ROOM 25

Dua minggu sebelum Akad.

Sudah semalaman ini Bhima menghilang dan membuat Jasmine khawatir, galau luar biasa sampai tak ingin keluar dari kamarnya. Ponsel Bhima tak bisa di hubungi, puluhan pesan dan missedcall sudah Jasmine tinggalkan namun belum lagi ada jawaban dari Bhima.

Jasmine sudah macam setrikaan, bulak balik, kesana kemari karena hingga siang ini Bhima belum juga menghubungi Jasmine kembali. Sampai akhirnya setengah jam kemudian Bhima menelepon Jasmine.

"Yaang..." Sapa Bhima.

"Massss..., Ya ampun, kamu kemana aja sih? Bikin aku khawatir aja tahu nggak!! Pikiranku udah yang nggak-nggak..." Jawab Jasmine setengah terisak.

"Sorry yang, ya udah, marahin aja. Marahin yang, marahin aja nggak apa-apa..."

Jasmine hanya mampu menangis setelahnya, entah menangis karena kesal atau karena lega Bhima sudah menghubunginya lagi.

"Yaannggg jangan marah dong.."

"Aku khawatir sama kamu mas...hiks..."

"Iya maaf sayang..."

"Aku takut... Hari H udah deket....Tapi kamu ngilang gini..."

"Mas udah bikin kamu khawatir. Mas nggak apa-apa yang..., Maaf ya.. Ntar kalau mas sampai kamu boleh pukul, cubit, terserah kamu aja lampiasin..."

"Heem..., Aku lemes mas"

"Kita ke boat noddle yuk. Makan mie, kamu lemes kenapa lagi?"

"Nggak tahu..."

"Ya udah Yang, mas jalan ya kerumah. Kita main ke gancit..."

"Hhmm yaa..."

Klik.

🌟🌟🌠

Bhima lantas melajukan mobilnya ke arah Cilandak. Ini salahnya juga pergi tapi meninggalkan ponselnya di kamar dan tanpa berusaha menghubungi Jasmine dan akhirnya membuat wanitanya itu khawatir dan galau setengah hidup.

Sebelum sampai di rumah Jasmine, Bhima mampir beli bakso di langganan Jasmine yang tak jauh dari komplek rumahnya, lalu melanjutkan perjalanan hingga sampai di depan rumah Jasmine.

Bhima turun dari dalam mobil lalu mengetuk pintu rumah Jasmine perlahan hingga tampak Jasmine sambil manyun saat pintu terbuka.

Bhima hanya  bisa nyengir seolah tanpa dosa. "Hehehe..., Nih bakso..." Bhima menyodorkan plastik kresek berisi bakso.

"Kangeeen..." Jasmine menunduk. "Makasiiih..., Masuk mas..."

Jasmine membawa Bhima masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu sementara Jasmine ke dapur mengambil mangkok dan sendok.

"Yuk maem..." ucap Bhima setelah menuang isi dalam plastik tadi  ke dalam mangkuknya dan mengangsurkan si bakso ke hadapan Jasmine.

"Ayoooo..." Jasmine kembali semangat. Suapan pertamanya di suapi Bhima. "Enak mas, laper, belum makan semalem. Tadi juga nggak sarapan, hehehe..."

"Hemm..., Kebiasaan.." lalu Bhima menyuap bakso ke mulutnya.

"Nugguin kamu ooo..."

"Sampai nggak maem gitu lho. Nggak nafsu ya..?"

Jasmine hanya mengangguk sambil terus melanjutkan memakan baksonya sampai habis hingga kuah-kuahnya. Seger, pedes, manis, asem, semua jadi satu.

Selesai makan, sesuai janji Bhima ia pergi membawa Jasmine lalu untuk makan sesi kedua di Boat Noodle, Gandaria City.

Sampai di sana mereka langsung  duduk di salah satu meja yang kosong di sudut ruangan lalu memesan beberapa mangkuk mie karenaa, porsi makan di sini kecil-kecil jadi, kalau mau kenyang harus beberapa mangkuk 😁

Jasmine langsung menyantap mangkuk pertama yang langsung membuatnya ketagihan dan nggak cukup makan satu sampai Bhima harus mengingatkan agar Jasmine berhenti makan.

