Chapter 14 : Berkumpul

[ Author POV ]

Trang, trang.!

Atap akademi menjadi medan pertarungan Iksan serta Quema. Suara dan gelombang kejut yang mereka buat sampai dapat dirasakan oleh orang-orang disekitar, termasuk para murid yang ada di asrama mereka.

"Itu pasti mereka.." pikir Ardian, yang sudah ada di dekat.

Thunder Sword : Horizontal Spark

Fuego Espada : Lhorente

Daaar!!

Ayunan pedang keduanya saling beradu membengkokkan pagar pembatas yang ada di atap.

Iksan dengan cepat memutar badannya melewati Quema dengan sengaja dan mendaratkan tendangan cepat ke belakang kepala Quema. Quema menerimanya, dan ia terlihat sedikit kesal. Quema mengayunkan pedangnya kuat berlawanan arah ke belakang mementalkan Iksan yang sudah siap menerima ayunan greatsword mata tumpul dengan pedangnya. Hasilnya Iksan terbang di atas Quema.

"Aku tidak yakin kau bisa menang dengan pedang seberat itu, Quema.." provokasi Iksan. "Kita lihat saja." seringai Quema.

Teknik Menghancur Hacim :
Pilar Penghantam

Dyar.!

Quema mengayunkan greatsword kasar ke atas melepaskan aura merah berbentuk pilar tajam.

"Ah? Dia ternyata bisa teknik Hacim juga.?" syok Iksan.

Iksan mengambil kuda-kuda tangan dua.

Teknik Menghantam Hacim :
Palu Amarah Langit

Iksan menghantam pilar aura itu dengan ayunan kuat yang sudah disiapkan dengan tenaga. Iksan terlihat berusaha menekan lepasan aura itu agar dirinya tidak terpental lagi ke udara.

"Kuat.!"

Serangan Quema meledak di udara, Iksan jatuh dari langit setelah berhasil lepas dari dorongan berat tadi. Iksan terjun ke bawah dalam posisi pedang menusuk di samping.

Teknik Berpedang Aliran Petir :
Hukuman Langit

Petir biru menyambar dari atas ke Thurk. Iksan mengayunkan pedangnya ke depan melepaskan tembakan tombak petir yang sangat cepat.

Bllaar!

"Argh.!" Quema menerima sambaran petir Iksan tapi ia masih dapat bertahan.

"He..."

"Apa yang dia senyumk--?"

"!?"

Pria pedang yang terkena sambaran petir Iksan, kembali hadir dibelakangnya.

"Dia'kan!?"

Orang itu menyerang punggung Iksan membuatnya jatuh tepat di atas Quema, dibawah sudah ada Quema yang telah mengayunkan greatswordnya.

Fuego Espada : Lhorente

!!

Dhuar!!!

Hantaman dan ledakan dari pedang Quema mementalkan Iksan dari atap.

"Iksan!"

"Tidak ada yang bilang kita sedang duel.." seringai licik Quema.

"Curang sekali.." batin Iksan meringis, dirinya jatuh tepat ditengah lapangan.

"Iksan. Iksan.!" Yuliana berlari ke pagar yang ada di atap tapi Quema menahannya lebih dulu dengan cara mencekik leher.

"Kerja bagus, Lock.." puji Quema ke lelaki pedang yang menyerang Iksan.

"Terimakasih, tuan muda.."

"?"

Tombak petir tiba-tiba menyerang mereka yang ada di atap namun dipentalkan oleh Quema ke udara. Di lapangan ada Iksan yang menggunakan sihir petir.

"Kau mau lari kemana?"

"Aku mau pulang dulu. Ada yang harus aku lakukan pada budakku ini.." kata Quema mendekatkan Yuliana. "Maka dari itu... Heur." dari belakang Quema hadir perempuan berambut pirang yang Iksan 'bunuh' saat di perpustakaan Nisa.

"Portalnya sudah siap, Quema.." beritahu perempuan itu mengeluarkan kristal teleportasi.

"Andai aku bisa ke tempat Quema, laki-laki itu pasti menghalangiku.." tatap Iksan ke Lock. "Apalagi perempuan itu yang memegang kristalnya, dilihat dari pertemuan kami dia bukan orang biasa. Dia pasti cepat,"

"Yuliana.."

"Hehe.."

