ROOM 33

It's just about...

Sometimes, you need to wish what you want
Sometimes, you need to dreaming what you dream of..
Sometimes, you need people who always standing beside you even it's right or wrong..
Sometimes, you need to know who's real friends and who's fake friends...
Sometimes, you need the person who always hold on you because you affraid to fall...
Sometimes, you need to be "Happier" person ever in the world because you've got what you want...

But sometimes,...

Sometimes, you fall
Sometimes, you down
Sometimes, you hurt
Sometimes, you broke
Sometimes, you up
And Sometimes, you trough whatever the conditions... Sad and happy "we" trough together...

💕💕💕

Apartement Bhima. Leiden, Netherland

4.45 pagi- 11.45 siang di Jakarta

Jetlag.

Itu yang Jasmine rasakan saat ini. Semua yang ia rasa jadi satu, lelah hati dan pikiran, rasa rindu pada Chika dan rasa pegal yang mendera tubuhnya akibat penerbangan panjang yang ia jalani bersama Bhima kemarin.

Jasmine masih berada di atas tempat tidurnya, menikmati deru nafas suami yang sedang tidur ganteng di sebelahnya. Ia merapatkan tubuhnya mendekat karena udara dingin mulai menyapa Leiden.

Bhima yang merasa ada yang mendesak langsung membawa Jasmine ke dalam pelukannya. "Mas.."

"Hmm..., Bobok lagi..."

"Udah pagi. Ayok sarapan..."

"Ntaran yang..., Masih dingin.."

Jasmine menarik hidung Bhima namun tak kunjung bangun. "Ya udah. Aku masak sebentar yaa, di kulkasmu ada apa?"

"Kayaknya di lemari dapur ada sereal sama susu bubuk, deh, yang. Kamu lihat dulu ya tanggal kedaluarsanya..." Pesan Bhima setengah mengantuk.

Jasmine beringsut memakai kimono dan mengikat rambutnya asal dan menuju dapur. Kemarin ia lupa meminta tolong pada Meghan untuk merapikan apartment Bhima sekalian dan membeli beberapa bahan makanan.

Ia meletakkan ponselnya di meja pantry, menyalakan playlist lagunya dengan acak. Tiba-tiba, lagu yang akhir-akhir ini sering ia dengar berputar begitu saja.

Saat kau jatuh...
Lukai hati, dimana pun itu...
I'll find you..

Saat kau lemah..
Dan tak berdaya..
Lihat diriku, untukmu...

Kapanpun mimpi terasa jauh oh ingatlah sesuatu..
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu..

Saat duniamu mulai pudar dan kau merasa hilang..

Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu

Saat kau takut dan tersesat dimanapun itu
I'll find you...

Air matamu, takkan terjatuh, lihat diriku.. untukmu...

Kapanpun mimpi terasa jauh oh ingatlah sesuatu..
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu
Saat duniamu mulai pudar dan kau merasa hilang ..
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu..

The Overtunes
Sayap Pelindungmu.

Setitik bening air mata jatuh meluncur manis di pipi Jasmine. Seketika bayangan Chika muncul di kepalanya. Ya Tuhan! Jasmine rindu si kecil!!

Kemarin, saat mendarat di Schipol Airport, Meghan yang menjemput bahkan heran mengapa Jasmine jadi lebih pendiam dari sebelumnya. Wajahnya pun tak seceria biasanya. Akhirnya Bhima menceritakannya pada Meghan sepanjang perjalanan menuju Leiden tentang apa saja yang terjadi selama mereka ada di Jakarta dan sampai saat ini Jasmine belum berani menghubungi Chika lewat Suster Irna.

"Anak Bunda lagi apa..." Lirihnya sambil memeluk kotak sereal yang akan di tuang isinya ke dalam mangkuk dan tertunda karena lagu tadi muncul begitu saja tanpa aba-aba. "...tunggu bunda pulang ya sayang..."

