ROOM 31
Sudah kurang lebih 3 hari Chika ada di rumah, di rawat langsung oleh Bhima dan Jasmine tapi hari ini waktunya Chika pulang kembali ke panti.
Jujur, sebenarnya Bhima tak tega mengantar Chika pulang. Tapi lagi-lagi, Bhima dan Jasmine belum berhak menahan Chika lebih lama, jadi mau tidak mau, Bhima dan Jasmine harus mengantar Chika kembali walau sudah di pastikan akan ada drama di dalamnya.
"Chika.." panggil Bhima. Chika sedang bermain dengan boneka barunya bersama Bunda di sofa ruang tengah, kemarin Aluna datang dan membawakan Chika boneka dan Chika mau boneka itu di titip di sini. Alasannya, Chika takut Ila akan mengambil boneka barunya ini.
"Iya Ayah?" Senyum Chika samar saat menyahuti panggilan ayahnya itu.
Bhima diam sejenak. "Ayo, kita pulang..." Ucap Bhima akhirnya, seketika rawut wajah Chika berubah cemberut. Bhima jadi semakin tidak tega mengantarnya pulang.
"...Jangan cemberut dong sayang.." Bhima membelai kepala Chika dan menampilkan senyumnya sebisa mungkin. "Ayo pamit oma opa dulu..." Ajaknya, Chika mengangguk pasrah lalu Jasmine dan Bhima berjalan ke depan, ada Oma dan Opa di teras depan. Aliya serta krucils sudah pulang ke Gandaria kemarin sore, rumah jadi semakin sepi.
"Oma, Opa, Chika pulang dulu ya..." Chika menyalami Oma dan Opa nya bergantian.
"Hati-hati ya sayang..." Opa mengecup pipi Chika.
Oma memeluk Chika erat setelahnya, tapi tiba-tiba Chika meneteskan air matanya saat pelukan Oma mengendur. "Shhh..., Chika jangan nangis sayang..." Ucapnya seraya menghapus air mata Chika lalu di kecupnya.
"Nggak kok oma.." elaknya. "Ayah, Bunda ayooo.." rengeknya sambil menarik tangan Ayah dan Bundanya untuk segera masuk ke dalam mobil. "Dadaa oma...Dadaa opa. Assalamualaikum..."
"Daaa sayang..., Waalaikumsalam..."
Chika segera duduk di pangkuan sang Bunda, dengan posisi sama seperti yang lalu. Menyandarkan kepalanya di dada Bunda, mendengar detak jantung Bunda. Chika suka posisi seperti ini, Chika selalu bisa tenang bila berada di dekat Bunda.
Sepanjang perjalanan Chika lebih banyak diam. Mungkin hatinya sudah bisa menerka, terlebih kemarin Kavin bilang bahwa Ayah dan Bunda akan pergi lama dan jauh, lalu Chika tidak boleh ikut.
Jasmine mengelus rambut panjang Chika, ia tahu, Chika tengah sedih saat ini. Tapi apa boleh buat, lusa Jasmine dan Bhima sudah harus berangkat ke Belanda, mereka akan pulang lebih cepat agar semua selesai tepat waktu. Walaupun sebenarnya jatah liburan mereka masih lama sekali namun keduanya sudah memutuskan untuk kembali ke sana segera dan runut dengan jadwal semula.
"Bunda..." Panggil Chika.
"Ya sayang..."
Chika makin merapatkan kepalanya di lekukan leher Bunda. "Chika takut, bunda..." Gumamnya namun Jasmine jelas mendengarnya.
"Takut kenapa...?"
Chika hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Bundanya. Ia merapatkan pelukannya seolah tak mau lepas dari pelukan hangat yang membuatnya nyaman dan tidur nyenyak akhir-akhir ini.
"Bunda nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk kamu untuk saat ini, nak. Bunda takut tidak bisa memenuhinya, Bunda takut kamu kecewa, sayang..." Batin Jasmine.
"Bunda, kata Kavin nanti bunda sama ayah mau pergi? Kemana? Chika boleh ikut?" Tanyanya tiba-tiba. Reflek Jasmine memandang Bhima. Bhima menggeleng pelan.
"Bunda sekolah sayang. Jauh dan Chika nggak bisa ikut..." Jawab Jasmine sambil mengusap punggung Chika.