"I-Iksan?" Yuliana jadi bingung melihat Iksan terkekeh sendirian ditengah lapangan.

"Hei Yuliana, maukah menunggu lebih lama lagi? Aku pasti datang dan menyelamatkanmu.."

"........"






Yuliana mengukir senyuman. "Hm. Aku akan menunggumu.."

.A.N.O.T.H.E.R.

[ Iksan POV ]

Quema yang anak buahnya telah hilang dari hadapanku, membawa Yuliana bersama mereka. Hanya ini pilihan yang bisa aku lakukan, aku... Tidak ingin Yuliana ikut terkena seranganku nanti.

Dan juga atap bisa hancur dan kembali diperbaiki.

"Guru.."

"Sepupu.!"

Rina dan Nisa datang setelah Quema pergi. Aku menjelaskan situasinya pada mereka bahwa Yuliana dibawa oleh Quema.

"Yuliana.." ekspresi sedih dapat kulihat dari Rina.

"G-guru.."

"Ada apa, Nisa?"

"A-apa yang akan g-guru lakukan sekarang? Apakah kita akan menyelamatkan kak Yuliana? S-saya bisa saja menggunakan kekuatan waktu untuk mengejar ketertinggalan kita.."

"Memang itu rencananya, tapi mengingat Quema, Yuliana pasti dibawa ke tempat dimana banyak anak buah Quema berkumpul. Disini kita membutuhkan banyak teman untuk melawan anak buahnya, ditambah waktu kita sangat terbatas. Quema adalah tipe orang yang egois yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.."

"A-aku sangat k-khawatir dengan Yuliana.." cetusku sedatar mungkin, menutupi malunya.

"Yuhu~~benarkah~" goda Rina.

"G-guru, a-anda mengenal orang yang membawa kak Yuliana?"

"Tidak. Er, bagaimana menjelaskannya.."

"Benar juga.!  Kenapa kau tahu banyak tentang dia, sepupu??" penasaran Rina.

"Singkatnya aku berbagi ingatan dengan Iki sebelum dia hilang.." jelasku.

"B-begitu.." ekspresi Rina kembali sedih, tapi itu hanya sebentar setelah ia menyadari hal yang aneh. "Iki itu... Siapa?"

"........"









"Sial. Aku lupa jika itu sebutan yang sangat memalukan bagiku!? Tcih. Ini salah diriku yang lain sih.."

"Guru, ada apa?" Nisa menatapku dengan muka polosnya.

"T-tidak ada! S-soal sebutan tadi u-untuk membedakan diriku dengan diriku yang lain.." jawabku menjelaskan dengan panik.

"Hm~mencurigakan sekali.."

Aku mohon jangan ketahuan.!

"N-Nisa, bisakah kau membawa yang lainnya ke sini?" tanyaku beralih.

"B-bisa saja sih tapi saya masih penasaran dengan yang tadi.."

He? Dia bilang apa tadi? Suaranya kecil sekali.

"Sepupu.!" Rina mendekat sambil memasang ekspresi liciknya, sepertinya dia siap menjahiliku.

"Duh. I-ini sangat melelahkan.."

Nisa memanggil Leon, Nazna serta teman-temannya menggunakan lingkaran waktu. Ini sangat beresiko untuk Nisa, untuk mengumpulkan semuanya Nisa perlu mengingat jeda waktu saat pertemuan terlebih Nisa juga harus membawa mereka disini yang sama waktunya juga tidak kalah banyak. Berbeda dengan dikirim yang mengalami pusing, membawa mereka akan berdampak pada Nisa langsung dimana otaknya akan sakit sesuai waktu 'yang dikumpulkan' dan waktu 'yang dibawa'.

Ngomong-Ngomong aku merasakan hawa keberadaan kakak sialan itu. Yah, aku tidak perduli juga dengannya.

"N-Nisa.." cemas Rina melihat Nisa seperti tersiksa.

"Aure, apa kau bisa menyembuhkannya?"

"Bisa saja tapi tidak bisa cepat."

"Ini gawat.." kata Nazna bingung harus apa lagi.

"Kau memikirkan sesuatu?" tanya Rinka melihatku berpikir keras. "Aku hanya berpikir, apa Nisa bisa mengirim kita semua." gumamku.

"Ha?! Sekarang?? Apa kau tidak lihat kondisi saat ini?!" marah Rinka.

