Chapter 2 : Rumah Iksan diserang
[ Author POV ]
"Terimakasih banyak.." ucap Rina mengangkat cangkir teh hangat yang disuguhkan oleh Iksan.
"Jadi kenapa kau datang? Kukira kau sibuk dengan sekolahmu.?" tanya Iksan.
"Benar juga. Sepupu.."
"Hmm.?"
"Kenapa aku datang ke sini?!"
Brak.!
Iksan tersandung kaki meja. "Hah.? Mana aku tahu!?"
"Hehe. Bercanda, piss~" Iksan mendesah berat, pusing menanggapi kelakuan sepupunya yang terbilang 'keterlaluan'. "Sepupu.."
"Apa lagi?"
"Apa bibi sudah datang?"
"Ibuku? Tidak. Bukankah dia ada di rumahmu.?"
"Tidak-tidak. Bibi ikut paman Ata ke Astrea.."
"Ap--?" Iksan membisu.
"Aneh sekali. Seharusnya mereka sudah kembali.." gumam Rina memasang postur berpikir.
"Apa ini? Ibu ada di Astrea bersama ayah saat itu? Kenapa..kenapa ayah tidak memberitahukan akan hal ini??"
"Sepupu. Sepupu.."
"......." Rina mencoba memanggil Iksan yang melamun namun tak berefek.
"Sepupu--"
"?!"
Iksan tiba-tiba menerima nafsu membunuh. Refleks Iksan berlari ke jendela kamarnya dan membukanya.
"Siapa?"
"Sepupu, ada apa?" heran Rina. Saat Rina mendekat sebuah tembakan cahaya melewati Iksan menargetkan Rina.
"Apa ini?" bingung Rina menangkap bola cahaya di tangannya.
"Peluru sihir. Ada seseorang yang menyerang.."
"L-lalu kenapa kau membiarkanku diserang, sepupu!?"
"Aku membiarkannya karena aku tahu kau tidak bakal terluka kerena serangan pengecut seperti itu.."
"Kau kejam, sepupu.."
"Ya, berkat itu aku berhasil menemukan letak persembunyiannya.."
"Hm?"
Ts. Ts..
Iksan menghindari tembakan cahaya yang kali ini menargetkannya dengan menggerakkan kepala ke kiri serta kanan. Iksan kemudian berdiri di pintu jendela.
"Sepupu--" panggilan Rina terpotong saat Iksan melompat keluar.
Iksan mendarat aman di halaman depan rumahnya, badannya sedikit ditarik ke belakang dan kedua tangan dialiri mana alam. Iksan menyambar bayangan yang bersembunyi di atas pohon dekat rumahnya, akibatnya pohon itu gosong terkena petir biru tua. Sesosok pria berjubah hitam yang menutupi wajahnya melompat dari pohon, ditangannya ada sniper aluminium putih.
"Siapa kau? Kenapa kau menyerangku?" tanya Iksan.
"Yang diserang itu tadi adalah 'aku'.!" teriak Rina dari jendela, ekspresi Iksan langsung jadi kecut.
"......"
"Tidak mau menjawab ya.? Dari awal aku tidak berharap dijawab juga.."
"?!" bayangan itu melempar bom asap ke depan mereka menutupi pandangan Iksan.
"Percuma.!"
Iksan maju ke depan mengandalkan kepekaan instingnya, sementara itu tangan kanannya sudah diselimuti petir biru. Iksan menerjang sedikit ke arah jarum jam 10 dimana ada bayangan tadi, tertutup asap.
"APA?!" pekiknya refleks.
"Ternyata kau bisa bicara juga.." cetus Iksan. Iksan menusuk pundak kiri bayangan itu lalu membantingnya paksa ke tanah, efek tambahan Iksan menyetrumnya dengan petir.
Sekarang orang itu terkapar bersama darah dan bau gosong.
"Sepupu, hati-hati. Mungkin saja dia punya senjata rahasia.." seru Rina melompat dari jendela.
"Pundaknya terluka parah dan syarafnya aku lumpuh karena petirku, mana mungkin dia bisa berg--?!"