"Kenapa nggak boleh?" Cecar Chika.
Jasmine terdiam. "Ehm..., tapi, setelah sekolah bunda selesai, bunda bakal lebih sering main sama Chika. Kenapa nggak boleh? Kan Chika juga sekolah di sini, ya kan?"
Chika makin memeluk Jasmine dengan erat. Chika tidak ikhlas bila harus berpisah dengan Bundanya. Pundak Chika bergetar, ia menangis tanpa bersuara, tapi Jasmine merasakan basah di kerudungnya, Chika menangis, Jasmine paham.
Jasmine mencoba menahan segala hasratnya untuk menangis. Ia tidak boleh kalah dengan perasaannya, Jasmine harus tega, tapi ia berjanji pada dirinya sendiri untuk kembali pulang ke sini dan membawa Chika bersamanya. Namun, entah kapan Jasmine juga tak tahu.
Mobil Bhima sudah masuk halaman panti, Chika masih setia memeluk Bundanya dengan erat, masih terlihat menyesakkan karena suara tangisnya tak terdengar.
"Udah sampai deh..." Ujar Bhima setenang mungkin.
"Yuk turun, nak..." Ajak Jasmine.
"Nggaakkkk!!!!!!!!!!" Teriak Chika kencang memekakkan telinga. "NGGAK MAUU!!!"
"Nggak boleh gitu sayang. Bunda Janji nak, janji..." Jasmine mencoba menenangkan Chika.
"Chika mau sama bundaaaa!!!!" Pekiknya lagi.
Bujukan Jasmine gagal total.
"Serius nak. Bunda janji bakal jemput Chika lagi. Chika boleh pegang janji bunda..." Mohonnya sekali lagi.
"Ayahh...." Rengeknya, mencari pembelaan.
"Yuk turun..." Ajak Bhima.
"Nggak mau ayahhh..." Rintihnya sambil mencengkeram baju Bunda.
Bhima turun dari dalam mobil dan membuka pintu penumpang, menarik Chika dari pelukan Bundanya. "Nggak ayah... Nggakkkk" rontanya sambil menendang-nendang di udara.
Namun seolah tuli, Bhima melangkah terus masuk ke dalam. Di sambut dengan riuhnya anak-anak yang rebutan minta di gendong Bhima. Pundak Chika masih bergetar.
"Hallo semuaaa..." Sapa Jasmine seceria mungkin menyembunyikan wajah sedihnya.
"Bunda gendong bunda..."
"Ayah kok chika aja yang di gendong..."
"Iya iya. Aku juga dong..."
"Gantian yaa nak. Ini bunda bawa buah buat kalian, ayo dibawa ke dapur, dibagi ya.." ujar Jasmine sebisa mungkin menahan tangisnya.
"Makasi bundaaa...!" Semua langsung masuk dapur, di giring nanny mereka.
"Mbak, mas.." sapa Bu Endang. "Chika? Kenapa?"
Jasmine tersenyum tipis. "Biasa bu. Lagi datang cantiknya gini deh.." godanya. "Saya langsung bawa ke atas ya.."
"Oh iya iya. Nanti kalau ada apa-apa panggil Sus Irna aja ya. Dia susternya Chika..." Jelasnya.
"Oiya bu, makasi. Kami ke atas ya.." jawab Bhima, Bu Endang mengangguk.
Bhima menurunkan Chika di atas kasurnya, Chika langsung meringkuk tanpa melihat Ayah dan Bundanya. Jasmine tak kuasa akhirnya menangis juga, ia memeluk Chika dari belakang namun Chika tak mau merubah posisinya itu. "Sana, bunda sama ayah pulang aja..." Ujar Chika pelan. "Bunda emang nggak sayang kan sama Chika?"
Deg!
"Chika..., Nggak gitu nak..."
Chika membalik tubuhnya, menatap Bundanya dalam-dalam. "Terus, kenapa Chika nggak boleh ikut ayah sama bunda? Kenapa?" Tanyanya bergetar.
Jasmine dan Bhima terbungkam.
"Karena Chika bukan anak ayah dan bunda, kan?"
"Chika..." Panggil Bhima lembut.
Chika menggeleng lalu membalik tubuhnya lagi. Air mata Jasmine makin luruh tak karuan melihat Chika seperti ini.
