ROOM 21

Play mulmed...

No body can't take a way my pain...

But they can take a way my feeling...

I may cry a little but there's no regret...

I will take it and learn more about my self...

Understanding love...

Understanding love...

Understanding love...

Trust your heart, believe in your self....

***
A few days later...

Hari sudah menjelang siang, Jasmine sudah dalam perjalanan menuju rumah Bhima. Ia memang sudah berjanji akan ke rumah, salah satu niatnya ialah untuk membicarakan hal penting pada Mama yang kata Bhima hari ini beliau ada di rumah.

Ia berhenti tepat di depan pagar rumah Bhima. Jasmine turun dan mengembalikan helm serta membayar ongkos ojek onlinenya.

"Assalamualaikum..." Ucapnya sambil mengetuk pintu bercat putih di depannya.

"Wa'alaikumsalam..., Lho, Jasmine?" Bhima mengerutkan dahinya, pasalnya baru saja ia akan mengeluarkan b-rv nya dari garasi dan menjemput Jasmine, tapi yang akan di jemput ada di sini.

"Hehehe, iya mas" Jasmine langsung meraih punggung tangan Bhima.

"Naik apa?"

"Itu sama bapak gojek, hehe" kekehnya.

Bhima hanya menggelengkan kepalanya. "Ya udah, Masuk yang" Bhima mempersilakan Jasmine masuk.

"Mama mana? Kok sepi? Mbak Al?"

"Ada..., Bentar ya, mama di kebun belakang. Mbak Al di kamarnya"

"Aku ikut mas. Ikut ke belakang" Jasmine  mengikuti langkah kaki Bhima ke arah belakang.

"Mam.. Ada Jasmine nih..." Ucap Bhima saat sampai di belakang.

"Unaa, Dari tadi? Yuk duduk sini" Mama langsung meninggalkan pekerjaannya lalu duduk di saung.

"Barusan ma. Mama libur kah?" Tanya Jasmine begitu menyalami Mama.

"Iya mama libur hari ini..., Tumben pagi-pagi kesini? Mau jalan sama mas? Bi.. bibi.. buatin Una air bi..."

"Nggak usah ma, kayak tamu ajaa..., Nanti Una ambil minum sendiri. Disuruh mas ke sini hehehe"

"Lho? Mas kok nggak di jemput..??" Sergah Mama.

"Mas mau jemput, Ma. Udah nongol duluan anaknya di depan pintu" kilahnya.

"Oalahh.. Yaudah yaudah nggak apa, lain kali di jemput!" Tegas Mama.

"Nggak ma. Una mau main aja. Kan mama libur kata mas" Jawab Jasmine.

Mama menatap Jasmine sekilas, Mama menatap sesuatu yang janggal pada calon menantunya yang satu ini, tak lama minuman dingin dari Bik Minah datang.

"Mama lagi apa? Una bantuin deh. Ganti media bunga ta ma?" Tanya Jasmine saat netranya menangkap pot dan pohon bunga yang segar dan baru serta media taman juga sekop kecil.

"Iya mau di ganti sekalian tanam yang baru tuh, mas Adri baru beliin" sahut Mama sambil berjalan ke arah tanaman-tanamamnya di ikuti Jasmine di belakangnya dan langsung ikut nimbrung bareng Mama. "Bhim, berdiri aja. Bantu sini kenapa? Nggak malu sama Una gesit banget bantuin mama? Kamu malah enak-enakan jadi mandor" sindir Mama, Jasmine menahan tawanya saat mendengar mama menyindir anaknya sendiri.

"Iya mam. Ini mau bantuin, Mas bantuin apa nih?" Sahut Bhima akhirnya ikut membantu Mama dan Jasmine.

"Angkatin potnya aja tuh. Yang gede-gede" perintahnya.

"Oke siap ibu ratuku sayang" Bhima segera mengangkat pot-pot yang berukuran lumayan besar itu ke tempatnya semula.

Sejak tadi Jasmine sudah merasakan ngilu-ngilu di sekitaran perutnya namun ia tahan. Acap kali nyeri dan ngilunya sering datang akhir-akhir ini di saat sedang sibuk dan banyak kerjaan seperti kemarin-kemarin sibuk ke sana ke mari.

"Aww..., Aduh" Jasmine meringis.

"Jasmine. Kenapa nak?" Mama reflek menoleh.

"Ngg..., nggak apa-apa, ma. Hehe, nggak hati-hati aja Jasmine" dustanya.

"Duduk dulu. Biar mas yang pindahin potnya" Mama menuntun Jasmine untuk duduk kembali di saung. Jasmine masih meringis sambil memeganggi perutnya.