"Yang, enak banget mie nya ya? Pakai sambel pulaa.. ckckck"

"Enaaaak! Maknyus lah mas..." Jasmine kembali menyeruput mienya.

"Heuuu jangan nambah lagi.. Udah banyak tuh mangkoknya.."

"Pissss.., kalau nggak gini nggak mantap yang..."

"Iya sih..., Tapi ya inget-inget ajaa. Ntar minumnya kita cari yang adem-adem.."

"Yes doc..!"

Dan akhirnya Jasmine menyerah untuk nambah lagi. "Kenyang? Lihat tuh, setumpuk gitu makannya ampuunn... Ckckck... Nomer satu ya sama mie.." ujar Bhima.

"Astaga yang! Kamu fitnesss. Itu sama mangkok meja sebelah kali..." Sangkal Jasmine.

"Eh, kamu yang banyakan makannya daripada akuu..." Kilah Bhima.

"Malesss deh. Dikira itu semua punyaku.."

"Semangat banget sih makan mie nya. Pokoknya, seminggu ke depan nggak ada mie, indomie kek, mi ayam pokoknya big NO, okeh?" Ancam Bhima.

"Yah? Kok gitu?" Protes Jasmine.

Jasmine melirik Bhima dengan sinis. "Itu maemnya udah banyak banget lho yang.."

"Kalau aku pengen gimana?"

"Tahan dulu aja..."

"Kentut kali ah ditahan..." Seloroh Jasmine.

"Heuuhh! Djorookk..."

"Hehehe. Maaf, calon suami jangan ilfil yaa.."

"Nggak lah, ngapain aku ilfeel. Kentut mah biasa, Mas juga kentut kalik yang..."

"Ketahuan deh bobroknya akuuu.. hehehe" kekeh Jasmine.

"Yaudah yuk, kita tawaf di mall. Itung-itung latihan buat umroh nanti.."

"Boleh. Cari apa?"

"Kamu mau beli apa? Sepatu? Tas?" Tawar Bhima.

"Nggak tahu. Beliin tapi yaa..."

"Iyaaa. Mas beliin ,tenang aja sih..., (Calon) suami cari uang buat siapa kalau bukan buat bahagiain (calon) istrinya...?"

Jasmine tersipu mendengar ucapan Bhima. "Beli apa mas? Aku nggak mau keliling tanpa tujuan.."

Setelah berdebat cukup sengit, akhirnya mereka berdua memutuskan ke department store dan membelikan barang untuk ibu dan ayah. "Aku selama ini gak pernah ngasih apa-apa ke ayah sama ibuk yang. Orangtua mu, orangtua ku yang.."

"Ya udah, iya. Terserah mas.." pasrah Jasmine akhirnya.

"Debet mas nggak ada limit kok buat kamu mah yang..." ujar Bhima lagi sambil mengerlingkan matanya.

"Genit..."

Mereka langsung memilih sepasang sepatu pantofel hitam untuk ayah, Bhima mencobanya dulu karena ukuran kaki mereka sama, 43. "Cobain di kaki mas sih.
Biar aku lihat..."

Bhima memakainya. "Keren nggak aku yang?"

"Kereeen. Tapi tua..." Kekeh Jasmine.

"Ya Allah......"

"Kan jujur..., Ayah cocok sih. Ya udah, yang ini aja.." putus Jasmine, lalu meminta stok sepatu yang baru, bukan barang display seperti yang Bhima coba tadi.

Lalu mereka pindah ke sektor tas-tas wanita dan Jasmine memilih sebuah tas baru untuk ibu, berwarna cokelat muda yang terlihat elegant. "Aku suka ini yang. Lihat deh, how?"

"Nah itu bagus. Elegant.." Bhima setuju dengan pilihan Jasmine.

"Cocok yaaa. Buat ibuk.."

"Iyaa ambil aja..."

Setelah selesai mereka langsung ke kasir untuk membayar semua belanjaan yang mereka beli tadi lalu segera keluar dari department store, namun saat mereka keluar dari sana, mereka di jegat seseorang.

