ROOM 32

Those who are the happiest, never did have everything.

But rather, they are thankful for what they do have.

💕💕💕

Amanda and Partner Lawyer Office

Bhima benar-benar menepati janjinya pada Jasmine. Mereka datang hari ini hanya untuk berkonsultasi pada Amanda, karena sepengetahuan Bhima pasangan yang akan mengadopsi anak harus minimal menikah selama 5tahun dan maksimal usia 45tahun. Sementara mereka baru menikah dalam hitungan minggu.

"Oke, Om Bhima, Tante Jasmine. Ini ada beberapa rules yang harus kalian baca serta beberapa point yang harus kalian pahami.." Amanda menyodorkan kertas rangkap 2 kepada Bhima dan Jasmine.

Bhima membaca kertas di tangannya dengan seksama.

Persyaratan mengadopsi anak secara legal, berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No 41/HUK/Kep/VII/1984, tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, yaitu:

Pertama, pasangan harus berstatus menikah dengan usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun. 

Kedua, minimal pasangan yang akan mengadopsi anak telah menikah 5 tahun saat pengajuan. Pasangan tersebut harus menyerahkan dokumen secara tertulis berisikan keterangan, seperti: tidak memungkinkan memiliki anak kandung dari dokter ahli, tidak memiliki anak, memiliki satu anak kandung, atau hanya memiliki seorang anak angkat, tetapi tidak mempunyai anak kandung.

Ketiga, harus memiliki kondisi keuangan dan sosial mapan dengan menyerahkan surat keterangan dari negara asal pasangan tersebut. 

Keempat,memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal pemohon (berlaku bagi pasangan yang bukan Warga Negara Indonesia (WNI).

Kelima, surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian. surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa pasangan tersebut adalah sehat secara jasmani dan rohani. 

Keenam, telah menetap sekurang-kurangnya tiga tahun di Indonesia yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang (berlaku bagi pasangan yang bukan WNI.

Ketujuh, telah merawat dan memelihara anak yang akan diadopsi tersebut sekurang-kurangnya enam bulan untuk anak balita,dan satu tahun untuk anak yang berumur 3-5 tahun. 

Kedelapan, surat pernyataan secara tertulis yang menyatakan bahwa pengangkatan tersebut memang semata-mata untuk kepentingan dan kesejahteraan anak yang bersangkutan. 

Kesembilan, adopsi anak tidak hanya berlaku bagi pasangan suami istri, tetapi juga dibolehkan untuk wanita atau pria yang masih lajang asalkan mempunyai motivasi yang kuat untuk mengasuh anak.

Prosedur resmi mengadopsi anak, di antaranya: 

Pertama, ajukan surat permohonan ke pengadilan di wilayah tempat tinggal calon anak angkat. Pemerintah telah menunjuk dua yayasan untuk melayani proses adopsi, yaitu Yayasan Sayap Ibu (Jakarta) dan Yayasan Matahari Terbit (Surabaya).

Kedua, petugas dari dinas sosial akan mengecek. Mulai dari kondisi ekonomi, tempat tinggal, penerimaan dari calon saudara angkat (bila sudah punya anak), pergaulan sosial, kondisi kejiwaan, dan lain-lain. Pengecekan keuangan dilakukan untuk mengetahui pekerjaan tetap dan penghasilan memadai. Bagi WNA harus ada persetujuan/izin untuk mengadopsi bayi Indonesia dari instansi yang berwenang dari negara asal.

Ketiga, calon orangtua dan anak angkat diberi waktu untuk saling mengenal dan berinteraksi. Pengadilan akan mengizinkan membawa si anak untuk tinggal selama 6-12 bulan, di bawah pantauan dinas sosial.

Keempat, menjalani persidangan dengan menghadirkan minimal dua saksi.

Kelima, permohonan disetujui atau ditolak. Bila disetujui, akan dikeluarkan surat ketetapan dari pengadilan yang berkekuatan hukum. Keenam, dicatatkan ke kantor catatan sipil.

Jasmine menghela napasnya dengan berat. "Kon ribet ya?" Ujarnya putus asa.

Amanda tersenyum. "Ya gitu, te. Tapi kan di point ke 9 itu bisa kok. Karena kalian mengadopsi demi kesejahteraan anak ini kan? Tapi Manda nggak bisa proses sekarang, karena di lihat dari usia pernikahan aja baru hitungan minggu, kenal Chika juga sama, belum lama, kan?"

