Twenty Five

Sesuai permintaan Namjoon, akhirnya Seojin menghirup udara segar dipagi hari. Ia kembali ceria bertegur sapa dengan para tetangganya yang sedang akan pergi bekerja.

Ia pun pergi kebawah dan mendapati Jungkook yang sedang lari pagi dengan kebiasaannya yaitu mengintip Seojin, ia hanya tersenyum melihat Jungkook yang selalu seperti itu.

Ia hanya melempar batu kearah Jungkook dan bersembunyi membuat Jungkook menatap sekitar lalu ia mendengar seseorang yang berteriak entah kepada siapa namun ia merasa jika teriakan itu khusus untuknya.

"KAU SELALU SEPERTI ITU SETIAP PAGI, PERGI SEBELUM AKU MEMBUNUHMU!!"

Jungkook bergidik ngeri dan berlari kearah mobilnya yang sudah terdapat Jimin yang sedang istirahat.

Seojin tertawa terbahak melihat Jungkook yang salah paham itu, padahal itu untuk suami dari wanita yang berteriak keras.

Ia pun berjalan menelusuri jalan-jalan kecil yang membuatnya tersenyum membayangkan semua yang telah terjadi pada dirinya, dari ia memiliki sahabat seperti Jungkook, mantan seperti Yoongi dan partner seperti Taehyung.

Dia merasa dunia begitu sempit hanya karena mereka dilingkari oleh sebuah takdir yang membuat mereka seperti itu. Ia menyetop taxi dan mengantarnya ke hotel milik keluarganya, ia ingin bertemu dengan ayahnya yang sudah ia abaikan selama seminggu terakhir ini.

Sesampainya disana ia berjalan memasuki ruangan ayahnya setelah bertanya pada sekretaris ayahnya itu.

"Appa bogosippoyo..." ucap Seojin yang berada di daun pintu dengan suara puraunya.

Nam Gil yang sedang memeriksa dokumen pun dengan cepat menatap anaknya dan tersenyum manis. "Nado bogosipo..."

Seojin pun memeluk ayahnya dengan sangat erat seperti sedang melepaskan penat yang tumbuh didalam dirinya. Tanpa ia sadari ia menangis didalam pelukan sang ayah, Nam Gil hanya mengusap lembut lungung putrinya yang sudah dewasa namun baginya Seojin tetap menjadi putri kecilnya yang seperti masih berusia lima tahun.

"Akhir-akhir ini kau sibuk hingga mengabaikan pesan dari appa," Seojin mengangguk membenarkan ucapan sang ayah.

"Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi," ucapnya dengan sisa isak tangis.

"Tidak apa-apa selagi kau tidak menderita appa akan selalu mendukungmu."

Seojin tersenyum bahagia, begitu beruntungnya ia memiliki sosok ayah yang berwibawa dan hangat, ia tidak bisa berpikir jika memiliki ayah yang tidak akrab dengan anak-anaknya seperti Yoongi. Pasti ia begitu menderita, tidak bisa berbagi kebahagian bersama.

"Appa gomawo," Nam Gil mengerutkan dahinya bingung.

Seakan tahu dengan kebingungan sang ayah, ia hanya tersenyum. "Terima kasih telah menjadi ayah ku dan menjadi super hero ku selama ini, aku mencintaimu appa. Kau adalah cinta pertama ku selama ini,"

Nam Gil tersenyum mendengar ucapan cinta dari puterinya yang sering ia dengar saat Seojin masih kecil. Dan beranjak remaja Seojin tidak melakukannya kembali mungkin karena usia dan rasa malunya semakin membesar dengan bertambahnya umur.

***
Tiga hari sudah ia keluar apartemen dan ia tidak kembali bekerja pada hotel Jeon yang sudah di beri izin oleh Jungkook dengan lapang dada. Seojin seperti dianak emaskan oleh pemilik Jeon group.

Ia memandang gedung pencakar langit dihadapannya. Ia meneguhkan hati untuk menerima semuanya, ia berusaha berdamai dengan keadaan saat ini, ia ingin menghilangkan semua rasa traumanya selama ini.

Dan traumanya hanya dari masalalu yang membuat ia ingin berdamai dengan masalalu yaitu dengan Yoongi. Ia sudah menekankan pada dirinya. "Aku harus berdamai masalalu hanyalah kenangan, ayo kita mumbuat masa depan." teguhnya.