"Ayo pulang yang..." Ajak Bhima.
Jasmine masih diam dan menatap punggung Chika. Ia tak tega meninggalkan Chika di sini tapi bagaimana? Lusa, Bhima dan Jasmine sudah harus berangkat.
"Chika..." Panggil Jasmine sambil mengelus kepala bagian belakang Chika. "Bunda dan ayah pulang dulu ya. Obatnya jangan lupa di minum ya..." Pesannya.
"...Chika belajar yang rajin ya, nurut sama bu Endang, baik-baik sampai bunda jemput lagi ya.." pesannya sekali lagi.
Chika masih bergeming, Jasmine mencium pipi Chika dan menghapus jejak air mata di pipi Chika. "Yuk mas..." Ajaknya, Bhima lantas merangkul tubuh Jasmine keluar dari kamar Chika dan turun ke bawah.
"Bundaa...Ayah... Hiks..." Tangis Chika belum juga reda.
Bhima dan Jasmine turun dan langsung mencari Suster Irna untuk menjelaskan beberapa obat-obatan yang harus Chika habiskan. "Suster Irna?" Panggil Jasmine.
"Eh ibu. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya ramah.
"Iya sus, ini obat-obatannya Chika. Di minum sampai habis ya setelah makan, jangan lupa buah-buahnnya juga, di dalam sini ada baju dan susu, khusus Chika ya sus. Untuk beberapa minggu ke depan, kalau habis bilang ke bu Endang nanti beliau hubungi saya. Catatan di sini semua ya, sus.." jelas Jasmine sambil menyerahkan tas yang cukup besar kepada Suster Irna.
"Baik bu, setelah ini saya rapikan baju dan obat-obatannya..."
Jasmine mengangguk lalu pamit pada Bu Endang dan anak-anak lainnya. Dengan langkah tergesa Jasmine memasuki mobilnya di susul Bhima.
Tangis dahsyat pecah di dalam mobil, terlihat di kejauhan Chika mengintip dari balik jendela, Jasmine melihatnya juga namun mencoba mengabaikan, ia memilih untuk memeluk Bhima dengan erat, menangis kencang hingga terasa sesak di dadanya.
"Ayo jalan mas!!! Nunggu apaa!!" Pekiknya setelah melepaskan pelukannya. Bhima langsung memundurkan mobilnya dan keluar dari area panti.
Sementara di lantai dua sana, Chika tengah menatap nanar kepergian mobil Ayah Bundanya yang menjauh. Chika hanya bisa menangis sampai Suster Irna datang membawa obat-obatan juga pakaian yang akan di rapikannya masuk lemari Chika.
"Suster. Itu apa?" Tanya pelan.
"Ini kan baju-bajunya Chika dari Bunda tadi. Bunda bilang Chika harus minum obatnya juga ya biar cepat sembuh..., Oke?"
Chika terdiam saja. Ia mengambil bingkai di nakas samping tempat tidurnya, ia hanya bisa menatap Bunda dan Ayahnya lewat foto itu. "Bunda..." Gumamnya.
💔💔💔
"Mas..." Panggil Jasmine pelan.
"Iya yang?"
"Hiks..., Mas..., Chikaaaaaaaa...." Tangisnya lagi.
"Iyaaa. Mas juga nggak tega..., Ya terus kita harus gimana?"
"Aku pengin adopsi Chika mas! Aku nggak mau tauuuu!! Urusin berkas-berkasnyaaa!!
Tolong..?" Pintanya, memohon dengan sangat.
"Yakin kamu? Kemarin kamu nolak..."
"Nggak bisa mas. 3 hari sama Chika rasanya... Ya Allah..., Maasssssssss!!"
"Ya udah, besok mas urus berkas ke kantor pengacara. Aku akan minta Amanda untuk urus.." jawab Bhima akhirnya memberi keputusan.
"Someday, kalau benar aku nggak bisa kasih kamu anak. Setidaknya ada Chika yang akan lengkapi..." Ujarnya seakan putus asa dan kembali menangis.
"Sayang..." Bhima menggeleng. "Don't say that..." Ucap Bhima sambil mengelus lengan Jasmine.
Mobil Bhima sampai di carport, Jasmine langsung turun dari dalam mobil dan masuk ke kamar tanpa peduli ada papa dan mama di sana sedang
memperhatikannya heran.