"Iya, Nda. Tapi tolong ya, Om titip Chika. Dia akan ada di panti selama kami nggak ada,  nanti kami juga akan minta papa dan mama buat nengokin seminggu sekali atau di bawa menginap di rumah..." Jawab Bhima sambil menggenggam erat jemari Jasmine.

Amanda mengangguk paham. "Tapi, bila suatu saat ada orang tua yang memenuhi syarat akan mengadopsi Chika, bagaimana?"

"Nggak, Nda. Tante udah pesan ke Bu Endang biar Chika nggak di adopsi orang lain. Anaknya pun udah nggak mau. Mungkin dia trauma, tapi kemarin, saat kami pulang, Chika nangis minta ikut.." sahut Jasmine bergetar. Ia rindu Chika.

"Mungkin Chika merasa nyaman, te. Anak kecil itu jujur, kan? Insha Allah, Chika di sini baik-baik aja. Manda akan nengok ke panti sering-sering..." Jawab Manda meyakinkan. "Manda tahu Chika mbak..., She trough this hard life, alone. She need parents like you, who truly loves her, not only as a child but a part of life..."

Bulir bening air mata meluncur dengan lancar dan membentuk gurat di pipi Jasmine. Cukup! Ia harus segera kembali ke Belanda agar rasa rindu ini tak semakin menjadi! Namun sisi lain hatinya ingin menengok Chika sekali sebelum pergi, tapi hatinya tak siap di tolak dan di abaikan lalu Chika menyuruhnya pulang dengan alasan ia sudah biasa sendiri.

Ahhh...

Jasmine menghapus air matanya, menatap Bhima. "Ayo pulang mas.." pintanya pelan.

Bhima mengangguk. "Makasi sebelumnya ya, Nda. Kami pulang dulu.." pamitnya lalu keduanya berjabat tangan bergantian.

Amanda memandang kepergian sepasang calon ibu dan ayah itu keluar dari ruangannya. Ia tahu, niat Om dan Tantenya ini baik, memperjuangkan seorang gadis kecil yang baru mereka kenal bukan hanya menganggapnya sebagai anak angkat, tapi seperti anak kandung mereka namun mengadopsinya tak semudah itu, mereka terhalang regulasi untuk saat ini. Amanda tahu, keluarga Prayuda seperti apa, Amanda paham, mereka tak pernah membedakan mana kandung mana bukan.  Amanda percaya Chika akan berada di tangan yang tepat setelah ini, ia juga akan memperjuangkan Chika sampai saatnya ketika sidang nanti di gelar.

💕💕💕

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Jasmine lebih banyak diam tak membicarakan apapun. Bhima paham, Jasmine tengah bimbang karena serumit itu untuk mengasuh seorang anak ternyata.

"Sabar ya yang. Tahun depan kita bisa merawat Chika dulu, selama setahun. Kita jalani sampai nanti saatnya sidang..." Bhima mengelus pipi Jasmine dengan tangan kirinya yang bebas sambil terus menyetir di jalanan Jakarta yang ramai siang hari ini.

"Can you just stop talking about that? I don't wanna hear anything..." Pintanya dengan tatapan menusuk. Bhima menyerah. Jasmine sedang jengah. Apapun seolah salah bila di lakukan saat ini.

Bhima kembali diam hingga sampai di rumah. Jasmine lantas masuk ke kamarnya tanpa melihat ada siapa di ruang tengah, padahal ada mama yang baru juga sampai di rumah. Beliau sudah tahu soal ini bahkan sudah menebaknya sebelum Bhima dan Jasmine mengutarakannya tadi pagi. "Gimana Bhim? Nggak bisa ya?" Tanya mama penasaran.

"Bisa. Tapi nanti, tahun depan. Bhima akan perjuangankan, ma, meskipun pernikahan kami belum berjalan selama yang di tetapkan pada perarturan. Tapi Bhima yakin kok, hakim pasti mengerti kalau kita menceritakan dengan sejujur-jujurnya apa yang menimpa Chika. Toh ini semua demi kesejahteraan hidup Chika, ma.." Ujar Bhima dengan penuh keyakinan. "Bhi titip Chika ya ma..., Apapun itu sekecil apapun bilang ma. Jasmine pasti akan khawatir jauh dari anaknya..." Pesannya.

"Iya Bhi, insha Allah mama akan sering nengoki Chika, ya. Mama percaya, kalian bisa jadi orang tua yang baik, untuk Chika, untuk anak-anak kalian nanti.." sahut Mama seraya membelai pipi anak laki-lakinya ini. "Udah sana ke kamar, tenangin Jasmine. She need's you..."  Perintahnya, Bhima mengangguk lalu beranjak ke atas.