Ia melangkahkan kakinya dengan tegar memasuki kantor besar milik Min group dimana orang yang ia akan temui berada disini. Ia menghampiri resepsionis setelah mengatur nafanya berulang kali.

Ia tersenyum melihat wanita yang berada dihadapannya, ia sudah berbeda dari yang terakhir ia lihat.

"Pagi, ada yang bisa saya bantu Nona Kim." ucapnya ramah.

"Pagi, sudah lama kita tidak bertemu eonni,"

"Hmm sangat lama, kenapa mau tidak datang kemari lagi?"

"Aku... Aku berpisah dengannya sudah sangat lama," balasnya dengan pelan dan tersenyum paksa membuat sang resepsionis tidak enak hati.

"Maafkan aku, ku kira kau keluar negeri hingga tidak bisa datang kemari. Dan dia berubah derastis semenjak lima tahun lalu, ia begitu keras pada bawahannya hingga tidak ada yang berani bekata bahkan melihat wajahnya, ia juga sudah diangkat menjadi CEO disini."

Seojin hanya tersenyum menanggapi ucapan resepsionis. "Apa Min Yoongi berada disini?" tanya Seojin hati-hati dengan hati yang berdetak cepat.

"Tuan Min sudah seminggu tidak datang dan kami tidak mengetahui dimana dirinya sekarang," jawabnya dengan begitu hati-hati.

Seojin mengangguk dan permisi pergi. Ia tanpa berpikir panjang langsung mendatangi apartemen milik Yoongi, ia ingat sekali tempat tersebut, tempat tinggal milik Yoongi selama ia menjadi kekasih dari Kim Seojin.

Ia menekan bel berulang kali dan tak ada sautan sama sekali dari dalam hingga dengan keberanian yang ia miliki ia memencet digit yang berada diapartemen tersebut.

180629, dan pintu tersebut terbuka dengan lebar. Ia masih menggunakan tanggal lahir Seojin. Ya, Yoongi sangat mencintai Seojin dari dulu hingga sekarang, maka dari itu ia tidak mengganti digit passnya.

Seojin mengedarkan pandanganya dan tidak ada sama sekali kehidupan disini, begitu sepi dan sunyi bahkan sangat bersih seperti setiap hari di bersihkan namun tidak ada yang menempati tempat tersebut.

Seojin keluar dari apartemen Yoongi dan bingung ia harus kemana lagi, ia tidak tahu tempat yang sering Yoongi kunjungi, yang ia tahu jika Yoongi selalu berada diapartemennya.

Seolah mendapatkan jalan untuk bertemu Yoongi, ia pun dengan cepat pergi dari sana dan mendatangi apartemen lamanya. Tempat dimana mereka saling menjaga dan saling mencintai, tempat yang menjadi saksi bisu perjalan panjang kisah cinta keduanya.

Ia memandang lamat-lamat pintu dihadapannya, jantungnya tak terkendali dan perasaannya berkecamuk dengan masa lalu yang tiba-tiba datang menghampirinya.

Ia terus mengucapkan dalam hati jika ia harus berdamai. Hingga ia memencet digit tanpa memencet bel sama sekali seperti sebelumnya. Digit yang masih sama yaitu tanggal mereka berdua.

Seojin membuang nafasnya perlahan dan memasuki apartemen tersebut,
Begitu terkejutnya ia saat melihat kondisi apartemen seperti yang sudah di bobol oleh maling, semua barang berantakan. Botol-botol minuman keras berserakan, putung sigaret pun menemani sang botol yang sama berserakan, namun ia tak melihat pemilik apartemen itu.

Matanya menyelusuri setiap detail ruangan tersebut, tidak ada yang berubah. Foto dirinya bersama Yoongi masih terpajang rapi dimeja dan juga disetiap dinding, ia tersenyum penuh arti.

"Kau begitu mencintaiku, tapi kenapa kau mencampakkan diriku," gumamnya pelan.

Lalu ia beralih ke foto yang terpasang didinding, foto yang sama sekali tidak ia sadari, foto dimana dirinya tersenyum saat melayani tamu di hotel. Lalu ada dirinya yang sedang tertawa bersama Namjoon saat menghabiskan waktu berdua. Lalu ada juga foto dimana dirinya sedang berada dikursi roda saat ia mengalami trauma tersebut, nyatanya Yoongi selalu mengawasinya hingga saat ini.