"Aruna?" Sapa seseorang itu.

Jasmine nampak terdiam sejenak. Ia ingat betul siapa orang ini. "Maa sss paan... Du?"

Ya, dia Pandu. Masa lalu Jasmine.

Bhima jadi ikut terdiam seketika saat Pandu memanggil Jasmine.

"Hhh..hai.." sapa Pandu lagi sedikit gugup.

"Mmm maaf, saya buru-buru..." Jasmine reflek menarik tangan Bhima untuk segera pergi dari tempat itu.

Namun Pandu berhasil mengejar dan mencegat Jasmine juga Bhima yang masih bingung dengan siapa Pandu sebenarnya.

"Jas. Jasmine..., Permisi..., Wait" Pandu menarik tangan Jasmine namun Bhima menepisnya.

"Eh! Apa-apan lo!" Sarkas Bhima sambil menyembunyikan Jasmine di belakang tubuhnya.

"Kalem brooo.." Pandu sedikit menjauh saat Bhima mulai bertindak.

"....Ya lo juga! Ngapain pegang-pegang Jasmine?" Protes Pandu.

"Ini calon istri gue!! Dan lo ngapain halangin jalan kita? Sorry, kita mau cabut!!"

"Gue mau bicara sama Jasmine!" Ujar Pandu. "Ada yg perlu gue kasih tahu ke dia..."

Jasmine memegang tangan Bhima kuat-kuat, sampai tangan Jasmine mulai terasa dingin karena ketakutan dan Bhima mengusap tangan Jasmine yang berada di lengannya agar Jasmine tenang.

"Nggak perlu! Ayo yang..." Ajak Jasmine tiba-tiba menarik tangan Bhima.

Pandu masih tetap kekeuh mengejar mereka. Entah apa yang akan ia sampaikan. "Tunggu! Aruna. Aku mau ngomong, sebentar.." pintanya lagi sambil mengejar langkah Jasmine yang terburu-buru.

"Apa lagi???" Teriaknya saat berhenti karena Pandu berdiri di depannya. "Yaudah 5 menit, di depan calon suami aku juga!" Putusnya.

"Okay! Fine. I'm sorry for what i've doing  to you..."

"Oke dimaafkan..."

"Tapi, aku mau kita mulai dari awal lagi..."mohonnya.

"Maksud lo apa?" Sela Bhima.

"Gue nggak ngomong sama lo!"

"Maaf aku nggak bisa. Kita udah berakhir mas dan nggak seharusnya kita ketemu kayak gini. Dua minggu lagi, aku dan orang di sebelahku akan menikah, tolong hargai itu..." Jasmine mulai bisa mengontrol emosinya walaupun masih sedikit ada rasa gemuruh kesal dan sakit di hatinya.

"Tapi aku masih cinta sama kamu..."

"Terus? Penting buat aku?" Sarkas Jasmine.

"Aku tahu itu nggak penting buat kamu. But it's impportant for me..."

"Itu urusan anda, not mine..." Jasmine lalu menarik tangan Bhima dan pergi dari tempat itu.

"Una! Aku masih cinta sama kamu!!!" Teriaknya sampai beberapa orang melihat ke arah Pandu, Jasmine dan Bhima terus melangkah ke arah parkiran tanpa peduli Pandu terus mengikutinya dari belakang sambil teriak. "Una! Aku bisa jelasin..." Ucapnya saat Pandu berhasil lagi mencegat Jasmine dan Bhima.

"Nggak perlu! Tolong jangan ganggu aku lagi!!"

"Apa karena dia udah ngerubah kamu, Una?" Sahut Pandu pelan.

"Broo, lo tahu kan, cewe gue nggak mau diganggu. Bisa hargai itu? Gue calonnya. Wajar kalau gue ngubah dia..." Kali ini Bhima menjawab, masih dengan nada sopan.

"Tapi masalahnya gue mau balikan sama dia, apa salah?"

"Lo gila atau gimana?" Sergah Bhima kesal ingin meninju wajah Pandu.

"Una yang gue kenal itu lembut, nggak gini..." Lirih Pandu.

