ROOM 41
Minggu pagi yang cerah di rumah Yangti Annisa--ibu nya Jasmine. Ya, sejak Jumat malam kemarin, Jasmine, Bhima serta Chika menginap di rumah Uti nya.
Bhima sedang membawanya keluar, keliling sekitaran komplek dengan sepeda baru Chika, hadiah dari Akung nya. Sementara Jasmine memilih di rumah saja, menunggu, ia sedang malas keluar hari ini.
"Makan yang banyak, Una," ujar Ayah saat melihat Jasmine menyendokkan nasi ke piringnya.
"Iya Ayah," sahutnya.
"Mas mu mana?"
"Lagi keliling komplek, yah, sama Chika. Ngetes sepeda baru, makasi ya, Yah," ucap Jasmine lalu tersenyum, Ayah hanya mengangguk saja.
"Jadi sidangnya kapan, nduk?" tanya Ibu tiba-tiba lalu duduk di hadapan Jasmine.
"Belum tahu, buk. Ini kami masih di awasi dinas terkait sama panti tempatnya Chika kemarin itu,"
Ibu mengangguk mengerti, sedikitnya beliau paham karena dulu sempat terlintas di pikirannya untuk mengadopsi anak setelah lahirnya Jasmine. Namun semua di urungkan karena proses yang panjang dan berbelit.
Tapi sekarang, justru Jasmine dan Bhima yang mewujudkan. Berawal dari pertemuan Jasmine dengan Chika waktu itu di panti. Dengan segala keteguhan hati dan kemantapannya, ia meminta izin pada Ibu dan Ayah untuk mengangkat Chika sebagai anaknya sekaligus cucu untuk mereka dan akhirnya mereka setuju setelah Jasmine juga Bhima menceritakan alasan kenapa mereka mengadopsi Chika.
"Mas mu itu sayang sekali dengan Chika, ya nduk." ujar Ayah saat mereka sudah duduk di ruang tengah.
Jasmine tersenyum. "Iya, yah. Mas memang udah terbiasa dengan anak-anak sejak lama, apalagi dengan keponakannya, tidak susahlah untuk dekat dengan anak lainnya seperti Chika dan calon anaknya ini," sahut Jasmine sambil mengelus perutnya sesekali.
"Tapi ingat, kasih sayang kalian nanti harus rata. Jangan pilikasih, tanggung jawab dengan Chika tak sebatas sampai dia lulus sekolah lho, Una. Tapi selamanya, kamu paham kan?" pesan Ibu sembari meletakkan secangkir teh dan segelas susu untuk Jasmine.
"Nggeh, buk. Una mpun paham, insha Allah rata dan nggak di bedakan, wong mereka anak-anak Una, kok." jawabnya lalu meneguk susu khusus ibu hamil yang Ibu buat tadi.
Terdengar suara riuh tawa dari arah luar, rupanya Bhima dan Chika sudah kembali. "Assalamualaikum," ucap mereka, Chika langsung ngacir ke kamar mandi, cuci tangan dan kakinya lalu kembali ke tengah.
"Kakak udah jago ya main sepedanya?"
"Iya akung! Ayah ajarin, makasi ya akung sepedanya. Kakak suka," ujarnya lalu memeluk Akungnya mesra.
"Ayah nggak dipeluk nih, kak?" protes Bhima yang langsung di hadiahi cengiran gigi ompong Chika.
"Iya ayah, makasi juga yaa," Chika lalu memeluk Ayah nya kini.
Jasmine hanya bisa menyimpulkan senyumnya. Mataharinya, cerah sekali hari ini, ia masih saja tak menyangka bahwa sebentar lagi ia memiliki dua anak.
Akan seperti apa mereka nanti. Namun begitu, tetap banyak kekhawatiran yang muncul di benaknya. Apa ia akan jadi Bunda yang baik bagi mereka? Apa ia bisa mendidik mereka sebaik mungkin? Apa Jasmine mampu menjadi tiga peran sekaligus?
Seorang Ibu
Seorang Istri
Seorang dokter
Apa ia mampu? Kadang ia merasa ragu dengan dirinya sendiri. Mengemban amanah tugas sebagai seorang dokter saja kadang membuatnya juga sering bertanya pada dirinya sendiri, apa ia sudah baik tadi pada pasiennya?
