13. Aku Tidak Mempercayainya
Day 2
Leanna membuka matanya perlahan-lahan. Aroma kayu yang kuat mengganggu indra penciumannya. Pandangannya yang remang-remang perlahan mulai membaik.
Leanna terkejut saat membuka kedua matanya.
Tempat itu seperti sebuah ruangan tempat kayu hasil penebangan disimpan. Ada beberapa alat di dalam sana seperti alat penebang pohon dan alat pemotong kayu. Lampu dinyalakan tapi tidak terlalu terang. Dan Leanna menyadari tangannya sedang diikatkan pada tiang.
Tadi Ia ingat tiba-tiba menginjak sesuatu seperti lubang perangkap. Ia jatuh ke sana dan kepalanya sempat mengenai tanah cukup keras. Ia ingat Ia jatuh pingsan setelahnya dan sekarang sudah ada di tempat ini.
Lalu, suara nafas orang lain di belakangnya menarik perhatiannya. Kini Leanna menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa yang ada di belakangnya.
Ada seseorang juga yang diikat tepat di belakangnya, menghadap ke arah yang berlawanan dengannya. Ia bisa melihat surai coklat kemerahan milik orang itu dan pakaian yang dikenakannya. Tanpa lama-lama, Ia sudah tahu itu siapa.
"Oi! Psst... Hei!" Leanna berusaha memanggil orang tersebut.
"Calvi! Calvino! Kamu mendengarku? Hei, domba merah! Bangun!" sebenarnya, kalau saat ini mereka tidak dalam kondisi bagus, hal itu lagi-lagi bisa jadi lelucon yang bagus. Tapi kali ini tak ada yang tertawa, bahkan Leanna sekalipun tidak merasa lelucon itu tepat Ia lontarkan sekarang.
Tidak ada balasan dari pemuda itu, sepertinya Ia masih pingsan. Entah apa yang terjadi sampai-sampai Calvino bisa tertangkap seperti ini. Mungkin Ia terkena perangkap yang sama juga. Yang jelas, pasti Calvino bersama Taiki dan Ara sempat berkeliling hutan juga.
Leanna mencoba memberontak untuk melepaskan diri, namun tak berhasil sama sekali. Yang ada, Ia hanya merasakan tangannya jadi sakit saja. Leanna menghela nafas, keduanya sama-sama diikat dalam kondisi berdiri. Leanna mulai merasakan pegal di kedua kakinya, tapi Ia tak bisa duduk.
Lagipula Ia lebih memikirkan cara untuk keluar ketimbang untuk duduk.
Tak ada waktu untuk memejamkan mata lagi.
.
.
.
Angella kembali merangkak secara perlahan, masih ada banyak jalan yang harus Ia lewati untuk bisa mencapai pintu gudang. Di saat yang bersamaan pula, Si Peneror sudah mulai masuk ke gudang semakin dalam. Pria itu masih mengecek ke arah yang lain. Ia benar-benar tak melewatkan satu detail pun.
Bahkan, Angella melihat sendiri Si Peneror berdiam lama di depan kardus berisi hadiah untuk Blue. Ia benar-benar sudah yakin kalau pria itu ada hubungan tertentu dengan anak bernama Blue ini. Masalahnya, pernah ada apa sampai-sampai Si Peneror mencoba memburu mereka.
Mengenal Blue saja, mereka tidak. Tapi Angella kembali membaca diary itu, Ia tak menyerah untuk mendapat informasi lagi.
10 Agustus XXXX, aku tidak mau tinggal di sini lagi.
20 Oktober XXXX, kali ini aku akan benar-benar menjadi Einstein dan memikirkan rencana untuk bisa keluar dari sini.
5 Desember XXXX, AKU BISA GILA LAMA-LAMA!
1 Januari XXXY, tahun sudah berganti dan aku masih terjebak di sini.
5 Januari XXXY, kakek marah padaku karena aku lagi-lagi minum alkohol miliknya, suruh siapa menaruhnya di sana?
Angella menutup buku diary itu saat mendengar langkah Si Peneror berhenti. Ia mengintip sejenak dan mendapati sosok itu seperti terganggu oleh sesuatu. Ia seperti menyadari kehadiran Angella di ruangan itu.
Gadis itu kembali merangkak, pintu sudah begitu dekat darinya. Tanpa pikir panjang, Ia mulai keluar dari persembunyiannya dan berlari ke arah pintu. Awalnya, Ia berpikir Si Peneror tidak akan mengejar.
Dan tebakan itu benar.
Lebih tepatnya, Si Peneror seperti hanya melihat Angella yang berlari keluar gudang villa.
"Dia tidak mengejar?" gumam Angella pelan. Buku diary tersebut masih ada di tangannya. Dengan kecepatan penuh, Ia sudah sampai ke pintu villa.
Dor
"Argh!"
Satu tembakan lepas entah dari mana, mengenai kaki kanannya. Angella tiba-tiba saja terjatuh. Ia merasakan ada yang aneh dari luka tembak itu. Untuk beberapa saat saja, Ia seperti terkejut dan tidak tahu harus melakukan apa-apa. Tubuhnya gemetar dan seperti dibayangi rasa takut.