Krk!
Pria itu mematahkan giginya sendiri. Seketika badannya bercahaya terang.
"Ini!?"
Iksan berlari membawa Rina kembali masuk ke dalam rumah, ledakan petir ia tinggalkan ditempat pria tadi.
Bzzz.? DHUAR!!
Ledakan tercipta, tubuh pria itu meledak tapi apinya tidak menyambar karena terkurung di dalam penjara petir buatan Iksan.
Iksan membuka pintu rumah setelah ledakan berakhir, asap hitam menutupi halaman depannya.
Drap.. Drap. Tap..
"Apa yang terjadi? Ledakan?" tanya anggota guild yang kebetulan berpatroli disekitar.
Penduduk desa berdatangan karena penasaran, Iksan berbohong saat ditanyai dan menjawab jika ada yang mau meledakan rumahnya lalu 'orang itu' kabur ke hutan luar desa. Para anggota guild mulai memeriksa daerah sekitar rumah Iksan, dan tentu saja hutan yang ada di luar desa.
.A.N.O.T.H.E.R.
Sementara itu beberapa bayangan bersembunyi di dalam hutan dari para anggota guild yang memerik
"Aku tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui keberadaan kita tapi ini menyusahkan.." kata pria itu.
"Apa rencana kita, ketua?"
"Bunuh anggota guild itu!"
"Anda yakin?"
"Tentu~~karena malam ini kita semua akan menyerang Iksan Hacim!"
.A.N.O.T.H.E.R.
[ Iksan POV ]
Jam dinding menujukkan pukul 3 sore. Tidak ada serangan lain lagi selain pagi hari tadi. Mungkin karena banyak anggota guild yang diperintahkan untuk mengamankan lingkungan sekitar rumahku(itu sangat membantu). Namun orang pagi tadi... Dia bunuh diri.
Apa segitunya rahasia yang ia miliki hingga nyawa adalah taruhannya?
Siapa yang memerintahkannya menyerangku?
"Sepupu.."
"Hmm.?"
"Apa kau tidak lelah berdiri terus disitu? Sini duduk disamping sepupumu yang cantik ini. Sini~sini~~~"
Seperti biasa Rina berbicara tentang kelebihan dirinya. Sebesar apa tingkat kepercayaan anak satu ini.? Ya, jujur dia cantik.
"Apa kau tidak resah setelah diserang pagi tadi? Mungkin saja ada yang menyerang kita malam ini.." tanyaku. Rina itu kuat andai dia serius dalam bertarung. Apalagi ia itu--
"Tidak kok... Karena aku tahu 'mereka' bakal menyerang kita, sepupu."
Yah, apalagi dia tahu kita disera--?
"Kau bilang apa tadi.?"
"Aku tahu kita diserang dan benar, malam ini adalah kesempatan yang bagus bagi mereka menyerang.."
"Rina, kau.."
"Aku senang sepupu masih mengingatku setelah insiden itu, tapi.." Rina berdiri dari ranjangku. "Apa sepupu tidak penasaran dengan kejanggalan keluarga kita.? Bukankah sepupu sudah bermimpi beberapa kali... Tentang kehidupan keluarga 'kita'!"
Iiink!!
Itu lagi.
Suara bising itu lagi.
"Sepupu... Bukankah sudah waktunya untukmu mengingat semuanya?"
.A.N.O.T.H.E.R.
"Sudah waktunya..apa?"
Kenapa Rina juga mengatakan hal yang sama seperti kak Scar? Ditambah Rina mengetahui jika aku akan diserang. Itu artinya dia tahu siapa yang melakukannya?!
Lalu ekspresi dari ayahku muncul dibenakku.
"Rina tidak pasti menjawabnya.."
"Haaah.."
"Apa kau sudah mengingatnya, sepupu?" tanya Rina disela diriku menghela nafas. "Dengar ya Rina, bayangkan saja andai ada orang yang memintamu menjawab tapi kau tidak tahu jawaban dari pertanyaannya.."