Madrasah terbaik anak-anak adalah ibunya sendiri. Cukupkah ilmu agama yang Jasmine miliki saat ini? Bukan hanya mengajarkan dan mengenalkan duniawi saja, Jasmine juga bertanggung jawab akan didikan agama anak-anaknya.
Tapi kembali lagi, setiap kali ia menatap Chika, ia selalu bisa meyakinkan dirinya bahwa ia bisa. Tidak ada yang tidak mungkin, selama ia bernafas, ia hidup dan bergerak, belajar takkan pernah berhenti.
Kadang ia juga belajar dari Chika yang juga bisa jauh lebih dewasa dibanding dirinya. Hidupnya selama 7 tahun belakangan ini memaksa Chika untuk dewasa sebelum waktunya.
"Bunda,"
"Eh," Jasmine terjingkat. "Kenapa sayang?" tanyanya lembut.
"Kakak mau main sama adek, bunda." ujarnya polos lalu merosot duduk di lantai menghadap perut Bunda nya.
Ia elus perlahan perut yang sedikit demi sedikit terlihat itu. "Hai adek, kamu lagi apa?" sapanya, Chika lalu menempelkan telinganya seolah adiknya di dalam sana menjawab, Chika terkikik sendiri.
"Adeknya bilang apa, kak?" tanya Jasmine.
"Dia bilang mau main nanti sama kakak, bun," jawab Chika asal. Jasmine lalu memeluk Chika erat, ternyata seperti ini rasanya di perhatikan anak, ya walaupun Chika tak lahir dari rahimnya, namun sepertinya rasa sayang Jasmine serta Bhima melebihi kasih sayang orang tua kandung Chika.
"Iya sayang, doakan bunda dan dedek bayi sehat ya," Jasmine mengecup kedua pipi Chika bergantian di iringi gelak tawa Chika yang lucu.
💕💕💕
"Kapan kamu check up ke obsgyn lagi, Una?" tanya Ibu.
"Masih lama buk. Ibuk mau ikut? Nanti Una kabari, ya." sahut Jasmine seolah tahu kemana arah pembicaraannya.
Ibu tersenyum, Jasmine tahu maksudnya. "Yaiyalah, ibuk kan mau tahu perkembangannya sejak dalam kandungan itu seperti apa. Kabari ya,"
Jasmine mengangguk meyakinkan Ibu bahwa nanti beliau akan ikut di pemeriksaan selanjutnya.
Hari minggu ini di habiskan di rumah saja, banyak mainan disini. Chika juga sedang enggan keluar, biasanya ia akan merengek minta jalan-jalan namun kali ini sepertinya tidak.
Chika betah sekali sepertinya, ia juga nampak nyaman dengan Uti dan Akungnya. Lihat saja sekarang, Jasmine dan Bhima terabaikan, Chika memilih Akung dan Utinya.
"Chika itu gampang akrab ya, yang," ujar Bhima sambil menerhatikan Chika bermain di halaman belakang.
"Yah, namanya anak-anak, mas. Kalau dia nyaman, ya akan seperti ini, bukan berarti di rumah Chika nggak nyaman lho ya."
"Iya, paham, di rumah sepi. Mama dan Papa masih aktif kerja, sibuk, kalau ibuk sama ayah kan waktunya fleksibel nggak perlu takut ada panggilan darurat atau telepon dari klien kan?" sahut Bhima lagi sambil merangkul pinggang Jasmine dan Jasmine menyandarkan kepalanya di bahu Bhima.
💕💕💕
Hari itu mereka habiskan dengan quality time di rumah saja hingga sore hari hingga akhirnya pamit pulang. Besok Chika harus berangkat sekolah, Bhima dan Jasmine juga harus kerja.
Chika terlelap di kursi tengah, kepalanya teleng terhalang bantal di lehernya. Sepertinya ia lelah bermain dengan Ayah dan Akungnya tadi.
Chika jadi Princess, Akung jadi raja dan Ayah jadi kudanya Chika. Hihi. Begitulah mereka bermain tadi, Bhima melirik sunvisornya. Putrinya tengah tertidur dengan senyum sesekali mengembang di wajahnya.
Sepertinya mimpi indah sedang dialaminya.
