sempat mengabaikannya karena hormon kehamilannya yang enggan dekat-dekat dengan Bhima.
"It's enough. Tanpa perlu kamu minta. Mas udah maafkan."
"Hukum aku biar jera. Kasih aku hukuman," pintanya.
"Nggak perlu. Mas gak pantas menghukum," tolak Bhima.
"Hakmu mas. Kamu suamiku dan aku udah durhaka sama kamu ampun mas," pintanya lagi.
"Aku bahkan nggak pernah memikirkan hukuman apa buatmu," sahut Bhima lagi.
"Hukumlah, biar aku tenang,"
Bhima pasrah menghela lagi napasnya. "Ya udah. Mas minta kamu stop kegiatan dulu sejenak. Dokter Andara saranin kamu untuk cuty." jawab Bhima akhirnya.
Jasmine terdiam mendengar hukuman apa yanh di lontarkan Bhima. Cuty?
"Kalau nggak mau ya udah. Mas nggak punya hukuman lain selain itu. Kamu bisa me time, make your self happy, temenin Chika sekolah. Apapun yang bisa membuat kamu senang. Deal?"
Jasmine senang dengan pekerjaannya, ia menikmati tapi untuk saat ini sepertinya Jasmine tidak bisa lagi membantah hukuman yang Bhima berikan. Jasmine mengangguk menuruti.
"I love you," ucap Bhima lalu meraih tubuh Jasmine ke dalam pelukannya.
"I love you much hiks," balas Jasmine memeluk erat suaminya.
"Nanti kita buat adik lagi untuk Ananda." bisiknya di sela pelukan, Jasmine hanya mengangguk, entah ia siap atau masih trauma nantinya.
God dwingt neimand boven zijne kracht te gaan.
Percayalah bahwa Tuhan nggak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umatNya.
💕💕💕💕
Hwallaawwhhhh, syelamat pagiiii Ku update lagi 😚😚😚 siapin tissue yaa 🤧🤧😭😭
#dahgituaja
#SalamSnelli
#Awastypo
Danke,
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top