"Mianhae..."

Ia berjalan memasuki satu kamar dan ia terkejut melihat isi kamar yang berbanding terbalik dengan keadaan ruang tengah. Ia mendapati manusia yang sedang ia cari tertidur dengan posisi melengkung seperti bayi.

Sungguh ini bukan kepribadian Yoongi yang selama ini ia kenal. Ia mendekati Yoongi dan duduk disampingnya yang tertidur.

"Oppa..." panggil Seojin pelan.

Yoongi membuka matanya perlahan, ia melihat Seojin yang diam dihadapannya. Ia tersenyum miris, ia tahu jika ini adalah sebuah ilusi yang ia ciptakan sendiri. Sejak lama ia menciptakan Seojin dalam dirinya supaya ia tak terlalu merasa kesepian.

Ia kembali menutup matanya, "Yoon Oppa," panggilnya lagi.

"Pergilah, aku tak bisa hidup tanpamu, jadi kumohon pergilah. Kau hanya ilusi, kau hanya bayangan yang kuciptakan selama ini, kau hanya ada dalam otakku saja, tidak dengan ragaku."

Yoongi menutup mata kembali, Seojin mengangkat tangannya dan mengusap pipi Yoongi pelan. "Aku datang," ucap Seojin lirih.

"Kau adalah ilusi, tapi kenapa kau begitu nyata sekarang. Aku lelah hidup seperti ini, jadi kumohon pergilah." ucap Yoongi pasrah dengan memohon.

"Yoongi Oppa, aku benar-benar datang. Aku ingin membicarakan suatu hal kepadamu, bisakah kau bangun,"

Yoongi membuka matanya kembali, ia terduduk dan menyentuh pipi Seojin lalu mengusapnya dengan ibu jarinya. "Apa kau benar-benar nyata?"

Seojin mengangguk dengan air mata yang sudah mengalir. Yoongi dengan cepat memeluknya, "kenapa kau begitu lama untuk kembali, aku selalu menunggumu disini, berharap kau datang dan kita bisa memperbaiki semuanya seperti semula."

Seojin menangis dalam dekapan Yoongi. "Aku sengaja membeli apartement mu untuk menunggumu kembali, aku tidak merubah semua yang berada disini, aku hanya ingin kau kembali, disini bersamaku menjalin sebuah kisah bersama kembali."

Seojin melepaskan dekapan Yoongi, lalu ia menatap manik Yoongi yang sudah mengeluarkan air matanya. "Oppa, mianhae. Aku datang bukan untuk kembali kepadamu, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Aku ingin berdamai dengan masa lalu ku, aku terpuruk selama ini dan aku tau kau juga sama seperti ku, jadi ayo kita selesaikan masalah ini." Seojin tersenyum untuk menyakinkan Yoongi yang sedang menahan amarah karena perkataan Seojin.

Seojin berdiri dengan cepat Yoongi mencekal pergelangan Seojin, ia tidak ingin Seojin pergi dengan cepat. "Kau akan pergi meninggalkanku lagi?"

Seojin tersenyum. "Oppa aku akan membersihkan ruang tengah, kau harus mandi. Aku tidak menyukai bau badanmu yang penuh dengan minum dan juga asap rokok."

Yoongi tersenyum, lalu ia sekali lagi memeluk Seojin sebelum ia pergi kedalam kamar mandi.

Seojin merapikan semua barang yang berserakan hingga kembali bersih seperti semula tak lama Yoongi menampakan dirinya yang hanya diam memperhatikan Seojin dari kejauhan karena ia masih tidak percaya dengan yang terjadi kali ini.

"Duduklah, aku akan membawakanmu minuman." perintah Yoongi.

Seojin duduk disofa tak lama Yoongi datang dengan minuman kaleng favorit Seojin. Ia duduk disamping Seojin, "Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Yoongi pelan.

"Ayo kita akhiri semua," Yoongi memasang wajah tak sukanya.

"Aku tidak ingin, aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu, jika kau ingin menyuruhku selesaikan masalah ini. Aku tidak akan pernah mau menyelesaikannya,"

"Oppa," panggilnya lirih, "Kau terluka dengan keadaan ini."