Remuk. Hati Jasmine remuk redam mengingat wajah Chika yang merah karena menangis. Ia tahu bahwa sebenarnya Chika tak ingin di tinggal pergi, namun apalah dayanya? Jasmine tak bisa berbuat banyak, ia hanya berharap waktu bergulir dengan cepat dan semua selesai dengan tepat agar ia bisa kembali ke tanah air.

Bhima yang terbangun karena suara isakan Jasmine di dapur hanya mematung saat mendengar suara lirih Jasmine. Ia harus apa? Jasmine sudah terlanjur cinta dan sayang pada Chika. Mengingat vonis dokter setelah operasi lalu, ia akan sulit mengandung karena kista kemarin yang akhirnya di angkat.

Ia tak mempermasalahkan hal itu sebenarnya. Bhima tak apa, tapi mungkin ini akan jadi beban untuk Jasmine ke depannya sehingga dengan ngotot ingin mengadopsi Chika apapun caranya.

Bhima memeluk Jasmine dari belakang, namun pelukan itu malah membuat tangis Jasmine semakin keras. Ia merasa bersalah karena pergi tanpa pamit pada Chika, ia pasti kecewa.

Bodoh! Mengapa ia mengikuti egonya!! Bodoh!

"Maafin aku mas..." Lirihnya melepaskan kotak yang sejak tadi ia peluk lalu merubah posisinya dan memeluk Bhima dengan tangis yang semakin terasa sesak.

"Bukan salahmu.." Bhima mengelus kepala Jasmine lalu mengecup puncaknya. "Kita telepon Chika, yuk..."

"Takut..." Gumamnya.

"Jangan ngomong gitu kalau belum di coba, pakai kerudung dulu sana. Nanti anaknya bingung lho, kok,  Bundanya gak pakai kerudung..." Bhima menangkup wajah Jasmine lalu merapikan anak rambut yang berantakan menutupi wajah Jasmine.

Jasmine mengangguk lalu ke kamar dan mengganti bajunya dengan daster panjang dan kerudung praktis yang biasa ia kenakan.

Mereka duduk di sofa depan teve. Satu sisi hati Jasmine senang namun sisi lainnya berlawanan arah. Bhima sudah men-dial nomor Suster Irna dan melakukan panggilan video. Tepat setelah dering keempat telepon tersebut dijawab.

"Assalamualaikum, pagi Pak..." Sapa Suster Irna di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam, Sus, Chika ada?" Tanya Bhima.

"Oh ada, Pak, tapi sebentar ya, sekolahnya belum bel pulang, sebentar lagi bel kok..."

"Sus, arahin ponselnya ke kelas Chika. Saya mau lihat..." Pinta Jasmine.

"Baik, bu.." Suster Irna yang sedang menunggui Chika sekolah langsung mengarahkan ponselnya ke kelas Chika. "..itu bu, Chikanya..."

Jasmine reflek tersenyum saat melihat Chika sudah kembali ceria seperti sedia kala dan sedang maju ke depan. Lalu menit berikutnya bel sekolah berbunyi nyaring. Terlihat semua gerak gerik Chika lewat video call ini, Jasmine rindu memeluk tubuh mungilnya itu.

Satu persatu murid di kelas Chika keluar sampai tiba saatnya Chika muncul dari dalam kelas. "Chika! Telepon dari Bunda nak!" Pekik Suster Irna yang hampir tak kelihatan karena terhalang kerumunan anak-anak lain. Chika yang mendengar kata Bunda pun langsung berbinar matanya dan lari menerobos teman-temannya.

"Mana, Sus?" Terlihat wajah Chika di layar ponsel, Suster Irna langsung switch camera menggunakan yang depan hingga tampillah wajah Bunda dan Ayahnya di sana. "Bunda! Ayah!!" Pekiknya ceria, Jasmine menutup mulutnya dengan tangan kiri agar tak terdengar isakannya.

"Hallo anak Ayah! Gimana sekolahnya hari ini?" Tanya Bhima antusias.

"Seru, Ayah! Tadi Chika maju ke depan dapat seratush!!"

"Waahh hebat anak Bunda! Sayang, Kamu nggak nakal kan?" Kini giliran Jasmine bertanya.

