Chapter 4 : Penjaga Perpustakaan, Nisa Wanda

[ Author POV ]

Srek.. Tap.

Iksan dibawa yang lainnya menjauh dari rumahnya yang baru saja habis terbakar dan kini hanya tersisa puing-puing... Akibat serangan Rina.

"Sekarang kita mau kemana? Rumah Iksan hancur dan kurasa paman Ata tidak suka itu.." cetus Nazna bertanya ke Rina.

"A-aku terpaksa.."

"Kita juga terkepung saat itu. Aku tidak tahu kenapa Iksan diincar tapi ini bukan hal yang baik." kata Leon.

"Leon, aku sudah memberitahukan kepada Yeou dan Safira untuk berjaga di rumah Iksan.." beritahu gadis berambut pirang, ia mengenakan gaun kemeja berwarna putih lengan panjang, ada dasi hitam menutupi kerah pakaiannya, rok hitam bergelombang dan stocking merah panjang serta sepatu higheel.

"Entah kenapa aku khawatir menyerahkan tugas berbahaya kepada mereka.." pesimis Leon.

"Kakak tidak selemah itu.." celetuk elf perempuan bersurai hijau, kembaran Aure.

"Anila benar, kak Safira itu kuat walaupun hanya berselisih 50 tahun dengan kami berdua.." benarkan Aure.

"Aure, bisa kau berhenti bicara soal umur kita.." masam Anila, sementara itu Leon jadi sweatdrop. Anila adalah kembaran Aure, jika Aure ahli dalam sihir maka Anila ahlinya fisik dan beladiri. Rambut Anila diikat satu gaya ekor kuda mengenakan gaun tanpa pundak berlengan, rok tipis bunga yang lebar dan sepasang sepatu boot.

"Jadi... Sepupunya Iksan, kita mau kemana?" tanya Rinka.

"Ke tempat yang aman. Aku tahu itu dimana.."

""?""

.A.N.O.T.H.E.R.

Tok. Tok.. Tok...

Kita mau ke Guild?! Bukankah itu--?

Rina kini tengah mengetok rumah kecil yang ada tepat dibelakang Guild Purna, Aborigin.

"Ini rumah siapa? Aku baru tahu ada rumah dibelakang Guild..." tanya Rinka.

"Benar juga. Kau biasanya cuma ada di aula dan tidak pernah berkeliling guild, Rinka.."

"Nazna tahu rumah ini.?"

"Ya.."

Pintu rumah dibuka oleh perempuan berambut coklat panjang berbando.

"Siapa ya?" tanyanya... Lewat pintu yang setengah dibuka, dia orang yang curigaan.

"Nisa, ini aku.." sahut Rina berdiri didepan pintu. "R-Rina!? M-mereka semua siapa?"

"Mereka teman-temannya sepupu.."

"Ini aku Nazna. Kau masih ingat?" Nazna berdiri berjinjit.

"Oh, kalau tidak salah orang yang 'mengaku' sahabatnya guru.."

"Aku memang sahabatnya!?"

"Guru??"

"Hm. Saya adalah murid kakak--GURU!?" perempuan bernama Nisa itu tiba-tiba menjerit melihat Iksan tak sadarkan diri di gendongan Nazna. "Apa? APA yang terjadi?" histeris Nisa menatap Rina.

"Penjelasannya nanti saja. Apa kami boleh masuk?"

"Ya!" Nisa membukakan pintu rumahnya, Nazna yang pertama masuk karena ia yang membawa Iksan, disusul yang lain.

"Aku akan berjaga diluar saja.." ucap Leon.

"Jika Leon diluar maka aku juga.."

""Kami juga!"" seru dua elf kembar kompak.

Iksan diistirahatkan di satu-satunya kamar di rumah itu, yaitu tempat tidurnya Nisa. Lalu Rina dan Nisa pergi ke dapur untuk menceritakan kejadian.

"Aku tidak pernah melihat Iksan selemah ini.." gumam Nazna.

"Y-ya, dia itu bocah yang keras kepala.."

".........."

"Nazna?"

"Tidak ada. Hanya saja biasanya Iksan langsung bangun saat dirinya dipanggil 'bocah'.."

"H-ah!?"

Tinggalkan kedua saint ini, berpindah ke pembicaraan serius kedua female di dapur.

"Begitu ya. Saya tidak mengira orang-orang dari fraksi merah berani bertindak sampai sejuah ini.." mengerti Nisa(?).

"Maka dari itu aku mohon padamu, bisakah kau menjaga sepupu sampai dia sadar, Nisa.?"