Ia bisa merasakan rasa panas dari luka tembak itu. Tapi Ia masih tidak bisa merasakan rasa sakit apapun. Dengan segala kekuatan yang ada, Angella kembali berdiri dan hendak berjalan lagi. Namun, sebuah tembakan lepas lagi kini mengarah ke kaki kirinya.
Terkejut dan tak sempat menghindar, Angella lagi-lagi terjatuh. Tubuhnya bergetar secara mendadak, terutama di kedua kakinya. Kaki kanannya kini mulai merasakan rasa sakit yang cukup luar biasa.
"S-sial...."
Mimpi buruknya, ada suara langkah kaki yang mendekatinya. Angella sudah yakin bahwa itu adalah suara Si Peneror.
Gadis itu merangkak, Ia hendak meraih buku diary yang terlempar cukup jauh darinya. Tetesan darah mulai berjatuhan dari bekas luka tembak itu. Rasa panas dan sakit kini mulai terasa di kedua kakinya. Tangannya sudah hampir meraih buku kecil tersebut.
"Akh!"
Gadis itu kembali tertarik mundur beberapa senti. Jejak darah yang sebelumnya terbentuk rapi kini rusak seketika. Angella meringis, seseorang baru saja menarik kakinya yang terluka.
Ia bisa melihat sepasang kaki di depannya. Sepatu boots yang sama seperti yang sedari tadi Ia awasi. Si Peneror mengambil buku diary itu dengan cepat.
"Sayang sekali nona, informasi ini hanya akan membawakanmu pada kematian."
Pria itu baru sekali berbicara pada Angella. Ia agak tercekat mendengar suara yang dimodifikasi itu. Angella bersusah payah untuk membuat tubuhnya terduduk. Kedua kakinya lemas sekali dan bergetar cukup kuat.
"Jadi itu kamu?" tanya Angella dengan tatapan marah. Ia mencengkram jaket yang diberikan oleh Pola tadi.
Pria itu tak menjawab, Ia sibuk membuka buku diary tersebut. Hanya dengan satu menit saja Ia sudah selesai membacanya dan kini menutup buku diary tersebut. Terlihat sekali Si Peneror menggenggam buku tersebut dengan lembut, seperti itu adalah benda yang berharga.
"Ya, itu memang aku," jawab pria itu. Ia kini berjongkok, menyejajarkan posisinya dengan Angella. "Terkejut?"
"Sudah kuduga!"
Angella mengeratkan kepalan, Ia begitu marah saat mendengar nada sombong dari setiap kalimat Si Peneror. Pria itu tidak berbicara apa-apa lagi. Dengan cepat Ia mengangkat tubuh gadis tersebut dan membawanya dengan mudah kembali ke gudang. Tentu saja, Angella memberontak, Ia tak mau tertangkap begitu saja di tangan orang biadab ini.
"Lepaskan aku!" Angella mencoba memukul punggung pria tersebut sekuat tenaga. Ia menyadari sesuatu yang salah dari sosok itu. Ia merasakan punggung pria itu cukup keras, seakan ada sesuatu yang melindungi.
"Apa aku salah? Tidak mungkin kan? Kalau itu benar dia, tidak mungkin kan akan semudah ini mengangkatku?"
Kepala Angella dipenuhi pemikiran yang membingungkan. Saat pria itu membantingnya jatuh. Angella memekik karena kedua kakinya berdenyut akibat terbentur lantai. Ia dibawa kembali ke gudang oleh pria itu. Kekuatan mereka seperti 1 banding 5. Si Peneror mengikat kedua tangannya pada tiang yang ada di sana.
Pria itu sedikit berjongkok dan menyetarakan posisinya dengan Angella. Angella menatap lekat lewat lubang mata pada topeng putih tersebut.
Mata biru itu.
.
.
.
Duk!
Taiki memukul pelan pohon di dekatnya. Saat itu, peluh dan keringat tak hentinya menetes. Di sampingnya, nampak sedikit raut wajah kekhawatiran dari Ara.
"Calvino pasti diculik, Ia tidak akan mungkin hilang begitu saja," ucap Ara diikuti anggukan dari Taiki.
Keduanya sedari tadi sudah berkeliling daerah tersebut, mencari-cari keberadaan temannya namun tak menemukan sama sekali. Mereka hanya melihat seekor kelinci yang terikat dan berhasil membebaskannya. Namun Calvino, Ia benar-benar hilang dan tak ada di satupun tempat di sana.
"Kita tetap harus mencarinya, tapi kita tetap memakai rute yang mau kita pakai, ke gudang lalu sungai," ucap Taiki. Ia sudah bersiap akan berjalan lagi dengan menyiapkan shotgunnya.
Ara mengangguk pelan, kini keduanya sama-sama kembali berjalan mencari keberadaan teman-temannya.
"Bertahanlah, kita semua pasti akan bertemu!"
.
.
.
Maafkan baru up hari ini :" kemarin abis kuota dan wifi sekolah lemot banget jadi gak bisa up ceritanya kemarin.
Next Chapter :
"Sebuah kenangan masa lalu kembali terukir."
Meongmuu Tehashin AisakiRoRa melloncchi potumcream sirupmerah
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top