"Ngghh..." Chika tertunduk saat Bundanya menanyakan hal itu. Wajahnya tampak memerah lagi. "Bunda maaf..."

"Lho, kenapa sayang? Sus, Chika kenapa?"

"Ini, bu. Kemarin waktu saya kirimin foto itu, nggak lama setelahnya Chika tengkar lagi sama Ila, bu...." Jelas Suster Irna.

"Kamu diapain sayang?"

"Kak Ila bilang Bunda sama Ayah bohong karena nggak datang jemput Chika..." Jawab Chika lalu menangis dan menyembunyikan wajahnya di tubuh Susternya.

Terlihat Bhima meraup wajahnya dengan kesal. Anak itu lagi, anak itu lagi. "Astagfirullah..., Terus habis itu gimana, Sus?"

"Jenggut-jenggutan, bu, sampai saya pisahin. Terus masuk ke kamar Chikanya..."

"Kakak nggak boleh gitu ya, Bunda nggak mau kakak berantem.." ujar Jasmine selembut mungkin dan reflek menyebut Chika 'kakak' "...Melindungi diri boleh, tapi ingat, minta maaflah kalau kakak salah, kalau nggak, kak Ila yang minta maaf, kamu harus maafkan. Ya sayang ya?"

"Iya bunda..." Sahut Chika menggumam.

"Chika nanti ke rumah Oma ya, nginap sana, bilang ke Oma di kamar Bunda ada hadiah buat Chika di atas lemari. Ambil ya nak.."

"Hadiah apa bunda?"

"Ada cat air, buku gambar sama botol minum baru buat Chika..!" Jawab Jasmine antusias menyebutkan hadiah-hadiahnya.

"Asyikk!! Makasi bunda! Ayah! Chika nggak sabar mau ke rumah Oma!" Pekik Chika kegirangan.

Jasmine dan Bhima menyambutnya dengan senyum semringah di seberang sana. Mereka bisa merasakan betapa bahagianya Chika saat ini. Setega itu kah orang tua angkat Chika yang lalu menelantarkan anak seceria ini? Yang tak peduli apa yang sedang di alaminya saat ini? Jasmine hanya mampu berdoa dalam hatinya agar semua di permudah dan Chika akan bisa menjadi anaknya segera.

"Bunda? Ayah? Kok bengong?" Chika mengerutkan dahinya.

"Eh iya sayang?" Sahut Bhima. "Chika pulang ke panti dulu ya. Nanti izin sama Bu Endang buat ke rumah Oma. Anterin ya sus, kalau mau nginep juga nggak apa-apa.." ujar Bhima berpesan pada Suster Irna.

"Iya pak. Nanti saya ikut Chika. Ya udah, Chika, pamit ayah sama bunda dulu.."

"Daaa ayah... Daaaa  bunda... Assalamualaikum.."

"Daaaa sayang wa'alaikumsalam..."

Klik.

Layar kembali pada panelnya. Wajah Chika menghilang dari hadapan orang tua muda ini. Ya Tuhan, ini masih kurang, rasanya lain.

"Tuh kan, nggak di tolakkan?" Bhima tersenyum saat meletakkan ponselnya di meja.

"Iya.." jawab Jasmine tersenyum juga, ada gurat lega setelah menelepon Chika. "Tapi tetap aja. Aku nggak bisa peluk anakku..." Ujarnya murung dan menyandarkan tubuhnya di sofa, memeluk kedua lututnya dan menatap jendela dengan nanar, di luar sedang turun salju. Chika pasti senang kalau ikut kesini.

Bhima memeluk Jasmine dari belakang, menelusupkan tangannya, memeluk erat bunda yang tengah gelisah. Bhima mengecup puncak kepala Jasmine dengan sayang dan dalam. "I feel same what you feel right now.."

"Mau pulang mas..." Lirihnya.

"Iya nanti. Kita selesaikan apa yang kita kejakan disini, setelahnya, kita langsung pulang. 6 bulan lagi sisa, kuat sayang, dia nunggu kita..." Peluknya makin erat.

