27| The Flower Thief
Warning!
-Welcome to Sirius Aequum Sapientes-
[3] High Class Mahawira
BAGIAN 3
27| The Flower Thief
-Enjoy for Reading-
"Otak untuk berpikir, hati untuk bersimpati. Tiada makhluk di dunia ini yang dapat hidup sendiri."
🎬
Garuda sudah lama mengamati setiap kebiasaan Liam dan Hyuga ketika merencanakan sesuatu. Meski tidak seratus persen, Garuda yakin bisa menggunakan metode yang sama untuk menemukan siapa tukang kebun Eclipse.
Silla dan Dika mungkin akan mendesak orang itu untuk mengaku telah mengirim bunga kepada anggota Aldebaran, tetapi Garuda
harus menemukan cara agar tukang kebun membuka mulutnya sendiri.
"Ada tiga orang yang sering memasuki Eclipse, kita tidak tahu siapa sang peneror," ucap Dika seraya membaca deretan nama karyawan yang dia ambil dari laci staf karyawan. Hal itu sangat mudah didapatkan ketika semua orang sangat panik dan gegabah, Dika berencana untuk mengembalikan catatan itu setelah urusan mereka selesai.
"Apa kita harus mengintrogasi mereka bertiga?" tanya Silla seraya menatap Garuda.
Garuda menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak usah, kita langsung pergi ke rooftop. Seseorang yang panik pasti tidak akan sempat memeriksa Eclipse."
Silla menyeringai ketika mendengar jawaban Garuda yang memuaskan. Gadis itu sekarang mengakui kalau Sirius sangat hebat jika menginginkan sesuatu. "Dia akan menargetkan orang lagi."
"Masih banyak anggota Aldebaran yang belum menerima bunga itu, siapa yang menjadi target berikutnya?" tanya Dika.
"Seseorang yang bodoh," jawab Silla cepat.
Mereka bertiga kemudian berlari menuju Gedung Utama B, lebih tepatnya lantai atas yaitu rooftop yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang. Garuda tidak butuh kunci untuk membuka pintu tempat yang terlarang itu karena sejak kecil dia bisa membobol berbagai macam pintu.
Banyak sekali anak-anak Halley yang menatap mereka bertiga dengan terheran karena berlarian di tangga sekolah. Beberapa tampak menegur tetapi ketiganya tidak punya waktu untuk membalas mereka. Dika bahkan hampir menabrak Bagas, sebelum pemuda itu mengomel, Dika langsung membungkamnya dengan roti isi.
Setelah sampai di lantai empat, Silla sudah bersiaga menjaga tempat ketika Garuda melancarkan aksinya membobol pintu, tetapi ketiganya bergeming karena pintu rooftop tidak terkunci.
"Ada orang lain selain kita," kata Garuda seraya mengeluarkan ponselnya. "Kita harus mempunyai bukti yang kuat."
Ketiganya melihat seorang pria muda sedang sibuk memperhatikan bunga-bunga yang ditanam oleh Liam. Dia terlihat cukup muda dan tidak mencurigakan jika berkeliaran di sekolah.
Suasana rooftop sebenarnya cukup hening tapi si pria muda itu tidak menyadari ada murid yang mengintipnya. Dia tampak tenang memilah-milah bunga yang hendak dipotong, Garuda bahkan mendengar orang itu bersenandung. Suasana hatinya sangat senang.
Silla menepuk bahu Garuda dan membuat gestur kalau bunga yang sedang dipegang oleh si tukang kebun sama dengan bunga yang menghantui anggota Aldebaran. Garuda mengangguk kemudian menyuruh mereka untuk sedikit menjauhi rumah kaca Liam.
"Bunga anyelir itu tampak mahal, apa Liam tidak marah kalau bunga kesayangan dipotong seenaknya?" tanya Dika dengan suara sepelan mungkin.
"Liam pasti tidak menyadari bunga-bunganya hilang--"
"Atau si tukang kebun pintar membuat alasan, jadi Liam tidak bisa menyalahkannya." Silla memotong perkataan Garuda. Gadis itu kemudian mencoret-coret sesuatu di buku catatannya sebentar lalu menunjukkan kepada Garuda dan Dika.
Kedua pemuda itu mengangguk dan kagum dengan apa yang dicatat oleh Silla. Mereka bahkan belum sempat menebak siapa target korban selanjutnya. Pantas saja Veano sering memuji kinerja Silla meski gadis itu sangat tidak suka seseorang memujinya.
"Kenapa Romeo Yogiswara?" tanya Dika penasaran.
