Chapter 12 : Washa Crine

[ Iksan POV ]

Hei.!

Suara siapa itu?

Hei!

Aku..tidak tahu. Disini gelap sekali.

Ini dimana?






"Hei.! Mau sampai kapan kau tiduran?!"

"Ha-??"

Aku terbangun di genangan air dan seseorang--yang tidak bisa kullihat wajahnya berdiri disamping, ia seperti menungguku.

"I-ini dimana?" tanyaku spontan.

"Bawah alam sadar kita berdua.."

"Kita berdua?"

"......."

"?!"

Sekarang aku bisa melihat wajahnya. Itu... Wajahku. Pemuda dengan rambut hitam bersama sepasang mata abu-abu legam ungu yang melingkar, berbeda denganku yang biru tua.

"A.ku??"

"Benar, dan aku adalah yang asli.."

Yang asli?

"Ini mungkin tidak dapat dipercaya tapi kau 'hanyalah' sebuah kesadaran buatan yang menyegel diriku karena melanggar suatu aturan di masa lalu. Dan sekarang segel itu hancur berkat Yuliana.."

"Yuliana... Apa yang terjadi padanya?"

Ekspresinya tiba-tiba jadi lesu dan kesal. "Aku juga tidak tahu.."

"Hah?"

"Dengar. Selama ini aku terkubur jauh di alam sadarku sendiri lalu kakek tetua menggunakan sihir kuno 'Harapan Kedua' untuk menghukumku karena itu aku kehilangan kendali dari badanku dan kau 'tercipta'... Kesadaran buatan yang bertujuan menggantikanku, sampai saat ini!"

"Aku... Hanya buatan?"

"Itu memang tidak dapat dipercaya tapi kumohon mengertilah. Karenaku semuanya jadi dalam bahaya--"

"--SIAPA YANG PEDULI DENGANMU!" aku tiba-tiba berteriak.

Ia terlihat sangat terkejut.

Itu tentu saja, ia harus.

"Aku tidak perduli dengan masalahku. Kau yang salah karena melanggarnya dan sekarang orang-orang yang aku anggap keluarga dalam bahaya. Lalu kau muncul dan mengatakan aku 'hanyalah' kesadaran buatan..?"

"Iksan.."

"......"







Kami terdiam cukup lama setelahnya.

Hingga ia kembali lanjut bercerita.

"'Second Hope' adalah sihir penyegel tingkat atas yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang di masa lalu, yang mana jiwaku menjadi kosong hingga berakibat fatal dimana ragaku ini hampa tapi sebagai gantinya jiwa buatan yaitu kau--Iksan, terlahir.."

"Kenapa mereka mengincar keluargaku?"

"....... "

Aku tidak tahu kenapa ia diam dalam 5 detik sebelum menjawab pertanyaanku.

"Kita sebenarnya berasal dari keluarga bangsawan sihir yang dapat mengendalikan petir dari tujuh elemen dasar. Nama 'Hacim' diambil dari nama asli kakek tetua yang artinya 'Penghakiman dari langit'. Ayah kita adalah generasi pertama, lalu kedua ada kak Ardian dan terakhir adalah generasi kita. Kita memiliki saudara maupun saudari. Secara turun temurun kepala keluarga kita berganti, namun dikarenakan ada banyak anak dari kakek tetua membuat pemilihan sebagai kepala keluarga menjadi sulit.."

"Kenapa bisa begitu.? Itu karena petir asli yang kakek tetua berikan hanya bisa dilakukan oleh beberapa anaknya, bahkan ada yang bukan dari darah asli yang dapat menggunakan Petir Hacim. Misalnya adalah ayah kita, Ata.."

"Itu artinya!?"

Aku jadi teringat oleh orang dengan petir hijau myrtle.

"Maka dari itu kakek tetua hanya memilih 'Yang Terkuat' untuk dapat memimpin.."

"Kenapa?"

"Kepala keluarga 'harus' kuat. Itu semua demi bencana itu.."

"Bencana?"

"Bencana yang orang-orang dulu sering sebut.."

Zaman Kegelapan.

.A.N.O.T.H.E.R.