Jasmine tengah menatap nanar layar ponselnya, Suster Irna baru saja mengirimkan foto Chika tengah tengkurap dengan wajah sendu dan rambut yang awut-awutan.

"Maafin bunda, sayang..." Gumamnya bergetar.

"Yang, kenapa?" Tanya Bhima tiba-tiba duduk di samping Jasmine.

Tanpa banyak bicara, Jasmine menyodorkan ponselnya yang sudah menampilkan chat whatsappnya dengan Suster Irna  beberapa saat lalu.

Suster Irna

Bu, Chika nyariin...

Kenapa Sus?  Gak mau makan ya?✓✓

Makan mau kok bu, cuma ya murung terus

Saya tanya kenapa dia diam aja

Ya Allah Chika😭😭💔✓✓
Titip Chika ya, Sus✓✓
Kalau ada apa-apa kabarin✓✓
Mama atau saya✓✓

Iya bu, pasti saya kabarin kalau ada apa-apa..

Makasi ya, Sus✓✓

Sama-sama, Bu...

Bhima langsung membawa Jasmine dalam pelukannya. Ia tahu, berat untuk Jasmine saat ini meninggalkan Chika disini, ikatan mereka terjalin begitu dekat padahal baru bersama dalam waktu yang cukup singkat.
Ikatan seorang Ibu dan anak yang kuat, Chika bahkan enggan di tinggal.

"She will be fine, selama kita nggak di sini, ada mama papa, mbak Al dan mas Adri juga Manda yang akan jaga Chika di sini. Aku janji sayang, tahun depan kita pulang, Chika harus sama kita, aku janji..." Ucap Bhima sambil menangkup wajah Jasmine, menempelkan keningnya sambil menghapus air mata yang lagi-lagi membendung dan buyar menjadi gurat tatapan sendu sedan.

Hati Jasmine remuk, sakit rasanya harus berpisah dari seseorang yang kini ia anggap anaknya, dari seorang yang kini memanggilnya dengan sebutan Bunda. Ah, walaupun anak panti memanggilnya dengan sebutan yang sama, tapi Jasmine rasa lain jika Chika yang memanggilnya.

Jasmine hanya mampu mengangguk tanpa mampu mengucapkan kata apapun, menyahuti janji Bhima. Ia tahu, Suaminya tak pernah ingkar janji, ia tahu rencana Allah lebih indah, ia tahu janji Allah itu pasti. Mungkin tidak sekarang, tapi nanti Allah tahu waktu yang tepat.

👧👧👧

Sementara di panti.

Chika masih saja berdiam diri, menelungkupkan badannya di kursi kayu panjang teras belakang panti. Tatapannya kosong, ia rindu Ayah Bundanya. Ia bingung kenapa mereka tak datang menjemput atau setidaknya menengok? Apakah kemarin Chika berbuat salah atau bahkan nakal? Sepertinya tidak.

Ia hanya tak tahu bahwa Ayah dan Bundanya tengan mempersiapkan kepulanhan mereka ke Belanda. Chika hanya tahu mereka akan pergi jauh dan lama, lalu Chika tidak boleh ikut.

"Hmm..." Gumamnya bergetar kala wajah sendu Bunda muncul di ingatannya. "Chika kangen, Ndaa...." Lirihnya lalu menangis dalam diam.

Suster Irna yang memperhatikan dari ujung pintu tak kuasa melihatnya. Ia tahu Chika sedang menangis, punggungnya bergetar. Suster Irna sudah lama bekerja di sini, ia yang dulu mengurus Chika waktu pertama kali tiba, sungguh ia sakit hati melihat Chika di kembalikan dengan cara yang tidak sopan seperti kemarin. Menelantarkan seenaknya seolah Chika barang yang sudah tak dibutuhkan lalu di buang seenaknya.

Di satu sisi ia bahagia akhir-akhir ini Chika mulai tersenyum karena mendapat Ayah Bunda yang baru. Tapi kini anak itu tengah kembali bersedih, sudah satu jam Chika tak beranjak dari sana. "Chika..., Sayang..." Suster Irna mendekat. Chika memperbaiki posisi duduknya. Masih dengan wajah sembab dan bibir cemberut.

"...kenapa sayang? Hm?" Tanyanya lembut.

"Bunda. Ayah..." Lirihnya.

"Nanti mereka kesini. Suster janji, setelah ayah dan bunda selesai urusannya, mereka pasti kesini lagi jemput Chika. Asal Chika nurut suster, nurut bu Endang nanti pasti mereka jemput. Mereka sayang Chika, makanya Chika nggak boleh ikut karena apa? Chika harus sekolah di sini. Besok sekolah ya?" Pinta Suster Irna lembut pasalnya hari ini Chika enggan pergi sekolah.