"Memang Romeo adalah anggota Aldebaran, tetapi dia juga dekat dengan anggota Sirius seperti Yena dan Lukman. Ada kesamaan lain yang aku lewatkan dari para korban yaitu mereka cenderung menyembunyikan apa yang mereka rasakan, tetapi Romeo bukan orang seperti itu."
Garuda mengangguk mengerti dengan penjelasan singkat Silla. "Romeo pasti membuat kegaduhan, mungkin Yena juga ikut terlibat."
"Jika kegaduhan ini muncul, Yena akan menjadi tersangka. Akibatnya Aldebaran akan melawan Sirius secara terbuka," tambah Silla.
"Kita harus sembunyi," kata Dika tiba-tiba seraya mendorong kedua temannya untuk bersembunyi di balik dinding.
Mereka bertiga melihat si tukang kebun membawa setangkai bunga berwarna kuning dengan senyum merekah. Bunga itu kemudian disembunyikan dikantong saku agar tidak ada orang yang tahu kalau dia mencuri.
Garuda, Dika, dan Silla menunggu sampai si tukang kebun pergi dan mereka mendengar suara pintu terkunci.
"Aku bisa membobol pintu tapi tidak bisa menguncinya kembali," kata Garuda tiba-tiba seraya mengotak-atik pintu.
"Biarkan seperti itu," ucap Dika.
🎬
Setelah memergoki aksi tukang kebun, Garuda menyuruh Dika dan Silla untuk membuntutinya karena Garuda harus menemukan bukti lain.
Tempat yang dikunjungi Garuda adalah koperasi siswa yang terletak di Gedung Utama C, dekat ruang kelas anak-anak Hygiea. Bagi sebagian murid Hoba, gedung ini sangat mengintimidasi mengingat anak-anak Hygiea yang cenderung mempunyai wajah yang galak.
Ruangan di lantai satu gedung ini tidak padat seperti Gedung Utama A dan B yang penuh dengan laboratorium, perpustakaan, gudang, unit kesehatan, dan koperasi siswa. Hanya sekumpulan kutu buku yang betah berlama-lama di gedung ini.
Belum sampai di koperasi siswa, manik Garuda melihat Jendral yang sedang terlibat pembicaraan serius dengan kakak Aceville yaitu Avegas. Garuda sebenarnya tidak mengharapkan bertemu dengan kedua orang itu, tetapi ketika dia mendengar tentang sesuatu yang berhubungan dengan bunga, Garuda menjadi penasaran.
"Kenapa kau ada di sini?" tanya Jendral seraya mendekat ke arah Garuda yang diam. "Dimana Silla dan Dika?"
"Aku herus membeli sesuatu, Silla dan Dika masih berjaga," jawab Garuda tenang.
"Kau pasti bosan," ucap Avegas dengan prihatin.
"Aku mendengar pembicaraan kalian berdua, ada apa dengan bunga anyelir?" tanya Garuda tanpa basa-basi.
Jendral sempat terkejut sementara Avegas langsung menggiring Garuda ke tempat yang lebih sepi. Kedua anak Hygiea itu saling berkomunikasi lewat kedipan mata untuk memutuskan apakah Garuda perlu dilibatkan.
"Apakah itu bunga anyelir kuning?" tanya Garuda lagi dengan seringai tipis.
Jendral mengerutkan keningnya tampak ragu untuk menjawab Garuda. "Itu benar, darimana kau tahu?"
"Aku juga mencari tahu tentang itu," jawab Garuda.
"Apa kau tahu siapa yang membuat kekacauan ini?" tanya Avegas yang berdiri dekat tikungan, pemuda itu berjaga agar seseorang tidak melewati wilayah ini.
"Aku tahu, tapi sepertinya kekacauan ini lebih luas dari dugaanku," jawab Garuda.
"Ada beberapa guru yang mengeluh seseorang berbuat usil dengan menaruh kelopak bunga anyelir. Sekitar lima guru yang terkena imbasnya," jelas Jendral. "Hal itu terjadi ketika aku ingin mencari si perusuh forum."
"Anggota Aldebaran juga mendapat kejutan yang sama, tinggal satu langkah lagi untuk menangkapnya. Jadi, kalian berdua tetap melanjutkan pencarian itu."
"Kalau kau mengatakan hal itu, apa boleh buat?" Avegas menepuk bahu Jendral dengan akrab. "Lanjutkan apa yang kau cari dan jangan lupa membuat laporan!"
"Oke."