"Kalau lo mau balikan sama dia. Langkahi dulu mayat gue..!" Kesal Bhima sambil terus menggenggam tangan Jasmine yang gemetar.

"Iya! Gue gila karena gue ninggalin Una!!"

"Hah! Itu sih derita lo, bro. Penyesalan emang di akhir, jadi nikmatilah rasa sesal itu!" Ucap Bhima namun Pandu seolah mengabaikannya.

"Apa nggak ada kesempatan kedua buat aku, Una?" Lirih Pandu lagi.

Jasmine mengabaikannya. "Ayo yang.." ajak Bhima lalu mereka secepat mungkin pergi dari sana dan meninggalkan Pandu yang terpekur merutuki kebodohannya.

Jasmine masih gemetar, tak sanggup lagi berbicara bahkan marah, tangannya masih dingin sampai saat mereka masuk ke dalam mobil.

"Yang..., Tangan kamu dingin.." ujar Bhima saat merasakan dingin di telapak dan punggung tangan Jasmine. Jasmine hanya menatap ke depan dengan pandangan kosong.

"Are you okay?"

"Hmmm? Pulang..." Pintanya lemas.

Bhima memegang bahu Jasmine dan di hadapkan padanya. "Yang, lihat aku..." Pinta Bhima, Jasmine menatapnya takut-takut, Bhima mengangkat dagu Jasmine perlahan. "Tenang yang, aku nggak marah kok. Tapi aku cuma butuh kamu cerita sama aku, siapa dia sebenarnya, okey? Nanti ketika kamu siap..." Ujar Bhima lembut, Jasmine hanya diam saja tak menjawab apapun. "Yaudah, kita pulang.."

Bhima mulai melajukan mobilnya keluar dari parkiran basement, Jasmine hanya bisa menyender di kursinya dan menatap jalanan Jakarta yang mulai padat merayap malam ini. Tak ada percakapan apapun selama perjalanan, hanya ada suara lagu Adele yang makin membuat hati Jasmine terasa tak karuan hingga mobil berhenti di halaman rumah Jasmine.

Jasmine turun tanpa sepatah kata apapun lagi dan langsung masuk ke dalam rumah dan langsung naik ke lantai dua lalu masuk ke kamarnya.

"Assalamualaikum.." ucap Bhima setelah ibu nampak bingung saat Jasmine melewatinya tanpa salam.

"Waalaikumsalam.."

"Loh... Loh.... Kenapa tuh anak?" Tanya Ibu heran. "Kok masnya ditinggal sih.."

"Bhim? Kenapa?" Tanya Ibu.

"Buk, ada yang mau saya tanyakan..."

"Yaudah kamu duduk dulu..." Ajak Ibu. "Kenapa? Kalian berantem?" Tebak Ibuk

Bhima menggeleng lalu menarik napasnya dalam-dalam sebelum bertanya. Mengumpulkan keberaniannya  untuk menanyakan hal yang sedari tadi mengganggu isi kepalanya. "Buk, apa sebelum saya Jasmine punya pacar?"

"Pacar? Jasmine nggak pernah pacaran Bhim. Kamu tahu itu..." Sahut Ibu.

"Lalu, yang kami ketemu di mall tadi itu siapa....?"

"Siapa? Kalian ketemu siapa?? Pandu? Astagfirullah!! Anak itu!!" Geram Ibu.

"Dia siapa, buk?"

"Apa Jasmine nggak pernah cerita soal ini?"

"Nggak. Jasmine nggak cerita apa-apa, buk..."

Ibu menatap Bhima dalam-dalan. "Dia mantan calon suami Jasmine, dulu Bhim..."
Ibu membuang  napasnya kasar.

"Apa? Calon suami?" Bhima mengerutkan dahinya dalam-dalam.

"Bhimaaa, tenang dulu. Kasih kesempatan ibuk untuk menjelaskan..." Pinta Ibu.

"Silakan buk..."