"Una? Una nggak apa-apa?" Mama mulai menyadari ada yang tak beres dengan Jasmine.

"Udahan dulu ya maa. Kita ke dalam dulu" ucap Bhima tiba-tiba. "Jas..., Ayo masuk" Bhima dan Mama langsung membawa Jasmine kembali ke dalam, kegiatan berkebun pun terhenti seketika.

"Baringin ke sofa. Awas kepalanya mas" ucap Mama saat mereka sampai di ruang keluarga.

"Mas, Una kenapa?" Mama mulai panik.

"Duduk dulu ma. Biar Jasmine mendingan dulu"

Mama mulai cemas, ada apa dengan Jasmine sebenarnya. Ia terlihat begitu kesakitan sambil meremas perutnya meringis ingin menangis dan Bhima di sampingnya.

"Maa..., Ada yang mau Bhima sampaikan" ujarnya.

"Ada apa, Bhim? Jangan buat mama cemas" Mama menuntut penjelasan.

"Kemarin mas habis anter Jasmine ke mama Nadia. Mmm, jangan negatif thinking dulu"

"Ngapain mas?" Mama makin mengerutkan dahinya.

"Ini bukan soal Jasmine hamil kok ma" tegasnya.

"Nauzubillah ya Allah..., Iyaa mama tahu bukan itu. Ya terus ada apa?"

"Beberapa kali yang mas cerita Jasmine ngeluh sakit di perut bagian bawahnya kemarin-kemarin itu sebenarnya..." Bhima terdiam.

"Apa mas?? Ada apa?"

"Ternyata Jasmine ada kista ma..."

"Astagfirullah..., Jasmine?"Mama menatap Jasmine.

"Maafin Jasmine ma" sahut Jasmine sambil menangis.

Mama mendekat ke arah Jasmine berbaring. "Nggak apa-apa sayang..., Sembuh ya nak" ucap Mama lalu mengecup kening Jasmine.

"Maafin Una kalau Una bikin mama kecewa. Una nggak sempurna ma..." Lirihnya.

"Nggak..., mama nggak kecewa" ucapnya lagi.

"Una bisa aja nggak bisa kasih mama cucu"

"Hushh..., Jangan ngomong gitu..., Berusaha, berdoa, ikhtiar. Lihat tante Ellea dan om Mario nak, mereka sabar dan alhamdulillah bisa punya anak"

Mama terus berusaha menenangkan Jasmine yang semakin kesakitan. Aliya ikut keluar karena mendengar suara dari ruang tengah. "Mam? Lho? Jasmine..., Kenapa?

"Ini kak, perutnya Jasmine sakit" sahut Mama agar tak membuat putri sulungnya itu khawatir namun Jasmine malah meyahuti lain dari Mama.

"Mbak teleponkan Mas Adri ya?"

"Ngg..., Nggak usah mbak. Kemarin habis dari mama Nadia" jawabnya. "Sssh..., Aww" rasa sakit enggan pergi dari Jasmine sepertinya, ia terus merasa kesakitan.

Aliya langsung sigap dan menelepon Mama Nadia dan meminta Bhima segera menyiapkan mobil sementara dirinya mengambil alih untuk memberikan pain killer dosis rendah pada Jasmine.

Jasmine terus menolak untuk di bawa ke rumahsakit namun Mama tetap bersikeras untuk membawanya ke rumahsakit.

"Atur nafas sayang..., Inhale.., Exhale" bimbing Mama.

"Maa.., Di rumah aja please" mohonnya.

"No no. Kita ketemu mama Nadia lagi, supaya segera OP"

"Mama..., Mbak..., Nggak usah ya mbak??" Mohonnya lagi pada Aliya yang sedang menelepon ibu mertuanya itu.

"Jasmine..., Tolong, dengerin mama nak ? Kita ke rs ya..., Jasmine.. Lemes?"

Pain killer sudah mulai bekerja saat ini. Mama Nadia sudah standby di rumahsakit dan kini tinggal menunggu Jasmine berangkat.

Bhima langsung mengangkat Jasmine dari atas sofa, ia sudah tak kuat lagi berjalan. Mama duduk di belakang bersama Jasmine yang semakin lemas sementara Aliya tinggal di rumah dan mengabari Ibu Nisa yang saat ini ada di sekolah.

Mama terus menggenggam tangan Jasmine yang mulai dingin, pucat sudah wajahnya menahan perih dan ngilu. Keringat dingin sejak tadi juga terus keluar padahal Mama sudah mengelapnya dengan tissue.