Setelah keduanya pergi, Garuda melanjutkan apa yang dia cari di koperasi siswa. Berkat kartu identitas anggota OSIS, Garuda berhasil menemukan alat tulis yang digunakan si tukang kebun untuk menjebak mangsanya seperti kertas warna-warni yang lucu, amplop yang berbau manis, serta pena berwarna. Garuda tersenyum geli, pantas saja mereka mengira kalau itu adalah surat cinta.
"Lama sekali, Aru!" kata Silla dengan jengkel, berbeda dengan wajahnya yang tampak berseri.
Garuda mengangguk singkat dan mendekat ke sekelompok orang itu. Silla tidak sendiri, di dekatnya ada Dika yang terus tersenyum lebar, Romeo yang masih terguncang, dan si tukang kebun yang mencoba untuk melarikan diri.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Garuda heran.
"Apa kau bertanya kenapa dia seperti itu?" tanya Dika seraya menunjuk si tukang kebun yang terikat di pohon.
Garuda meninju bahu Dika karena dia ikut melontarkan pertanyaan.
"Singkatnya, kami menangkap orang itu setelah dia merayu Romeo," jawab Silla dengan nada puas.
"Merayu?" beo Romeo dengan linglung. "Aku sempat senang karena Yena ingin berkencan."
"Turut berdukacita," kata Garuda
"Romeo yang malang," lanjut Dika.
"Aku tidak bisa mengandalkan Dika untuk hal ini. Bisa-bisa kita membuka Sidang Supernova lagi," ucap Silla.
"Oh, jangan lagi," keluh Romeo. "Itu sangat melelahkan."
"Aku setuju," ucap Garuda dan Dika bersamaan.
"Jadi, kenapa kalian ingin menangkap orang itu?" tanya Romeo penasaran.
Silla menjelaskan apa yang terjadi dengan rinci tanpa ada kebohongan kepada Romeo karena dia juga anggota Aldebaran. Romeo menjadi sangat marah karena di tukang kebun menjadikan kekasihnya sebagai kambing hitam.
"Dasar bocah-bocah nakal! Kalian akan dapat balasannya jika Tuan Liam mengetahui penghinaan ini!" ucap si tukang kebun seraya menatap mereka berempat dengan marah.
"Liam lebih percaya aku daripada kau yang hanya kaum rendahan," ucap Garuda seraya memasang wajah angkuh andalannya.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Silla.
"Untuk apa aku menjawab pertanyaan j****g sepertimu?" Si tukang kebun tertawa mengejek ke arah Silla.
Romeo langsung menendang kepala si tukang kebun dengan keras. Pemuda itu marah karena mendengar penghinaan terhadap Silla dan membalas melalui tendangan maut. Meski Romeo hanya menendang sekali, si tukang kebun sudah tampak kalah karena darah yang keluar dari hidungnya.
Dika tidak ingin menghentikan Romeo karena si tukang kebun layak untuk mendapat hukuman.
"Apa kau ingin hidup?" tanya Garuda dengan tajam seraya meletakkan kakinya di atas kepala si tukang kebun.
"Anak sepertimu--"
"Ah ... kau berisik sekali," kata Garuda seraya membebaskan ikatan tali si tukang kebun dengan pisau yang dia beli di koperasi siswa.
"Apa yang kau lakukan, Aru?" tanya Silla dengan suara kencang. Gadis itu mengguncangkan tubuh Garuda berulang kali agar pemuda itu sadar akan kesalahannya.
"Romeo susah payah untuk mengikat orang itu," celetuk Dika tak kalah kencang dengan Silla.
"Itu benar!" timpal Romeo menambah keributan.
Garuda tertawa terbahak-bahak sampai membuat Silla, Dika, Romeo dan si tukang kebun melongo berjamaah.
"Aku punya cara untuk membuka mulutnya."
Garuda kemudian mendekat ke arah si tukang kebun dengan senyuman ramah yang dia tiru dari senyuman Hyuga. Si tukang kebun menjerit ketakutan ketika Garuda mengelus kepalanya seperti anak kecil.
"Kau yang rendahan tidak pantas menentangku."
Setelah mengatakan kalimat itu, Garuda jatuh dengan warna merah yang menodai seragam kebanggaan Bimasakti, sementara si tukang kebun hanya menatap tangannya yang memegang pisau dengan linglung.
"Kau membunuhnya!"
Teriakan Silla adalah hal terakhir yang Garuda dengar sebelum kesadarannya memudar.
Love
Fiby Rinanda 🐝
18 Juli 2020
Revisi : 26 November 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top