Yoongi menahan amarahnya dihadapan Seojin. Ingin sekali ia berteriak dan mengatakan yang sesungguhnya pada wanitanya, namun ia tidak bisa melakukannya, karena ia tahu bahwa wanitanya sedang berusaha berdamai.

"Bisa kah kau kembali padaku, yeobo?" pintanya dengan lirih.

Seojin menutup matanya dalam, ia ingin menangis. Ia dengan cepat memeluk Yoongi dengan erat.

"Maafkan aku, aku tidak akan kembali padamu dan aku akan menjauh dari Taehyung, aku ingin kau bahagia," bisiknya

"Aku bahagia jika hanya dengan dirimu, aku mohon kembali padaku. Apa sesulit itu untuk kembali?" ucap Yoongi dalam.

"Maafkan aku, kau hanya bagian masalalu. Masalalu bahagiaku, kau yang menemani masa remajaku, dan kau yang mengajariku apa itu cinta...,"

"Kau adalah pria yang paling aku sayangi sampai kapanpun. Kau sudah seperti kakakku, aku menyayangimu bagaikan aku menyayangi Namjoon. Aku tidak akan memilih salah satu dari kalian,"

Seojin melepaskan pelukannya. "Aku ingin kau tetap bahagia, aku ingin kau selalu bahagia, masalalu kita biarlah menjadi kenangan yang indah. Biarlah masalalu itu yang mengingat kita bahwa kita pernah bersama, aku mencintaimu."

Seojin tersenyum dengan mengurai air mata. Yoongi menghapus jejak yang mengalir dipipi indah Seojin.

"Aku akan bahagia jika melihatmu bahagia, tetaplah bahagia, aku ingin melihatmu kembali kemasa indahmu, masa saat kau begitu ceria. Maafkan aku telah melakukan kesalahan yang fatal, maafkan aku yang sudah membuatmu seperti ini, maafkan aku..."

Seojin memegang tangan Yoongi yang menempel pada pipinya. "Kau tidak salah, waktu atau pun takdir. Tidak ada yang salah dengan semua ini, terima kasih telah menjadi bagian dari kisah bahagiaku."

Yoongi mengangguk dan tersenyum perih. "Bolehkah aku menciummu untuk terakhir kali?"

Seojin terdiam dan ia memajukan kepalanya kearah Yoongi dan keduanya menutup mata dan menangis dalam ciuman mereka.

Mereka sadar bahwa cinta tak bisa dipaksa, mereka menyadari jika ini adalah hal yang terbaik untuk mereka berdua, mereka yang sama-sama terluka, mereka yang sama-sama tidak bisa bahagia, mereka yang saling mencintai namun takdir berkata lain.

Ciuman lembut yang sering diberikan Yoongi selama mereka menjalin hubungan. Yoongi menyudahi ciuman tersebut dan mengusap bibir bawah Seojin yang basah. Ia juga mencium kening Seojin lama.

"Aku sangat mencintaimu, dan cintaku akan tetap untukmu, kau adalah belahan jiwaku, kau adalah wanita terhebat dan tercantik dalam hidupku. Terima kasih,"

Seojin membuka matanya perlahan lalu ia mengangguk menyetujui perkataan Yoongi. "Aku ingin menceritakan semuanya, tetang pembatalan pernikahan yang sudah kita rencanakan, apa kau ingin mendengarkan alasan dibalik aku membatalkannya?"

Seojin mengangguk dan ia memeluk Yoongi erat kembali. Ia tahu pelukan Yoongi begitu hangat dan membuatnya merasa nyaman hingga saat ini ia tetap merasakannya.

"Ceritakan saja, aku selalu penasaran dengan ini. Tapi Namjoon selalu bilang jika kau membatalkannya karena kau mencintai wanita lain dan artinya kau berselingkuh dibelakang ku." ucap Seojin kesal.

Yoongi tertawa kecil, "aku tahu mengapa manusia itu melakukannya, ia ingin kau melupakanku dan membenciku,"

"Tapi nyatanya aku tidak bisa membencimu."

"Begitu juga aku, aku bahkan terlalu mencintaimu." ucap Yoongi dengan senyum cerahnya.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top