"Ya. Guruku dalam bahaya dan sudah menjadi tugas seorang murid untuk melindungi gurunya. Serahkan kakak padaku.."

"Terimakasih banyak.." Rina memeluk Nisa sebelum ia melangkah ke arah pintu.

"Rina, kau mau kemana?"

"Aku ingin kembali ke rumah sepupu, ada yang ingin kupastikan.."

"Berhati-hatilah.."

"Tentu~!"

Pintu tertutup, hanya menyisakan kecanggungan. Suara langkah Nisa terdengar masuk ke dalam kamarnya dimana ada Nazna serta Rinka yang masih menjaga Iksan.

"Kalian boleh pergi sekarang. Saya yang menjaga guru mulai saat ini.."

"Ha? Mana mungkin kam--"

"--Kurasa, baiklah."

"A-apa, Nazna?" syok Rinka terkejut mendengar jawaban yang keluar dari mulut Nazna sendiri. Nazna beranjak bangkit dan keluar dari kamar Nisa, karena tidak ada pilihan Rinka mengikutinya.

"Kenapa kita pergi? Bukankah Iksan adalah sahabatmu.? Kau yang harus menjaganya.." kata Rinka seperti marah-marah.

"Tidak apa, Rinka. Dia saja sudah cukup.."

"Aku tidak mengerti.."

"Kau ingat'kan apa kata Nisa saat kita ingin masuk ke rumahnya.? Dia menyebut Iksan sebagai 'guru'. Aku baru pertama kali mendengar hal itu, jika Iksan mengajari Nisa menggunakan kekuatannya maka Nisa juga adalah Pengendali Alam. Tapi yang membuat Nisa berbeda adalah elemen yang dia kuasai. Itu adalah..."

.A.N.O.T.H.E.R.

Time Memoria

Lingkaran perak motif jarum jam berputar mengelilingi seluruh badan Iksan kemudian mengecil dan perlahan masuk ke dalam kepala, pikiran Iksan.

"Kuharap bisa sedikit membantumu, kakak..." batin Nisa mengambil duduk disamping ranjang.

Nisa membuka satu buku dan membacanya. Ia kemudian terkekeh tanpa sebab.

"Kakak, cepatlah ingat karena sudah banyak orang yang telah menunggu kepulanganmu, termasuk aku.." Nisa beranjak dari duduknya lalu mencium pipi Iksan.

Selamat bermimpi, kakak.

.A.N.O.T.H.E.R.

[ Iksan POV ]

Selamat bermimpi... Kakak.

"?!"

Langkahku berhenti saat mendengar suara Nisa. Aku lihat ke kanan dimana ada rumah kecil dengan beranda pagar dipenuhi tanaman dan bunga, sedikit ke kanan ada jendela tempat biasanya Nisa membaca buku perpustakaan. Itu sebenarnya bukan rumah melainkan perpustakaan pribadi milik Guild Purna, Aborigin. Tempat dimana semua sejarah Desa Purna tercatat, dan yang mendapat tugas untuk menjaganya adalah Nisa Wanda.

Perempuan berumur 13 tahun, kekuatannya adalah mengendalikan waktu. Aku dan Nisa sesama Pengendali Alam tapi Nisa sedikit istimewa. Dia yang berasal dari keluarga bangsawan sihir, ayah dan ibunya memiliki sihir ruang waktu sekaligus mantan anggota kerajaan, sayangnya kerajaan mereka hancur saat Zaman Kegelapan dan sekarang hidup hanya sebagai baron di Neo namun tetap seorang bangsawan. Aku bertemu dengan Nisa saat dia melatih pengendalian waktunya yang mana waktu itu membuat Nisa lebih tua atau lebih tepatnya jadi nenek-nenek.

Aku ingat sekali saat itu dia menangis.

Hei, apa yang kau lakukan? Nanti aku tinggal.

Itu dia bayangan yang mirip denganku.

Aku terjebak dalam dunia pikiran ini dan terpaksa mengikutinya. Mungkin saja aku bisa mengingat masa lalu yang aku lupakan?

.A.N.O.T.H.E.R

[ Author POV ]

Sekelebat bayangan berjubah terlihat tengah mencari-cari sesuatu di sisa puing-puing rumah Iksan, tempatnya ada di bengkel pembuatan pedang. Ruangan ayah Iksan.

Truang.!

"Ternyata benar-benar ada.." bisik bayangan itu mendapati sebuah pintu ruang bawah tanah yang digembok.