"Dulu, ibu sempat menjodohkan Jasmine, dengan anak temannya Ayah. Saat Jasmine lulus SMA, mereka udah tunangan dan berencana menikah sambil Jasmine kuliah S1 kedokterannya. Tapi mereka kandas, karena Pandu ninggalin Jasmine lalu dia menikah dengan orang lain. Sejak itu Jasmine trauma dengan laki-laki lalu milih untuk mengasingkan diri ke Leiden dan kuliah di sana. Awalnya Ayah nggak kasih izin, tapi Jasmine kekeuh, ya kita bisa apa? Dan beberapa hari lalu, dia sempat ke sini saat kalian sibuk ke sana kemari katanya dia lihat kalian di mall, tapi ibuk usir dia sebelum bertindak lebih jauh..."

Bhima menghela napasnya amat berat setelah mendengar cerita ibu barusan. "Astagfirullah... Jasmine nggak pernah cerita apapun soal ini buk..."

"Maaf ya nak. Maaf kalau kamu kecewa, makanya kemarin waktu kamu ngilang, Jasmine gelisah banget, traumanya seperti muncul lagi, dia takut kamu pergi juga karena dulu Pandu juga gitu, bahkan dia pergi seminggu sebelum akad..."

"Nggak apa-apa buk, saya tahu Jasmine pasti sakit di tinggal begitu aja. Nggak buk, saya nggak sebrengsek itu..." Jawab Bhima mantap.

"Makanya maaf kalau Jasmine sedikit posesif..."

"Kemarin memang  saya pergi seharian tapi nggak bawa hp..., Jadi harusnya saya yang minta maaf..."

"Iya Bhima, dia nangis di kamar seharian nggak mau makan kemarin kan, Katanya kamu nggak bisa dihubungi.."

"Iya buk.. Saya juga posesif sama Jasmine. Iya saya tahu bu, tadi siang juga dia semangat makan lagi setelah saya bisa di hubungi.." Bhima sedikit tersenyum saat mengingat tadi siang dan barusan Jasmine kembali makan dengan lahapnya.

"Makasih ya Bhima. Tolong mengerti Jasmine.." pinta Ibu.

"Saya mengerti buk. Saya boleh ke kamarnya buk ? Ibuk temenin..." Izinnya.

"Iyaaa silakan. Ibuk lihatin dari luar aja.."

Mereka lantas naik ke atas, lalu tanpa mengetuk pintunya Bhima dan Ibu membuka pintu kamar Jasmine dan di dapatinya Jasmine tengah menangis di lantai kamarnya sambil memeluk kedua kakinya erat-erat.

"Hey, yang.." panggil Bhima pelan lalu ikut duduk di lantai beralaskan karpet itu.

"Pergii!!!" Usir Jasmine.

"Lho? Yang?"

"Tinggalin aku sekarang daripada kamu tinggalin aku nanti mas!!" Usirnya lagi.

"Kenapa mas di suruh pergi? Aku nggak akan ninggalin kamu Jasmine. Aku nggak seperti itu, aku tulus sama kamu, aku cinta sama kamu..." Bhima memegang kedua bahu Jasmine, namun tangisnya makin keras terasa. "Rasanya buat ninggalin kamu itu nggak mungkin..." Tambahnya.

Jasmine masih gemetar sambil memeluk kedua kakinya makin erat.

"... It's over.. Ada aku di sini. Jangan pikirin dia lagi, Okey? Kita bisa bahagia tanpa menoleh ke belakang. Aku tahu, itu pahit buat kamu. Tapi, jangan di ingat lagi tolong... Sia-sia perjuagan kamu untuk move on kalau akhirnya seperti ini. Mas nggak akan ninggalin kamu, apapun yang terjadi.."

"Maafin aku..." Ucap Jasmine, ia masih terguncang. "Aku takut mas..." Lirihnya.

"Iya, aku paham. Ketakutanmu berdasar, tapi percayalah, mas di sini. Langit nggak akan cerah kalau mataharinya seperti ini.."

"Hmm.." Jasmine hanya mampu mengangguk.