"Si kakak tidurnya begitu, lihat deh, bun." ujar Bhima. Jasmine lantas menoleh ke belakang dan melihat Chika yang pulas. Terlarut dalam mimpinya.
"Mimpi memang indah, sayang. Tapi Bunda janji, hidup di kenyataanmu jauh lebih indah. Be the happeiest girl all time, my little baby," gumam Jasmine dalam hatinya.
"Kebahagiannya, kebahagiaan kita." Bhima meraih punggung tangan kanan Jasmine lalu di kecupnya dalam.
Hangat. Jasmine rasa menghangat. Tempat paling nyamannya, pasangannya yang insha Allah sehidup sematinya, ayah dari anak-anaknya, yang selalu mengusahakan apapun demi kedua bidadarinya kini.
Walaupun di tengah kesibukan mendera menjelang pendidikan S2nya, Bhima takkan lupa untuk selalu meluangkan waktunya.
Sampai akhirnya tepat saat adzan maghrib berkumandang mereka sampai di rumah. Chika masih dengan muka bantalnya mulai mengerjap bangun, sesekali ia melirik ke kanan dan kirinya, mengumpulkan nyawanya. "Bunda," panggilnya.
"Iya, sayang. Udah sampai, yuk turun," sahut Jasmine sambil melepas seatbelt nya. Chika mengangguk lalu ikut turun sementara Ayahnya mengambil tas juga sepeda di bagasi.
Jasmine dan Chika masuk ke dalam rumah, hari ini rumah ramai seperti biasa. Ada Aliya & Adrian serta krucils, mereka masih tinggal di sini sementara.
"Mommy, daddy," sapa Chika lalu menyalami Aliya dan Adrian, lalu mereka mengecup pipi Chika bergantian. Ia lalu bergabung di karpet tengah menonton tv bersama double B serta Abang Kavin.
"Mbak Chika, kata mommy, mbak mau punya adik ya? Kayak abang yaa?" tanyanya antusias, di sambut anggukan dan senyuman ceria Chika.
"Iya, aku seneng bangettt!! Bunda sama Ayah mau kasih adik baru buat akuu," bangganya sambil melirik Bundanya yang tengah tersenyum.
"Cowok aja mbak biar bisya main syama abang, mamas sama Ziezie,"
"Iihh, nggak mauu. Aku maunya perempuan, bang. Aku kan punya mainan banyak biar ada temannyaa," tolak Chika.
"Kan ada mbak Brynaaa, mbak Chika main aja berdua,"
"Iisshhh abaaanggg," pekik Chika tak terima ketika dibilang hanya main berdua dengan Bryna.
"Abang, kok mbaknya di ganggu? Minta maaf sama mbak," ujar Aliya lalu memisahkan keduanya agar tak terjadi adegan pukul-pukulan.
"Ya deehh, maaf. Kan abang cuma bercanda mbak," ujarnya, Chika terlanjur ngambek langsung menuju ke Bundanya. Hahaha.
Kavin menghampiri Chika yang sedang memeluk perut bundanya. "Mbak Chika, maafin abang ya?" ucapnya sambil mengulurkan tangannya.
"Ayo, maafin abang." perintah Jasmine. "Saudara nggak boleh berantem, ayo baikkan,"
Walaupun masih kesal sepertinya, Chika menerima uluran tangan Kavin tapi masih tetap ingin bersama Bundanya. Masih enggan ikut main lagi. "Main lagi sana,"
"Nggak mau, bunda. Nanti abang jahil lagi," gumamnya.
Jasmine tersenyum. Ia mengerti putrinya ini tengah merajuk. "Ya udah, bunda mau ke kamar. Kakak mau di sini sama ayah atau ikut bunda ganti baju terus maghriban?"
"Ikut bunda maghriban aja. Mau boboan aja di kamar habis itu," putusnya lalu ikut ke kamar Bundanya.
"Ya udah, yuk kita ke kamar." Jasmine membawa Chika masuk ke kamar setelah pamitan dengan yang lain.
💕💕💕
Pendek aja ya zayang 😘😘 next update baru agak panjangan yaa💕💕💕
#dahgituaja
#awastypo
#salamsnelli
Danke,
Ifa 💕
Tinggalkan jejak kalian di kolom vote dan komentar yaa 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top