"Mas? Kamu nggak jadi ke makam Cesca?" Tanya Jasmine mengingatkan Bhima bahwa kepulangannya ke Belanda kali ini juga untuk mengunjungi makam Cesca.

"Oh iya.." jawab Bhima sendu. "Ya kamu siap-siap yang. Atau mau siap-siap bareng?" Tanya Bhima di iringi alis yang naik turun.

Plak!

Jasmine memukul lengan Bhima yang di sambut desisan kesakitan. "Sshh..., Tega.."

"Biarin! Lagi kamu!" Lalu ia bangkit dari sofa. Bhima hanya menggelengkan kepalanya sambil mengikuti Jasmine masuk ke kamarnya.

Jam berikutnya mereka sudah dalam perjalanan menuju salah satu pemakaman umum di Leiden. Tadi mereka sempat mampir untuk membeli sebuket bunga untuk Cesca, waktu itu Jasmine ikut sampai pemakaman, jadi ia masih ingat di mana makam Cesca.

Sampai di sana, di temani salju yang senantiasa turun perlahan, hampir menutupi sebagian pemakaman itu. Mereka berjalan perlahan menuju makam paling ujung yang masih terlihat baru, sepertinya baru ada yang menengok sebelum Bhima dan Jasmine sampai karena ada buket bunga lain yang di letakkan.

Bhima memandang nanar papan nisan bertuliskan nama anak kesayangannya disini. Ia tak pernah menyangka bahwa keberangkatannya ke Indonesia kemarin menjadi saat terakhirnya bertemu Cesca, Bhima izin pada si cantik untuk pulang sebentar dan berjanji akan kembali secepatnya. Namun belum sampai sebulan Bhima di Jakarta, justru kabar duka yang Bhima dapat.

Jasmine merapatkan dirinya di tubuh Bhima, ia tahu rasanya, sakit. Apalagi saat melihat Bhima menangis begitu makam Cesca sudah tertutup tanah. Ya, Bhima menyaksikan pemakaman melalui video call dari Jasmine waktu itu.

"She's happy now, mas. Jangan nangia lagi, aku tahu ini sakit, tapi melihatnya kesakitan pasti lebih sakit..." Ujar Jasmine sambil menghapus air mata Bhima yang tiba-tiba mengalir bersamaan dengan angin semilir.

Bhima menunduk dalam. "Sesakit ini rasanya kehilangan orang yang kita sayang ya, yang?" Gumamnya masih terdengar Jasmine.

"Iya mas. Aku paham rasanya, apalagi sehari-hari Cesca sama kamu..." Ujar Jasmine lagi sambil menyentuh wajah Bhima lalu meletakkan buket bunga tadi.

"I miss you, little girl..." Gumamnya sambil mengelus nisan Cesca.

💕💕💕

Sementara di Jakarta.

Sore harinya Chika sudah bersiap-siap untuk berangkat. Ia sudah cantik dengan rok pendek kuning di padu dengan celana legging hitam dan kaus lengan pendek bergambar ice cream rambut di kuncir kuda.

"Chika, udah rapih sekarang. Siap ketemu oma?" Tanya Suster Irna sambil merapikan lagi bawaan Chika.

"Siap dong! Chika kangen oma sama opa.." ujarnya berbinar.

Suster Irna tersenyum, lalu menggendong tas Chika di pundaknya. "Yaudah yuk, kita berangkat..." Ajaknya sambil menggandeng Chika.

Mereka berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah. "Salam buat Bu Lanny dan Pak Hardi ya, Sus.." ujar Bu Endang saat Suster Irna dan Chika mencapai taksi yang sudah menunggu di halaman.

"Iya, bu, nanti saya sampaikan. Yaudah, kami berangkat ya bu, assalamualaikum." pamitnya lalu menutup pintu taksi.

"Wa'alaikumsalam.."

Taksi biru itu melesat jauh meninggalkan halaman panti melesaki jalanan Jakarta yang mulai macet di jam-jam rawan pulang kantor seperti saat ini.

Perjalanan terasa cepat hingga taksi berhenti di depan kediaman Prayuda.