"Apa yang udah terjadi nggak mungkin bisa kita lupain gitu aja. Tapi kalau kita nggak berusaha untuk melupakan, apa masa lalu itu akan kembali seperti semula? Nggak kan. Seperti kaca yang pecah, aku tahu hati perempuan itu ringkih, tapi mereka kuat, walau sudah jatuh, bahkan pecah sekalipun, mereka  bisa perbaiki, meski banyak retakan sana sini, itu kenapa mas punya prinsip untuk nggak pacaran. Karena aku nggak mau banyak hati yang tersakiti bila kita udah nggak sejalan. Pernikahan itu sekali dan sakral, pacaran itu hanya main-main dan mas gak pernah main-main soal hati..." Ujar Bhima panjang lebar sambil menangkup wajah Jasmine dengan kedua tangannya.

Jasmine hanya bisa kembali menunduk dan sesegukan. Ia mengepal kedua tangan dinginnya, hatinya mulai terasa tenang saat Bhima mengucapkan kata-kata tadi.

"It's over, okay. Time to move on, move a little more, far away from the past..." Ucap Bhima lagi, Jasmine hanya mengangguk mengerti. "Kita punya kebahagiaan kita setelah badai. There's a rainbow after rain, a sun after the thunder, a smile and laughter after pain and tears..." Tambahnya.

"Makasih mas..."

"Iya..." Bhima mengecup puncak kepala Jasmine perlahan.

Tiba-tiba saat semua sudah tenang, Bhima mendengar suara ibu berteriak seperti mengusir seseorang. Bhima lantas turun ke bawah, melihat ada apa sebenarnya, ternyata Pandu benar-benar datang lagi dan ibu berusaha mengusirnya lagi.

"Ibuk! Astaga!" Bhima langsung melindungi Ibu. "Lo ngapain kesini lagi?!! Nggak cukup penjelasan tadi? Pergi lo!!" Teriak Bhima.

"Ibuk, saya mau ketemu Aruna...." Mohonnya.

"NGGAK ADA!! NGGAK AKAN!!" Teriak Ibu.

"ARUNAAA!" Pekiknya. "Arunaaa aku mau ngomong!!"

"PERGI KAMU!!" Teriak Ibu lagi.

"Turun Aruna. Aruna sayang..."

"Buk izinkan saya.. " mohonnya lagi.

"Jasmine gak akan turun!! Pergi atau lo habis sama gue!!" Pekik Bhima.

"Aruna saya masih cinta sama kamuu!!" Teriaknya lagi sementara Jasmine di atas sedang menangis dan menutup kupingnya rapat-rapat.

"Pergi!!!" Teriak Ibu tak kalah kencang.

"Turun kamu Aruna!! Atau sayaa naik!" Ancamnya. "Buk tolong...Kasih saya kesempatan." Mohonnya lagi.

"Gak akan! Kamu udah sakitin hati anak ibuk!!!" Teriak Ibu setengah terisak. Pandu menerobos masuk ke atas  dan Bhima berhasil mencegahnya melakukan hal gila yang lebih jauh lagi.

"MAU KEMANA LO!!" Bhima menarik baju Pandu dan berhasil kembali turun.

Jasmine sudah tak tahan lagi, ia akhirnya turun dan menemukan Pandu akan mulai pertarungannya dengan Bhima. "MAS BHIMAAAA  CUKUP!!!!!" Teriaknya sambil melerai namun sayang, bogeman Pandu malah mengenai pipi Jasmine.

BUUGHHHH!!

"Jasmine!! Shitt!!! WHAT THE HELL ARE YOU DOING!!!" Pekik Bhima sambil merangkul tubuh Jasmine yang lemas karena terkena bogem Pandu.

"Ya Allah Jasmine!!!!!" Ibu langsung memeluk tubuh Jasmine dan membiarkan Bhima menyelesaikan urusannya dengan Pandu.

"LO GILA PANDU!!!!!!!!"

Pandu hanya terpekur, diam, ketakutan karena salah sasaran. Sekasar ini kah mantan calon Suami Jasmine? Pantas saja Istrinya tak sanggup dengan Pandu karena kelakuannya barbar seperti ini. Pandu lantas buru-buru keluar dari rumah Jasmine karena takut Bhima akan menghabisinya.