"Chika nangis ya?" Tanya Mama to the point saat Bhima lewat.
"Iya ma. Mas langsung ya.." pamitnya, mama hanya mengangguk mengerti. Beliau tahu sepertinya ada yang tidak beres dengan menantunya itu. Tidak mungkin hanya karena Chika menangis, Jasmine jadi seperti ini.
Bhima masuk ke kamar dan langsung memeluk Jasmine dengan erat. Membiarkannya menangis dalam pelukannya. "Besok kita ketemu sama Amanda, oke? Ke kantor pengacara. Tapi nggak bakal bisa langsung jadi, semua ada prosesnya..."
Jasmine hanya mengangguk paham dengan air mata yang masih luruh dari matanya. "Kalau pun kita udah dapat hak asuh atas Chika dan tinggal di NL buat 6bulan ke depan, siapa yang akan jaga Chika kalau kita kerja? Apa harus kita boyong sekalian bik minah? Buat bantu? 6 bulan di sana??"
Jasmine tertunduk dalam mengingat siapa yang akan menjaga Chika selama mereka bekerja? Sementara rumahsakit tempat mereka bekerja benar-benar melarang anak untuk ikut bekerja.
"Mengurus hak asuh nggak gampang. Banyak sidang sementara lusa kita sudah harus kembali ke Leiden.."
"Tapi setidaknya kita dapat legalitas dari panti kan?" Jasmine masih kekeuh meminta.
"Aruna Jasmine..." Panggil Bhima lembut. "Selama kita nggak ada, Chika akan di pantau mama papa. Kita masukin berkasnya besok, Hal-hal lain nanti biar diurus mama, papa, minta tolong Bian juga. Kalau perlu mbak Al dan Mas Adr sekalian..." lanjut Bhima.
"Pilihan kedua itu lebih baik.." gumam Jasmine.
Zzzzzttt...zzzzztttt Meghan is calling
Jasmine menggeser ikon telepon hijau dan menjawab panggilan telepon dari Meghan.
"Ja..?"
"Heyy..., Jasmine. You're apartment is done. Siap untuk di isi.." sahut Meghan ceria di ujung telepon.
"Okay, thank you so much, Meg. I really appreciate..." Jawab Jasmine.
"Jas? Are you alright? You're voice sounds strange..."
"Ah, i'm okay. I'm just..., Fine don't worry.."
"I know how you feel, Jas..." Tambah Meghan. Jasmine sudah menceritakan soal Chika kemarin.
"I wan't to adopted her..."
"Then do it, don't waste your time.."
"But it's not easy, Meg. You know it, right?"
"She 's waiting for both of you, Jas. Don't make her waiting too long..."
"Yeah. I know.."
"Okay, gotta go. See you in a days.."
"Yup. Danke schatje..."
Klik.
Bhima tahu siapa yang menelpon Jasmine barusan. Bhima merangkul tubuh Jasmine dan mengecup pipinya lama. "I feel you, yang. I'll fight for it.. for our daughter.." gumam Bhima sambil menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jasmine.
"Nggak usah bahas itu lagi bisa? Biarin aku tenangin diri sendiri, nggak usah ke panti dulu, itu malah buat aku sakit mas. Kita urus ini sampai menang, harus..." Tekadnya
"Iya.. i'll promise..." Bhima mengecup punggung tangan Jasmine dengan mesra, sepenuh hati lalu di peluknya erat. "Amanda udah sering nangani kasus kayak gini, kita pasti menang kok, bu Endang juga udh setuju.. sabar yaa. Kita bicara sama mama dan papa besok pagi, okey? Right on time, Chika akan ada sama kita, cepat atau lambat. Don't worry, i'll fight for her..."
Jasmine hanya mengangguk saat mendengat Bhima melontarkan kata-kata itu. Bhima benar, kita hanya perlu menunggu dan berdoa tentu saja.
Everything gonna be fine..
Everything gonna be fine..
"Tunggu bunda nak..., Bunda janji akan bawa kamu.." batinnya lagi.
💕💕💕
Aahhhh 😩😩😭😭😭 Momsye nggak kuat 😭😭😭 siapkan tissue kalian ya..
#dahgituaja
#awastypo
Danke,
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top