Saat bayangan itu ingin menghancurkan gembok kunci, Rina menyerangnya menggunakan pedang petir biru langit. Bayangan itu seperti terputar dengan salah satu tangannya putus. Bayangan itu menjauh dari Rina berkat putaran barusan.

"Rina.."

"Jadi kau 'juga' mencari barang paman Ata ya.." senyum Rina. "Siapa orang ini?" lanjut Rina berpikir.

"Kalau kau mengetahui siapa paman Ata maka seharusnya ada 'sesuatu' yang ia sembunyikan.." sahutnya.

"Kau benar. Dia baru saja memanggil 'paman', itu artinya dia berada di 'keluarga inti'.?"

"Menyerahlah. Aku sudah memutuskan satu tanganmu dan kau terkepung.." disaat bersamaan perempuan elf bersurai hijau dan gadis muda bersurai hitam panjang membawa tombak keluar dari balik puing-puing, mereka sama-sama mengenakan gaun khusus pertempuran.

"Hahaha. Menyerah? Kau pasti lupa siapa aku.."

"Jujur. Kau itu siapa?"

"Awas!" teriak elf perempuan. "Apa-?"

Tangan yang diputus mengeluarkan benda hitam yang tajam, benda itu menyudutkan Rina dari depan. Beruntung pedang yang dilempar elf tadi tepat mengenai asal benda hitam keluar.

"Ah, kak Safira, awas?!" teriak Rina memperingati serangan musuh mereka. Bayangan itu mendekat ke elf perempuan--Safira yang lengah setelah melempar senjatanya sendiri.

"Ugh.!"

Sifira mendapatkan tendangan menebas yang ia tahan menggunakan kedua tangan, namun karena kekuatan dari bayangan itu yang lumayan besar Safira terpental keluar bengkel.

"Haa.."

Slash!

Tebasan mata tombak itu melukai bagian punggung si bayangan, yang menyerang adalah gadis muda bernama Yeou.

"!?" mata Yeou terbelalak melihat benda hitam lainnya keluar dari luka tebasan yang ia buat.

"Menjauh dari sana-- Sial! Benda itu sangat berbahaya. Mana mungkin dia sempat menghindarinya!"

Petir menjorok ke atas tangan kiri Rina, petir itu berkumpul lalu menyambar Yeou. Anehnya petir itu tidak melukainya, Yeou seakan terseret oleh sesuatu.














"Keputusan yang bodoh. Tidak seperti kau yang biasanya, Rina.!"

Bayangan itu menatap dari jauh menggunakan mata merah menyalanya, seiring seringaian yang dia buat, benda hitam itu menusuk Rina tanpa ampun.

"M-mata i-itu. Dia--"

Crak!

Benda hitam menembus leher Rina.

"RINA!?"

"Kak Rina?!"

"Aku... Ngantuk sekali."

Tusukan lainnya menutup tirai pertarungan malam ini.

.A.N.O.T.H.E.R.

[ Iksan POV ]

Kita sudah sampai.

Kami berhenti disatu tempat, sebuah gunung penuh bebatuan yang tajam, petir menggelegar setiap detiknya... Dan seseorang--sesuatu berdiri di atas sana.

Tengkorak?

"Aku heran kenapa kau tidak mengunjungiku lagi ternyata begitu.."

"?" aku baru sadar jika aku cuma sendirian disini.

"Kau sudah besar ternyata tapi mata itu tetap kecil sebanyak apapun aku melihatnya.."

"Anda mengenalku... Tuan skeleton?"

"Sangat. Karena aku yang mengajarkanmu sihir dan memberimu kekuatan negatif itu, Iksan.."

"Memberiku... Kekuatan negatif?"

"Kau sepertinya menjalani hidup yang penuh kebimbangan, Iksan. Ardian sempat menyebutkan kalau kau amnesia, kurasa itu tidak salah.."

"Kakak sialan?"

Sepertinya ada yang membantu.

Telingaku menangkap bisikan dari mulut penuh tulang itu.

"Karena kau amnesia maka aku akan membantumu mengingat, Iksan. Kita ini rekan.."

"Rekan? Siapa anda??"

Benar juga. Sudah lama aku tidak menyebut namaku sendiri.

Dia kembali berbisik lewat mulut itu. Pedangnya mengeluarkan aura yang familiar, bayangan bawah tanah dan cahaya petir seakan menyatu dengannya. Ia mulai membuka mulut.

"Aku adalah Abaddon. Dewa Penghancur dari Zaman Kegelapan.!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top