12| The Weeping

Warning!

-Welcome to Sirius Aequum Sapientes-

High Class Mahawira

BAGIAN 2
12| The Weeping

Enjoy For Reading

"Apakah air mata bisa menyembunyikan rasa keegoisanmu?"

🎬

"Aku harus menulis surat wasiat sebelum terlambat," gumam Dika kepada dirinya sendiri. Pemuda itu sejak tadi hanya mengacak rambutnya dan berkata hal-hal yang mengerikan.

Garuda tidak bisa menghentikan Dika karena dia juga sama frustrasinya dengan pemuda itu. Dia berpikir ide untuk menulis warisan tidak buruk, walau yang dia tinggalkan hanya berupa tas hitam besar yang selalu membuat Lukman dan Yena penasaran.

Unit Kesehatan Altair tergolong cukup besar. Unit itu hanya memuat empat ruangan yaitu ruangan obat, kamar mandi, ruangan rekreasi sekaligus ruang ganti dan kamar pasien yang digabung dengan meja dokter. Selain bau obat-obatan yang cukup menyengat, Garuda tidak menemukan hal-hal yang menyebalkan lainnnya selain keberadaan Aceville Orlando yang mendapat tugas jaga.

Mengenai Aceville, Garuda bisa menebak kalau pemuda itu hendak menemui Ivy, Claudya dan Arin karena mereka bertiga adalah ketua kelas. Garuda tidak khawatir karena Aceville hanya memberi laporan (peringatan) tentang apa yang dia lihat.

Selain Aceville yang mungkin berada di Gedung Utama B, tidak ada yang menjaga unit kesehatan.

"M-maaf, aku minta maaf. Aku salah!" Gema berteriak seraya mengguncangkan lengan Garuda dan Dika secara bergantian. Pemuda itu bahkan surat bersujud lengkap dengan derai air mata yang membuat siapa saja iba kepadanya.

"Ya, kau salah," kata Garuda seraya menyisir rambutnya kebelakang ketika Dika berusaha menangkan Gema dengan cara melemparnya ke ranjang pasien. "Diamlah!"

"Ka-kalian harus menghukumku. Aku salah!" Gema mulai menarik-narik rambutnya dan melukai kulitnya hingga berdarah.

"Berhenti, bodoh!" Dika berteriak jengkel. "Jangan menambah beban kematianku!"

"Pu-pukul aku sekarang juga! Lebih baik banyak luka daripada tidak."

"Kenapa aku harus memukulmu?" tanya Dika dengan nada memelas.

"Ka-kalau tidak bisa dipukul, ka-kau bisa menendangku."

"Si***n!"

Dika menuruti kemauan Gema dan memukulnya dengan sekali serangan. Gema jatuh pingsan seketika. Unit kesehatan sekejap menjadi hening.

"Apa kau mengerti maksudnya, Aru?" tanya Dika seraya membersihkan keringatnya dengan handuk muka bekas olahraga.

"Aku tidak tahu," jawab Garuda pelan.

"Kau harus membantuku mencari alasan agar Ace tidak curiga ... apa yang kau lakukan?"

Dika berteriak lagi dan segera menghentikan Garuda yang sedang meminum pil tidur sebanyak lima butir. Dia tidak menyangka kalau Garuda sudah terkontaminasi penyakit gila Gema dan Dika sudah tidak sanggup lagi untuk menghentikan orang-orang itu.

"Aku pasti akan dibunuh Ivy," ucap Garuda merana.

Dika memukul kepala pemuda itu tanpa ampun. "Setelah itu kita dibunuh Veano. Jadi, kita bisa mati dua kali."

"Ide bagus."

"Memang bagus."

Garuda menghela napasnya ketika dia melihat tubuh Dika merosot dan kini pemuda itu sedang tidur tengkurap di atas lantai yang dingin. "Sebelum itu, kita harus membalas dendam kepada Ezra dan Dika."