[ Author POV ]

Red Bold : Death Spear

Ambush kembali melepaskan tombak hitam mematikannya tapi Crine menghisap serangan itu ke dalam tangan kirinya. Crine lalu mengayunkan tongkat sulap yang ada di kanan seketika tombak hitam muncul dari kehampaan.

"Ap-?!"

Daar.!

Tempat Ambush dihantam oleh serangannya sendiri(?).

"Bagaimana dia bisa melakukan itu? Ini sihir orisinalku, tahu!?" Ambush jadi emosi.

"Tenangkan dirimu, junior. Buang semua masalah lalu bersantailah..."

Infek menggerakkan tangannya yang sibuk dengan cangkir teh.

"Senior enak!" protes Ambush. Infek dikelilingi lingkaran sihir 'Protection' yang sudah diperkuat dengan sihir ruangnya jadi serangan apapun akan langsung terpindah saat bersentuhan.

"Kau hilang fokus, bocah.!"

Crine memunculkan jeratan akar dari bawah lantai yang menahan Ambush.

"Sial!" maki Ambush. Ia lolos berkat kekuatan partikel hitamnya.

"Senior.."

"Iya-Iya aku tahu.." sahut Infek menyimpan cangkirnya ke ruang penyimpanan dimensi.

"Hei pesulap, apa kau punya trik lain selain menghisap dan mengembalikan? Karena aku punya satu trik yang bagus disini.."

"Hm!? Menarik~"

"Hmp. Menyesallah.."

Ctek!

Ambush seketika terpindah tepat dibelakang Crine.

"Hm?!"

"Heh?"

Crine refleks memukulkan tongkatnya ke wajah, hasilnya kena. Karena Ambush waktu itu juga tidak mengerti apa yang terjadi.

"Hei, seharusnya kau mengalahkannya tadi.." marah Infek. Ambush membalas. "Seharusnya itu saya, senior! Kenapa kau tiba-tiba melakukannya!?"

"Huh. Sekali lagi.."

"He-?"

Ctek!

Ambush kembali terpindah ke belakang Crine, tapi Crine kembali memukul Ambush di kepala dengan tongkatnya.

"Sudah saya bilang!?" kesal Ambush yang wajahnya memiliki bekas merah.

"Huh, sekali lagi.."

"He? T-tunggu seb--"

Ctek! Smash!

Ambush terpindah ke belakang Crine namun sekali lagi ia terkena pukulan di kepala. Sekarang Ambush terbantai dengan bokong terangkat.

"Argh. Seriuslah sedikit, junior.." kesal Infek(?).

"Gadis ini melakukannya dalam kedipan mata. Untung dia memindahkan bocah ini dibelakangku jadi aku tahu harus apa.." batin Crine.

"Senior kurang ajar! Kepalaku sangat sakit sekarang.." sementara itu Ambush mengumpat dalam hati.

"Ok, junior. Sekali lagi!"

"Hah?!"

"Tidak akan kubiarkan.!" Crine melempar bola api sebelum Infek berjentik.

Ctek!

"Sial!" tapi ia sedikit terlambat.

Hush!

Ambush kembali terpindah.

"Berhenti membuatku terus berputar, dasar boc--?!"

"......."

Di belakang Crine tidak ada siapa-siapa.

Infek menyembunyikan senyumannya. "Waktu terkapar tadi kurasa cukup untuk membuatnya siap.." pikirnya.

Ambush hadir tepat dibelakang Crine yang sudah berputar badan.

"Senior... Kurang hajar!" teriak Ambush kesal.

Crash!

Tusukan jarum hitam menembus badan Crine dari belakang. Serangan Ambush berhasil menumbangkannya.

.A.N.O.T.H.E.R.

Swing... Slash!

Di ruang dimensi buatan Infek ada Claudia serta Ras yang tengah melawan Washa yang memiliki pelindung kasat mata. Setiap serangan mereka berdua selalu berubah arah dan tidak jadi mengenai Washa.

"Menyerah saja!" kesal Washa dengan sikap keras kepala keduanya.

Washa menembakkan bola petir yang sangat banyak menghujani tempat keduanya.

"Kami telah menghabiskan banyak tenaga dari tadi. Siapa yang pertama kelelahan maka dia yang kalah.."