"Mas..., Bawa mobilnya yang cepet dong!" perintah Mama, padahal Bhima sudah membawa mobil dengan cepat, tapi karena jalanan cukup macet siang itu jadi memperlambat laju kendaraannya.

"Maaa yang tenang. Bhima juga konstrasi ini. Di depan juga macet, mau ngebut susah" sahut Bhima.

"Stay awake sayang. Bangun nak jangan merem ya" ucap Mama membimbing Jasmine untuk terus bangun dan membuka matanya.

"Yang.. Jangan merem yang" Bhima ikut menyahuti.

"Kuat, ikut mama nak, Istighfar sayang" bimbing Mama lagi.

"Astagfirullah..., Astagfirullah..., Maasss..., Sakit...." Rintihnya lagi.

"Tahan sayang dikit lagi sampai"

Mobil Bhima langsung berhenti di depan lobby, ia sempat berteriak meminta suster membawa brankar ke depan. Bhima langsung menggendong Jasmine pindah ke brankar dan di bawa ke ugd.

Begitu sampai di sana, Bhima dilarang masuk. Tak lama dari arah lift, Mama Nadia datang dan menghampiri Bhima juga Mama sebentar lalu masuk ke ugd.

Bhima hanya mampu menyaksikan Mama Nadia dari luar ugd dengan wajah cemas dan memucat. Mama tahu anak laki-lakinya ini begitu khawatir, di ajak duduk saja Bhima enggan dan memilih berdiri di sana.

Tak lama berselang, Ibu Nisa sampai di runah sakit bersama Ayah yang langsung menjemput Ibu begitu di kabari sang putri kini tengah terbaring di ugd karena sakitnya kumat.

Ibu sudah menduga hal ini akan terjadi, menurut ceritanya, sejak pagi tadi Jasmine tak meminum satupun obat-obatannya. Bahkan di tinggal begitu saja di meja makan setelah sarapannya tadi.

Ada rasa sesal di hati ibu kenapa tak ia paksa saja Jasmine untuk meminun obat. Kenapa ia biarkan Jasmine pergi tanpa membawa obat-obatannya. Pada akhirnya ibu hanya mampu menangis di rangkulan Ayah.

Sementara di dalam....

Mama Nadia terus mengobservasi Jasmine dan menganamnesisnya. Ternyata sejak kemarin sore sakit yang di rasa Jasmine semakin parah dan puncaknya tadi, sekitar satu jam lalu di rumah Bhima.

Prosedur pemeriksaan dengan alat Usg pun di lakukan kembali, Mama Nadia semakin bulat untuk melakukan tindakan operasi segera setelah keadaan Jasmine stabil nanti.

Suster langsung memasangkan infus di lengan kanan Jasmine yang sudah tak kuat lagi menolak apapun. Ia hanya pasrah mau di apakan setelah ini.

Mama Nadia keluar dari dalam ugd dan menemui Mama, Bhima juga kedua orang tua Jasmine di luar.

"Mbak..., Bhima. Maaf, ini orang tuanya Jasmine?" Sapa Mama Nadia begitu keluar dari ugd.

"Iya. Saya ibunya dok, ini ayahnya" sahut ibu.

"Oh ya baik. Begini, tadi saya sudah cek lagi, dan sepertinya harus ada tindakan pengangkatan segera, bu, pak, mbak yu.. Bhima" jelas Mama Nadia.

"Astagfirullah" ibu langsung terduduk lagi setelah mendengar penjelasan Mama Nadia.

"Maaf bila penjelasan saya membuat ibu kaget, saya harus lakukan demi kesembuhan Jasmine"

"Lakukan apapun, ma" putus Bhima "Saya percayakan sama mama"

"Insha Allah, Bhim"

"Tapi anak saya bisa sembuh kan dok???" Tanya Ayah kini.

"Insha Allah bisa, yang Jasmine butuh saat ini adalah doa dan support" jelas Mama Nadia lagi.

"Kapan mama akan lakukan tindakan?" Tanya Bhima.

"Nanti malam atau besok siang bagaimana? Mama masih harus menunggu Jasmine untuk stabil dulu. Kalau sore nanti stabil, akan di lakukan segera" tutup mama Nadia.

"Bhima masuk ya ma?"

"Iya silakan, Bhim"

Bhima langsung menuju bed tempat Jasmine. Ia masih menangis di sana saat Bhima membuka sedikit tirai di depannya ini. Bhima mendekat dan duduk di kursi samping bed Jasmine, ia hapus air mata yang mengalir di sudut mata Jasmine.