"WEHH!! MONYET!! LO APAIN JASMINE!!!URUSAN KITA BELOM KELAR!!" Pekik Bhima kasar sambil mengejar Pandu keluar rumah namun Ibu melarangnya.

"Bhima udah, nak. Tangani jasmine ajaaa.." pinta Ibu, nafas Bhima masih tersengal-sengal dan emosinya masih tidak karuan. "Bhimaaa ibuk mohon..., Udah nak, cukup..." Ibu menarik tangan Bhima agar segera masuk dan mengobati lukanya juga luka Jasmine.

"Sshh...Aww.." rintih Jasmine, ia sudah rebahan di sofa sambil meraba ujung bibirnya yang lebam.

"Yang.." Bhima mengelus pipi Jasmine namun ia tak merespon apapun. "Yang sakit sebelah mana, sini mas obatin.." Bhima memeras handuk basah di dalam baskom dan akan menempelkannya pada luka Jasmine.

"Ngg nggak..., Mas pulang aja..."

"Nggak, mas nggak akan pulang. Mas takut dia kesini lagi, Nanti kamu sama ibuk di apa-apain..." Tak peduli penolakan Jasmine, Bhima terus menempelkan handuk basah tadi ke pipi Jasmine.

"Pulang mas..."

"Nggak yang..."

"Aku mau istirahat..."

"Aku mau obatin kamu..."

"Nggak apa-apa aku bisa obatin sendiri.."

"Nggak..." Jasmine berbicara namun tak menoleh ke arah Bhima, ia tak tahu kalau Bhima juga lebam-lebam, dan saat ia menoleh... "Mas..., Kamu juga berdarah.." Jasmine meraba sudut bibir  Bhima yang juga mengeluarkan darah.

"Iya yang. Tapi nggak apa-apa kok..."

"No..., Aku dulu yang obatin kamu sini..." Jasmine merubah posisinya jadi duduk di sebelah Bhima.

"Nggak apa yang. Nanti juga kering. Kamu aja sini aku obatin..."

"No, Mas, Jangan buat aku tambah khawatir. Udah sini.." Jasmine mengambil handuk basah tadi ke bibir lebam Bhima. Ibu hanya menyaksikan saja tanpa bisa menginterupsi anak-anaknya ini.

"Tahan ya yang..." Jasmine menempelkan handuk tadi lagi.

"Issh..., Aawww"

"Tahan bentar.."

"Periiih.., Nyut-nyutan.."

Bhima juga mengambil handuk satu lagi dan menempelkannya ke pipi Jasmine. Saling mengobati luka satu sama lainnya.

"Aaww.., Asshh.., Sakit yang.."

"Samaaa..."

Bhima menatap manik mata Jasmine dalam-dalam tanpa Jasmine sadari karena sedang sibuk mengobati lukanya.

Setelah selesai dan di rasa semua sudah aman, akhirnya Bhima pamit pulang walau hatinya ketar-ketir. Jasmine sudah tak mau membahasnya lagi, Bhima juga sudah tak mempermasalahkannya lagi. Semua masa lalu dan semua orang punya itu, baik manis ataupun pahit.

"Kalau ada apa-apa telepon ya. Mas usahakan kesini secepatnya.."

"Nggeh mas..." Jasmine mencium punggung tangan Bhima.

Bhima mengulas senyum. "Titip Jasmine ya buk, ibuk juga hati-hati ya.." Bhima lalu mencium punggung tangan Ibu.

"Iya Bhima, kamu juga hati-hati ya.." pesan Ibu.

Bhima masuk ke dalam mobilnya lalu keluar dari halaman rumah Jasmine. Jasmine tampak tak rela saat Bhima pergi menjauh dengan mobilnya.

💕💕💕

Hyaaaaaa..., Selamat malam minggu!! Mas Bhima dan Mbak Jasmine update 😍😘😘 udah semakin mendekati akad nih 😁😁😁

Sabar yaa, aku akan update part itu sewaktu-waktu.. 😘😘

Oiyaaa..., Ramaikan lapak Mas Bian yaaa, masih dua chapter kok, jadi belum jauh ketinggalan 😊😊😆😆

#dahgituaja

#awastypo

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top