Teknik Berpedang Aliran Api :
Cakram Api

Wush!!

Tebasan melingkar dua pedang Ras menghempaskan bola-bola petir.

"Claudia.."

Claudia menyusup dari punggung Ras dan berlari sangat cepat ke tempat Washa.

"Kurgh!"

Claudia menebas ke depan mengeluarkan semburan api, diwaktu yang sama 'Change Direction' digunakan hasilnya api hanya lewat dibagian samping saja. Tapi Claudia tidak berhenti, ia terus mendorong Washa ke belakang dan terus ia lakukan karena ruang dimensi ini tidak memiliki ujung.

"Aaaaa! Tak berguna!"

Lightnint Magic 'Medium' :
Spark Cry

Bzz!!!

Jeritan petir menggelegar mengelilingi Washa, Claudia dibuat terpaksa menghindar.

"Kau menganggu saja! Cepat kalah sana! Aku harus keluar dari sini bagaimanapun caranya!" teriak Washa memarahi Claudia yang sedari tadi menghindari sambaran petir.

"Baiklah... Aku akan mengalahkanmu sekarang!"

Washa tambah marah setelah Claudia mengatakan itu. Ia tidak peduli jika tenaganya habis, yang Washa pikirkan saat ini adalah membunuh Claudia. Sementara itu Claudia masih sanggup menghindari sihir sambaran petir musuhnya sembari mendekat.

Light Magic :
Light Spear

Tombak cahaya tercipta dari seruan sihir Washa.

"Akan kubunuh kau dengan ini. Mati kau!"

Tombak dilepaskan ke Claudia yang terkepung oleh sambaran petir.

"Claudia.."














Teknik Berpedang Aliran Hampa :
Badai Arus

Suatu aura yang keluar dari pedang Claudia menghisap sambaran petir ke arah ayunan pedangnya. Claudia menghantamkan tebasan itu ke tombak cahaya yang mana ikutan terhisap, kedua elemen itu menyatu jadi pusaran arus yang tertembak ke depan Claudia, dan mengenai Washa.

Diwaktu bersamaan Infek mengembalikan mereka dan dapat dilihat tubuh Washa yang hangus oleh ledakan petir.

"Oh.! Kalian menang juga ya.." cetus Infek terkagum.

"Juga? Itu berarti kau juga, murid Infek!?" Claudia melihat Crine yang terkapar.

"Dia tidak mati, junior cuma menusuk bagian fatal agar orang ini tidak dapat melawan lagi.." beritahu Infek menunjuk lubang di kiri perut Crine. "Orang ini lumayan beruntung karena tidak langsung kalah oleh kekuatanku,"

"Itu tidak benar, senior. Yang kau lakukan adalah memindahkanku asal lalu dan bergantung padaku yang bisa atau tidak menyerangnya.." kata Ambush muncul di samping sambil marah-marah.

"Refleksmu itu lemah jadi jangan salahkan aku.." jawab Infek tak mau disalahkan.

"Hah?! Senior satu ini..!"

"Kurgh! Uhuk, uhuk..!"

"Dia masih sadar?!" terkejut Ambush mendengar suara Washa. Claudia dan Ras sontak saja langsung siaga.

"C-ri.ne." panggil Washa sangat lemah.

"Dia ingin melakukan sesuatu.." pekik Ras.

"Crine.." Washa mengangkat tangannya lemah ke arah Crine.

Lakukan. Seburuk apapun pekerjaan yang kita miliki aku tidak akan protes. Disini kita sudah bersusah payah hidup dalam kejamnya dunia. Jika mereka bertanya kenapa kita melakukan ini.? Jawabannya sangat mudah. Itu adalah...








"Karena kami... Tidak mempunyai pilihan lain!"

Tangan Washa jatuh karena tidak kuat menahan lagi.

"D-dia m-mati?" tanya Ambush gugup.

"Sepertinya?" jawab Infek tak yakin.

Ras memutuskan memeriksa. "Biar kuperiksa.." Ras menyentuh urat nadinya tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan.

"Dia sudah mati.." beritahu Ras. Claudia menurunkan kewaspadaannya dan Ambush mulai bisa sedikit tenang.