"Dont leave me"

"No, i don't"

"Jangan OP mas. Nggak usah" pintanya.

"Terus maunya gimana? Mas, mama dan ibu gak tega lihat kamu gini.."

"Tradisional aja"

"Yang, kamu ini dokter yang, kamu tahu kan ini nggak sepele..."

"Takut"

"Mas juga. Tapi harus sayang. Kamu mau sembuh kan? Mau bisa punya anak kan? Please...??"

Jasmine hanya mampu mengangguk mendengar penuturan Bhima. Perempuan mana yang nggak ingin hamil? Pasangan mana yang setelah menikah nggak ingin punya anak?

Seketika, bayangan akan keluarga kecil dengan beberapa anak melintas di kepala Jasmine. Bayangan itu yang membuat tangisnya makin kuat. Satu sisi dirinya berkata bisa namun sisi lain tidak.

Ia harus positif thinking, agar keinginan terbesarnya nanti akan terwujud walau pasti akan menunggu lama.

Sejam berikutnya Jasmine sudah di pindahkan ke kamar perawatan agar semuanya nyaman bila berkunjung. Bhima memberikan semua yang terbaik yang ada di sini demi kenyamanan Jasmine.

💕💕💕

Adrian tengah berjalan ke arah lift untuk naik ke ruangan praktiknya di lantai 3. Namun terhenti begitu nama adik iparnya di sebut-sebut para Suster yang sedang ngerumpi.

Mereka tak menyadari kalau Adrian ada di belakang mereka sedang mendengarkan dengan seksama.

"Itu yang di ugd tadi itu anaknya dokter Lanny yang Bhima-Bhima itu?"

"Iya, ganteng banget"

"Tapi sayang, udah punya calon" sahut satunya.

"Iya. Kasian tapi sakit-sakitan"

Adrian mendekat, ia tahu pembicaraan mereka menjurus ke arah Jasmine, ia juga sudah mengunjungi Jasmine tadi.

"Ekhem!" Dehamnya kencang.

Mereka berempat langsung terdiam saat menyadari yang berdeham adalah atasan mereka.

"Kerja! Jangan ngomongin orang! Perempuan kok hobinya ghibah!" Sindirnya keras sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Kerja! Balik ke ugd sana!" Mereka langsung berhambur saat Adrian menaikkan satu oktaf suaranya.

Adrian hanya mampu menggelengkan kepalanya sambil berlalu menaiki lift dan kembali ke ruangannya.

💝💝💝

Keesokan paginya, Mama Nadia melakukan visit pagi sebelum melakukan tindakan operasi hari ini. Mama Nadia sudah berulang kali meyakinkan Jasmine semalam akhirnya ia mau juga.

Mama Nadia segera mengecek semua vital Jasmine lalu setelahnya meminta suster di sampingnya untuk membooking ruang operasi untuk siang nanti.

"Jangan takut, Jasmine bisa sembuh" ujar Mama Nadia memberikan support pada Jasmine.

"Iya ma...."

"Jam berapa tindakan, ma?" Tanya Bhima.

"Nanti siang kita tindakan. Habis dzuhur ya
12.30" jawab Mama Nadia.

"Saya titip anak saya dok. Lakukan yang terbaik" pesan Ibu.

"Iya bu nisa, insha Allah.. Ibu berdoa ya"

A few hours later...

Brankar Jasmine sedang di dorong menuju ruang operasi, di samping kanan kirinya ada Bhima dan Ibu serta Mama Lanny yang sengaja mengosongkan jadwalnya hari itu untuk menemani Ibu Nisa.

"Suster, sebentar" sela Bhima saat brankar berhenti di depan pintu ruang operasi.

"I'm here. Be strong" ucap Bhima menguatkan Jasmine. Lalu bergantian dengan Mama dan Ibu, mereka mencium kening Jasmine bergantian.

"Yaudah sus, silakan bawa masuk" ujar Bhima lagi lalu Suster membuka pintu di depannya dan Jasmine menghilang masuk ke dalam.

Mama mengelus punggung Bhima memberikannya kekuatan dan membawanya untuk duduk di bangku depan ruang operasi.

Sementara di dalam...

Jasmine sudah pindah ke bed operasi, lampu sudah menyala, Mama Nadia dan teamnua sudah siap. "Jasmine, anastesi dulu ya. Hirup maskernya and sleep tight. Kita jumpa lagi nanti" ujar Mama Nadia di balik maskernya.

Masker anastesi segera di pasangkan lalu di hirupnya dan Jasmine segera terlelap dalam pengaruh anastesinya.