"Aku setuju," ucap Dika lesu. "Apa kau punya cara."

"Bagaimana kalau kita sewa penculik dan jual dia ke pasar gelap?"

"Aku ingin Ezra lebih menderita karena dia sudah mencoreng nama baik Bimasakti," tolak Dika secara tersirat. "Kita harus membuat Claudya membuka mulutnya. Dia pasti tahu perundungan ini."

"Aku kagum otakmu berfungsi dengan baik," ucap Garuda seraya tersenyum miring. "Aku rasa kita bisa membuatnya berbicara."

Dika mengangguk setuju walau jengkel karena disindir Garuda dan mengubak posisinya menjadi duduk bersila. "Kita juga bisa melangkahi Arin. Dia pasti jengkel."

"Kalau Arin datang, Veano juga ikut datang--"

"Setelah itu Aldebaran menjadi eskul super sibuk karena memainkan peran pahlawan yang muncul belakangan," sambung Dika seraya tertawa kecil.

"Konyol!"

"Apa kau lihat wajah Ace tadi?" tanya Dika. "Dia seperti ingin membedah seseorang. Sangat menyeramkan."

"Ace pasti sudah tahu gambaran besarnya, hanya saja dia tidak ingin mengumbar. Salah sedikit saja berdampak buruk ke Gema," kata Garuda.

"Kehidupan sulit bagi murid beasiswa. Mereka harus merangkak agar bisa terlihat ... takdir memang sekejam itu."

Pintu unit kesehatan terbuka dan muncul Ivy dengan penampilan berantakan dan napas tersengal-sengal. Garuda merengut tidak suka, apa yang dikatakan Aceville sehingga gadis itu berlari sekencang meteor?

"Diam!"

Garuda membuat gestur tutup mulut, dagunya menujuk Gema yang meringkuk di ranjang pasien. Untung saja Ivy langsung mengerti.

"Apa yang terjadi?" tanya Ivy. Garuda bisa mendengar kalau suaranya sedikit bergetar dan dia terharu karena gadis itu masih peduli dengannya.

"Temanmu memukul temanmu juga." Jawaban Dika sama sekali tidak membantu, akibatnya dia mendapat tatapan tajam dari Ivy.

"Aku tak sengaja memukul Gema--"

"Pingsan?"

"Dia pingsan karena dipukul Dika. Dia sempat berontak dan menjadi liar," jawab Garuda lancar.

"Aku memukulnya karena dia melukai dirinya sendiri. Keadaannya jadi tidak terkendali, aku bahkan tidak mengenali Gema Januar lagi," tambah Dika seraya duduk dikursi.

"Dia pingsan bukan karena Aru?"

"Tidak," jawab Garuda dan Dika bersamaan.

Ivy mengambil tempat duduk di samping Garuda dan mengamati pemuda itu. Setelah selesai, dia baru bisa bernapas lega karena Garuda tidak lecet sekalipun. Ivy khawatir karena Aceville mengatakan hal-hal yang mengerikan.

Pintu unit kesehatan terbuka lagi, kali ini Aceville datang dengan wajah dinginnya yang khas sementara Claudya bersembunyi dibalik punggung pemuda itu.

Ivy langsung memelototi Claudya.

"Aku tidak perlu membawa Arin karena kalian berdua bisa menjelaskan situasinya kepada dia," kata Ace seraya duduk di samping Gema, lalu menyelimuti pemuda itu dengan lembut.

"Itu yang terbaik," ucap Garuda.

"Aku akan membuat laporan kesehatan mengenai luka Gema, Veano mungkin memberi laporan ini ke Pak Julian," tambah Aceville lagi. "Aku rasa Dika dan Garuda juga mendapat poin kedisplinan. Apa kau tidak keberatan, Ivy?"

"Tidak," jawab Ivy.

Dika tersenyum lebar dengan wajah tanpa dosa.