"S-saya b-bisa kok."

"Nisa, kau tidak perlu. Kami akan mencari cara.." sela Rina merebahkannya kembali ke lantai.

"Iksan, sebenarnya apa yang kau pikirkan sampai memaksa muridmu sendiri.?" tanya Nazna kalem. Hm, dia kesal padaku?

Aku tidak menyalahkannya, dan aku juga tidak merasa salah? Kenapa?

Aku lebih khawatir dengan Yuliana.

Nisa adalah orang yang belajar jadi Pengendali Alam dariku. Aku yang lebih tahu seberapa kuat dan menyakitkan usaha yang ia lakukan.

"Maaf Nisa, aku tidak bisa memilihmu di kondisi saat ini.."

"T-tidak apa. A-asalkan guru senang, N-Nisa ikutan senang.."

"Terimakasih--"

"--Woi!" teriak Nazna menarik kerah jaketku. "Apa kau sudah gila?!"

"Tidak ada pilihan lain.."

"Tentu saja ada. Kita bisa menggunakan kristal teleportasi.."

"Memang. Tapi apa kau tahu dimana Quema berada, sahabatku?"

"Ugh.."

"Kristal Teleportasi memang berguna tapi kelemahannya ada pada tempat yang tidak kita ketahui. Benda itu tidak bisa mengirim kita ke tempat yang tidak ada namanya. Menggunakan nama Quema? Itu ide terbodoh yang ingin aku lakukan.."

"Aku tahu ini mengesalkan tapi aku ingin kau mengerti.."

"T-tidak apa. S-saya baik saja. I-ini cuma s-sakit kepala biasa.."

"Nis--??!"

Cahaya emas tiba-tiba bersinar dibawah kaki kami semua.

"S-sejak kapan??" terkejut Rina.

Nisa sepertinya menghentikan waktu lalu menulis rune sihir dengan kondisi seperti itu(?).

Aku benar-benar minta maaf.

Aku lirik Nisa yang ada dibelakangku, ia ada diluar lingkaran sihir.

Aku sangat berterimakasih banyak padamu, Nisa.

.A.N.O.T.H.E.R.

[ Author POV ]

Nisa berhasil mengirim Iksan dan lainnya ke tempat Quema menyesuaikan 20 menit sebelumnya tepat pada saat Quema menggunakan kristal teleportasi. Hasilnya Nisa muntah darah sambil hidungnya mengeluarkan banyak darah.

"Ha, ah. S-seperti hari ini aku terlalu b-bekerja k-keras, kakak.."

Bruk..

"......."

Tap, tap...

Suara langkah kaki terdengar setelah keadaan menjadi sepi saat Nisa tak bisa bergerak lagi.

"Aku harus istirahat dan memulihkan diri. Apa ada orang mendekat?"

Tap?

Satu kaki berhenti dibelakangnya, pemiliknya adalah perempuan bersurai putih dari ras iblis yang bernama Lunya.

"Dibaca yang aku baca jika sihir waktu dapat dibatalkan andai penggunanya tak sadarkan diri..atau mati!"

"Dia yang waktu itu!?"

Lunya menyiapkan tombaknya untuk membunuh Nisa.

"Maaf aku tidak ada dendam untukmu tapi ini adalah tugas. Jangan salahkan aku.."

"Kakak..."

Hush!!













Dor..! Truang!?

Seseorang menembak Lunya. Refleks perempuan itu merubah posisi tombaknya dan berhasil menangkis peluru yang ditembakkan.

"Siapa?" tanya Lunya tenang.

"Untung datang tepat waktu.." bisik Ros.

"Aku terkejut ada musuh yang tinggal.." gumam Aure tak percaya.

"K-kak Ros? K-kak A-Aure??"

"Aku datang, Nisa..." Aure dengan cepat menggunakan sihir untuk menyembuhkan.

"K-kenapa.?"

"Leon yang menyuruh kami. Dia khawatir jika terjadi apa-apa padamu.."

"Dan benar saja ada.." tatap Ros ke Lunya. "Aku datang untuk memberi pelajaran pada perempuan yang melukai Leon kami.!"

"Pengganggu! Sekarang aku punya dendam.."

"Aku suka itu.."

"Ros, aku serahkan disitu kepadamu.."

"Ya.."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top