Chika membuka pintu samping lalu berlari masuk ke dalam. Ada Oma yang sudah pulang sedang menyirami tanamannya. "Omaaa!!" Pekik Chika saat berhasil membuka pintu pagar dan berlari memeluk Oma nya.

"Cucu Omaaa..." Ia meletakkan alat untuk menyirami bunganya lalu menyambut pelukan Chika.

"Assalamualaikum, Bu..." Sapa Suster Irna sambil mengulurkan tangannya.

"Wa'alaikumsalam..." Jawab Lanny menyambut uluran tangan Suster Irna. "Ayo masuk-masuk, Oma cuci tangan dulu yaa.." ujarnya sambil menyalakan kran air dan mencuci tangannya lalu mengajak Chika dan Suster Irna masuk ke dalam rumah.

"Kok sepi, Oma? Yang lain kemana?" Tanya Chika polos saat mendaratkan tubuhnya di sofa.

"Masih kerja sayang. Chika udah makan, Sus?"

"Udah bu, tadi pulang sekolah langsung ganti baju, dzuhur dan minta makan. Biar cepet kesini katanya.." papar Suster Irna di sambut senyim hangat Lanny.

"Nginap ya? Besokkan sabtu.."

"Iya Oma, Chika nginap kok. Itu udah bawa baju hehehe. Oiya, oma, kata Bunda di atas lemari ada hadiah buat Chika, tadi bunda sama ayah telepon..."

"Oiya, sebentar oma ambilin. Ada dimana hadiahnya kata bunda?"

"Atas lemari, oma..."

"Oke, sebentar oma ambilin yaa.." ia lalu bangkit menuju kamar Jasmine mengambil hadiah yang di maksud, sebuah plastik besar bertuliskan Miniso yang berisi cat air, buku gambar, botol minum dan mainan kecil lainnya lalu di bawanya keluar. "Nih, hadiah dari bunda sama ayah, tapi kayaknya di dalam ada suratnya juga.." ujarnya sambil menyerahkan plastik tadi.

"Makasi oma..." Jawab Chika menerima plastik tadi lalu merogoh isinya dan mendapati sepucuk surat di dalam amplop berwarna merah jambu.

"Sini, oma bacakan..."

Chika lalu berpindah ke pangkuan Oma lalu membuka surat tadi.

"Untuk anak kesayangan bunda dan ayah. Sayang, maafin bunda yang pergi tanpa pamit apa-apa sama Chika, karena bunda nggak mau lihat Chika nangis.

Maafin bunda yang mungkin sudah buat Chika kecewa sama bunda dan ayah.

Maafin ya nak? Maukan?

Semoga Chika sehat selama bunda dan ayah nggak ada ya? Nurut sama bu Endang, Suster Irna, oma dan opa. Secepatnya bunda dan ayah akan pulang dan jemput Chika. Doakan bunda dan ayah ya sayang, supaya urusan bunda dan ayah segera selesai dan cepat pulang.

Sayang, ini ada hadiah buat kamu. Supaya nggak lupa sama bunda dan ayah. Botol minumnya di pake ya sayang, di simpan yang baik. Bunda dan ayah akan pulang secepatnya.

Bunda dan ayah sayang Chika melebihi apapun di dunia ini.

We love you, Kakak Chika.

With lots of love, hugs and missed,

Bunda Jasmine dan Ayah Bhima"

Tutupnya sambil menahan segala gejolaknya untuk menangis. Ia lalu memeluk Chika erat saat di rasa ada air mata menetes di punggung tangannya. "Bunda dan Ayah sayang Chika. Jangan marah ya nak..., Mereka sedang menyelesaikan urusannya di tempat yang jauh, Chika doain ya.." ujarnya bergetar.

"Iya oma, Chika juga sayang ayah dan bunda, Chika nggak marah kok.." jawabnya sambil menenggelamkan kepalanya di ceruk leher sang Oma.

💕💕💕💕

Weheyyy i am back!! Udah nggak error kan watty? 😁Dah ah gak banyak-banyak

Nih updateannya yang kangen mas Bhima 😚😚

#dahgituaja
#awastypo

Danke,

Ifa💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top