"Buat kaget saja. Apa sih yang ingin dia lakukan tadi.." gumam Infek.

"E-entah.."

"........."

"........"









"Jangan sentuh dia.."

"!?"

Ras dikejutkan oleh Crine yang tiba-tiba sudah berada dibelakangnya, ia mendapatkan hantaman keras disamping membuat Ras menabrak dinding sampai hancur.

"Kau!" tatap tajam Claudia bergerak ke Crine, tebasan pedangnya menyemburkan api.

Magic Eater

Api Claudia dihisap oleh telapak kiri Crine.

Repel Magic

Lalu kobaran api tercipta ditangan kanannya.

"Apa kau yang membuat Washa jadi begini!?" tanya Crine menatap penuh amarah.

Blue Red Thunder

Bzt!

Percikan warna biru dan merah muncul di kobaran api.

"Pe..tir--"

DHUAR!!

Claudia terhantam serangan dari Crine dan kini menempel di dinding koridor akademi, paling ujung.

Crine sudah menggendong Washa yang tidak bernyawa lagi, Crine memeluknya sebelum menghisap Washa masuk ke dalam telapak kirinya.

"D-dia menghisap orang?!" batin Ambush tak percaya.

"Aaah. Junior, cepat kau pergi. Bawa Claudia dan sahabatnya dari sini. Orang ini... Sudah berada ditingkat yang beda."

"A-apa maksudnya i-itu?"

"Dia adalah monster! Aku ragu bisa menang tanpa kehilangan anggota badan.."

"K-kalau begitu ayo kita pergi saja. Menggunakan sihir senior pasti sangat mudah. Oh ya, kita bawa Iksan karena target mereka adalah temanku itu.."

"Ide bagus, tapi... Asrama siswi dekat."

Wajah Ambush seketika tambah pucat.

"Pergilah, junior, aku pasti baik-baik saja.."

"Sial. Aku tahu dia berbohong.."

"Aku tidak akan membiarkan kalian pergi. Kalian akan lenyap disini! Sebagai hukuman demi Washa!"

"Kau terlalu sombong, paman. Aku akan menyelamatkan mereka semua jika tidak aku bakal mempermalukan nama Leader Orgnzt yang lainnya.."

"S-senior, t-ternyata kau.."

"Kau lambat paham, junior kikuk.."

"Ugh.."

"Dia pasti mendapatkan tenaganya kembali karena dark elf tadi. Aku tidak melihat ada lubang di perutnya, tadi pasti adalah sihir alternatif tingkat atas... 'Sacrivave Life'! Sihir yang mengorbankan segalanya demi penyembuhan sempurna."

"Dia lebih kuat dari yang tadi. Apa-apaan in--!?"

"".........""

Infek merasakan suatu kehadiran asing. "--Ada yang datang!"

"Kakak!"

Sring!

Nisa Wanda serta Rina muncul dari lingkaran emas yang ada di dekat Iksan. Ia baru saja berteleportasi.

Nisa segera menggunakan kekuatan waktunya untuk memundurkan waktu lebih awal dimana Iksan tidak terluka.

"Bertahanlah, kak.!"

"Sepupu!"

"Siapa gadis it--" pertanyaan Ambush terpotong oleh lesatan Crine yang melewatinya.

"Sial, aku lengah!" maki Infek pada dirinya sendiri.

Infek mencoba memindahkan Crine dengan sihirnya tapi entah kenapa malah Ambush yang terpindah.

"APA?! Sihirku dibelokkan??!" kaget Infek.

Hush.!

"Target harus dilenyapkan!" seru Crine berdiri dibelakang Nisa, Rina sontak saja menghalanginya.

Blue Red Thunder

Crine mencampur petir dua warna di tangan kanan membentuk pedang cahaya.

"HA!"

"Ugh!!"










Bruagh!?!

Crine menerima telak tinju yang berlapis aura ungu negatif dari tangan Iksan, disambung sambaran api kegelapan yang memukulnya mundur jauh.

"K-kakak?"

"S-sepupu, i-itukah k-kau?"

Iksan berbalik, Rina ingin menangis melihat manik hitam dengan legam ungu melingkar itu.

"Yo, Rina. Aku senang melihatmu disini!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top