"Claudya, apa kau tidak bertanya?" tanya Aceville tanpa melihat ke arah Claudya yang masih terdiam mematung dengan raut wajah gelisah.

Ivy tersenyum tipis karena Aceville langsung memukul Claudya dengan pertanyaan tanpa belas kasih. Ivy bisa merasakan rasa takut ketika mata Claudya jatuh kepada Gema yang sekarang sedang terbaring.

Dika bangkit dari tempat duduknya, lalu menyuruh Claudya duduk. "Wali kelasmu harus tahu keadaan Gema, dia tidak bisa belajar dalam waktu dekat."

"Kenapa dia tidak bisa belajar?" tanya Claudya seraya menatap waspada ke arah Dika. "Dia harus belajar agar kelas kita tidak ketinggalan."

"Bukan kau yang memutuskan hal itu," ucap Garuda dengan jengkel.

"Aku punya hak untuk mengatur Gema," kata Claudya tajam, gadis itu dengan ganas menatap tajam Garuda. Kedua tangannya meremas erat rok sekolah yang berwarna hitam. "Aku adalah ketua kelas."

"Beraninya kau menggonggong kepadaku, siapa yang menyuruhmu?" tanya Garuda seraya mendekat ke arah Claudya tetapi langsung dihalangi Aceville lengkap dengan tatapan dinginnya.

Claudya tertawa gugup tapi cukup membuat Garuda tersinggung. "Aku tidak takut kepadamu, Aru. Apa kau kira bisa merendahkanku."

"Ba*****n!"

"Aru!" bentak Ivy tajam. "Jangan membuat masalah."

Claudya kali ini tertawa terbahak-bahak. Dika yang semula dekat dengan gadis itu perlahan-lahan mulai menjauh karena dia merasa ada yang aneh.

"Akhirnya aku bisa melihat kehancuran MIPA 1! Keunggulan itu hanya milik kami."

Ivy menyeringai mendengar perkataan aneh itu.

"A-aku rasa dia mulai menggila," kata Dika ketakutan.

"Claudya," panggil Aceville dengan nada rendah, pemuda melepas Garuda yang tenang karena peringatan Ivy. "Apa kau tahu perintahmu bisa luntur karena ku?"

"Apa maksudmu, Ace?"

Garuda mengucek matanya karena merasa salah lihat Aceville tersenyum kepada Claudya, meski itu senyum ancaman yang selalu Liam keluarkan. Hanya sedetik Garuda bisa melihatnya.

"Aku bisa memaksa Gema istirahat total dan hak mu tidak berlaku lagi."

"Gema harus belajar!" teriak Claudya. Gadis mulai menangis dan semakin meremas roknya. "Jika dia tidak belajar, apa yang harus aku lakukan?"

Perlahan-lahan Garuda mendekat ke arah Claudya, kali ini Aceville tidak menghalangi karena pemuda itu tidak berniat untuk melukai Claudya. Ivy tidak mengatakan apapun dan Dika melotot karena takut Garuda diserang Claudya.

"Bukankah kau bisa mengandalkan Ezra?" tanya Garuda seraya menghapus air mata di pipi Claudya dengan lembut.

"Ezra? Apa kau kira aku bersedia membiarkan pembunuh itu berbuat sesukanya di kelasku?"

Note:

Halo NASA!
Karakter Claudya Melanie ini baru muncul pertama kali di HCM ya sebagai ketua kelas dari Halley MIPA 2. Kalau Ivy ketua MIPA 1, Aceville ketua MIPA 3 dan Arin ketua IPS 1.

Kalau Aceville Orlando bisa kalian lihat ceritanya di lapak sebelah yaitu Lose Memories.

Sudah banyak anggota Aldebaran yang terungkap nih disepanjang cerita seperti Veano, Jendral, Hiro, Asta, Garuda, Arin, Silla, dan Dika.

Kira-kira Gema ada hubungan apa nih sama Ezra?

Love

Fiby Rinanda🐝
12 April 2020
Revisi : 30 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top