Chika mengangguk paham. Besok ia harus sekolah, ia akan membuat Ayah Bunda nya bangga walaupun mereka tak melihat langsung. Ia akan jadi anak yang baik seperti yang Suster Irna bilang, ia akan jadi penurut agar Ayah Bunda segera cepat pulang.

Suster Irna beranjak dari sana saat dirasa Chika sudah tenang. Namun Chika enggan pergi dari tempatnya sekarang, ia duduk agak ke tengah, menangkupkan kedua kakinya jadi satu dan menumpukan dagunya di atas kedua lututnya. Lagi-lagi ia terdiam.

"Uuh..., Kasian deh nggak di tengok! Makanya jangan ngarep ketinggian, Chika!!" Ucap seorang anak perempuan dengan kasar.

Chika menongakkan kepalanya, ia tahu suara siapa itu. Ila. Anak yang kemarin membuatnya harus memiliki jahitan di pelipisnya. Ia diam saja tak menanggapi ucapan ila, ia tak ingin membalas apapun perkataan ila.

"Wleeee..., Kasiaan dehh...!!" Ila menjulurkan lidahnya mengejek Chika. Rawut wajah Chika berubah, ia bangkit dari duduknya dan mendorong Ila hingga mundur beberapa langkah.

Chika tak lagi tahan kali ini!

"Heh!! Kok berani sih??!!" Pekik Ila tak terima.

"Iya! Kenapa?!! Nggak suka??! Bunda bilang, kalau kamu berulah lagi, kamu nggak akan dapat orang tua baru!!" Pekik Chika tak kalah kencang hingga membuat beberapa anak menoleh ke arah mereka.

"Ah! Bunda kamu bohong!! Buktinya sekarang bunda kamu nggak kesini kan'?" Tak habis, Ila makin mencecar Chika. "Bunda kamu itu pembohong!!!"

"BUNDAKU NGGAK BOHONG!!!!!!" Pekiknya makin keras lalu menarik rambut ila dan ila membalasnya.

"EHHHH!!! Sudah!! Ila! Chika!" Lerai Bu Endang setengah berlari ke arah Chika dan Ila lalu ia berdiri di tengah diantata keduanya. "Ila!! Kamu apain Chika??"

"Dia duluan bu!!" Tuduh Ila.

"Bohong bu!! Kak ila yang mulai duluan!! Chika nggak suka! Dia bilang Bunda Jasmine pembohong karena nggak datang jemput Chika! Makanya Chika jenggut rambutnya!!" Jelas Chika mendadak berani menyahuti Ila. Chika lantas melepas pegangan Bu Endang di tangan kirinya dan berlari masuk ke kamarnya. Ia tak mau di marahi karena merasa bukan salahnya, bukan ia yang memulai, tetapi Ila yang memancing dirinya.

Chika menghempaskan tubuh mungilnya di atas kasur empuk dan boneka-bonekanya. Ia peluk bingkai foto Ayah Bundanya, ia menangis kencang meraung memanggil Ayah Bundanya. Ia kesal!!! Kenapa lagi-lagi Ila mengganggunya, padahal sehari setalah kejadian itu Oma Lanny dan Daddy Adrian datang ke panti untuk meminta penjelasan Ila. Chika tahu, Bundanya cerita.

"Bunda..., Ayah. Kak Ila jahat! Bunda, Ayah nggak pernah bohong sama Chika kan? Bunda, Ayah janji jemput Chika kan?" Ia bicara pada foto Bunda dan Ayahnya seolah bicara langsung pada mereka. Chika menarik ingusnya dalam-dalam, menghapus air mata dengan telapak tangannya lalu meringkuk memeluk bingkai foto dan jatuh tertidur.

Chika rindu.

🛫🛫🛫

Heheyyyy.... Wattpad masih erorr rupanya pemirsah. Maafkeun, kalau nanti telat nanggapi pertanyaan. Notif delay semua udah dari hari jumat sampai hari ini belum beres 😪😪

Oh iya, kalau ada yang bingung kenapa Amanda panggil Bhima dan Jasmine itu Om dan Tante. Itu karena Amanda keponakannya Adrian, otomatis, Amanda juga memanggil Bhima dan Jasmine dengan sebutan Om dan Tante walaupun lebih tua Amanda.

Ps: Sumber tentang pasal hak asuh anak di dapat dari Liputan 6.com

#dahgituaja

#awastypo

Danke,

Ifa💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top