"Intinya, apa kau sudah mengingatnya.?"
Kenapa dia bertanya dua kali?!
Bzt!
Mana pendeteksiku tiba-tiba menerima sinyal asing dari luar rumah. Ibu yang mengajariku teknik ini yaitu dengan menyebarkan mana-mu ke sekitar dan mencoba merasakan mana milik orang lain. Pada sihir alternatif ini diberi nama 'Detection'.
"Ada yang mendekat. Banyak sekali.." gumam Rina disebelahku.
Kami segera naik ke lantai atas kembali ke kamarku. Dari jendela kulihat memang gelap karena hari sudah jam 8 malam.
Detection
Aku sebarkan mana-ku dan mendapat respon dari banyak mana asing. Mereka berkumpul tidak jauh di depan rumahku.
"Apa mereka serius, hah.?!" emosiku merasakan mana negatif dari badan anggota guild yang berpatroli disekitar lingkungan rumahku. "Mereka sampai membunuh semuanya!"
"Rina.!"
"Aku tidak mau menjawab.!"
Aku tahu ia akan berkata seperti itu. Ini benar-benar 'menjadi' masalahku. Setelah ini... Aku akan bicara dengan Rina.
"Jaga rumah selama aku keluar.." pesanku lalu membuka pintu jendela, tanpa menunda lagi aku lompat ke halaman depan rumahku.
Mereka langsung bereaksi menyerangku, beberapa serangan itu hanyalah sihir dasar aku dapat menahannya cuma dengan Kulit Petir.
Bzst!
"!?!"
Percikan petir hijau cerah kebiruan rumput menyambar dari depanku, membentuk sepasang sayap dan kepala seekor naga besar.
"Petir... Warna? Apa maksudnya ini--?!"
Myrtle Thunder : Dragon of Ibuki
"??!"
JDAAAR!!!
.A.N.O.T.H.E.R.
[ Author POV ]
Halaman depan rumah Iksan tertutup debu yang menyakitkan mata, tanah di depan rumah itu tercipta jurang sedang dimana Iksan berada tadinya.
"Ini sangat mudah, Reaper.." kata lelaki berambut putih jabrik yang membawa dua buah pedang besar, ia memakai baju kain putih dan jubah hitam yang satu set dengan celana, ada jubah hijau putih yang terikat di pundak kirinya.
"Jangan lengah Shirdro. Dia adalah salah satu calon pemimpin.! " ingatkan pria berjaket ungu.
"Kau terlalu was-was, Reaper. Nyatanya dia cumalah seorang bocah ingusan.."
"Tuan Quema juga dulunya seorang bocah tapi dia bukan manusia."
"Tuan Quema itu beda dan bocah satu ini tidak dapat disandingkan dengan tuan.."
"Sudah cukup. Tetap pada rencana kita harus waspada apalagi Iksan Hacim adalah anak dari orang itu.."
"Ya~ya~~, dasar orang serius. Santai sajalah~aku pasti membunuh bocah ini.."
"........."
"Aargh. Kupingku jadi gatal mendengar suaramu.."
"Ha.?"
Lelaki berambut coklat dengan jaket hijau keluar dari asap debu. "Soal percakapan kalian tadi. Bisa kalian katakan lebih jelas lagi.? Aku juga ingin mendengar.." seru lelaki berambut pirang berarmor putih bergaris biru.
Iksan berdiri dibelakang kedua orang itu. "Leon. Nazna!?"
"Yo, Iksan. Sepertinya kau membawa masalah ke tempat kita. Bukan berarti aku tidak suka.."
"Aku kembali, Iksan.."
"Kalian.."
"Cih.." decih Shirdro.
"Aku tidak merasakan kehadiran mereka beberapa saat lalu.." batin Reaper.
Nazna memukul telapaknya dengan tinju miliknya. "Aku tidak senang saat sahabatku diserang. Maukah kalian pergi?"
Leon memunculkan pedangnya.
"Atau kami yang mengusir kalian.?"
"Kata-kata yang bagus. Majulah.!" terima Shirdro.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top