Mama Nadia mulai menyayat bagian perut Jasmine lalu memasukkan alat seperti tubr berkamera yang terhubung ke monitor di depan. Beliau masih fokus memperhatikan monitor sambil menggerakan alatnya agar tampak jelas.

Kista yang di alami Jasmine adalah Kista endometriosis, akibat darah haid yang menggumpal yang membuat Jasmine kesakitan tak karuan bila siklus bulanannya tiba.

"Suctions" perintahnya.

"Bleeding. Vitalnya menurun dok" 

"Tingkatkan saturasinya. Saya akan tutup pendarahannya" Mama berusaha untuk menghentikan pendarahan sementara asistennya tetap memantau vitalnya. "Bagaimana vitalnya?"

"Sudah stabil dok" sahutnya.

"Good. Saya bersihkan dulu sisa gumpalan darahnya" Mama masih tampak serius walau sedikit panik namun ia berusaha menutupi.

Mama mengangkat tube tadi keluar dari sana. "Selesai. Tinggal jahit, pastikan rapi dan plester kemudian" perintah Mama seraya menjauh dari tubuh Jasmine dan membiarkan suster dan asistennya merapikan bekas luka Jasmine.

Mama Nadia keluar dari ruang operasi dengan wajah tampak lega, lalu menjelaskan apa yang terjadi selama operasi walau sedikit menggagetkan Ibu Nisa saat mendengar Jasmine sempat pendarahan.

Mama lalu permisi dan di susul Jasmine di menit berikutnya yang langsung di bawah pindah masuk ke ruang ICU sampai keadaan stabil dan efek anastesinya habis.

Sementara Mama dan Ibu sedang ke kantin, Bhima malah duduk menyendiri di depan ruang ICU. Menatap lurus ke arah Jasmine yang masih memejamkan matanya, begitu banyak kemungkinan yang akan terjadi ke depannya setelah ini termasuk akan kambuh sewaktu-waktu.

Ah, tapi tidak-tidak. Bhima harus tetap berpikiran positif walau banyak ketakutan menghantui.

"Bhima" sapa seseorang.

"Eh, Papa" sahutnya.

"Gimana keadaan Jasmine?" Tanya Papa sambil duduk di kursi kosong samping Bhima.

"Alhamdulillah operasinya berjalan lancar, Pa. Sekarang tinggal tunggu Jasmine sadar aja" sahut Bhima pelan.

Papa tahu perasaan anak laki-lakinya ini, ia begitu mencintai Jasmine tulus setulus-tulusnya. Ia tahu dari sorot mata Bhima saat menatap atau membicarakan Jasmine.

"Bhim, Papa tahu Jasmine pasti sedih saat tahu ia sakit seperti ini tapi itulah saat dimana kamu harus selalu ada di sisinya. Kuat kan hatinya, dia sayang kamu, kamu sayang dia. Semua pasti bisa kalian lalui, anggaplah ini latihan untuk menguji cinta dan kesetiaan kalian satu sama lain.

Kalau dia pergi karena tak ingin kamu kecewa, kejar! Tangkap! Karena sekuat apapun ia, ia tak sanggup menghadapinya sendiri. Jasmine butuh kamu, tetap berada di sampingnya apapun yang akan terjadi di depan. Papa mungkin tidak pernah merasakan ada di posisi seperti ini, tapi ingatlah bahwa Mama dan Papa selalu ada untuk kalian berbagi keluh kesah. Dulu, di saat Mama dan Papa harus berpisah dari mbak Aliya, kami nggak tahu harus berbagi dengan siapa selain saling menguatkan satu sama lain. Sabar, kuncinya hanya sabar, Bhima, berdoa dan berusaha. Allah sudah menyiapkan yang terbaik untuk kalian" tutup Papa sambil menepuk paha kanan Bhima pelan.

Mata Bhima sudah panas mendengar pesan Papa barusan. Ia mencoba mengendalikan emosinya, meredam air matanya, menguatkan hatinya karena ia harus kuat, harus tegar dan tak boleh menyerah walau Jasmine mencoba menjauh seperti kemarin.

"Makasi Pa. Bhima nggak tahu kalau Bhima harus hadapi ini sendiri"

"You're welcome, Son. That's what i am supposed to do"

Papa menepuk pundak Bhima pelan dan merangkulnya.

😭😭😭

Huahhh!! Nggak kuat ngetiknya pemirsah!! Duuhh ini nahan-nahan lho :')))

Ah udah ah, momsye jadi laper habis ngetik ini

#dahgituaja

#awastypo

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top