Prolog

"Percayalah, dia itu nyata dan hidup walau kehidupan tak bersamanya."

Kuulangi kalimat itu berulang kali, berusaha meyakinkan diriku juga gadis yang akan aku temui agar mempercayainya.

Dengan bekal sebuah novel dan sepucuk surat aku nekad terbang ke negeri Jiran untuk menepati janjiku kepada Mrs. Xander. Menemui, menceritakan kembali kisaku, kisahnya, dan dirinya yang telah tiada kepada gadis yang kutahu bernama Aerys. Dan Mrs. Xander menjanjikan akan menghidupkan kembali seseorang yang telah mati, sebagai imbalan untukku.

Mustahil, tapi aku penasaran, aku datang dan akan kubuktikan kebenarannya.

***

29 Days With You

Detik waktu berlalu tak terasa saat bersamamu.
Hari-hariku penuh warna ketika kau hadir di hidupku.
Ada canda dan tawa serta haru mengiringi setiap langkahku.
Kau mampu membuatku terbelenggu akan sikapmu.

Andai waktu berlalu sebelum aku mengenalmu.
Mungkin tak akan semu saat aku kehilanganmu.
Semuanya akan terasa abu seperti dulu.
Tapi kau hadir dan mengubah warna itu.

Awalnya pilu.
Tapi, seiring waktu berlalu, aku bisa menerima hal itu.

Kau adalah setitik tinta berwarna yang terletak di antara putih dan hitam dalam kertas hidupku.

Abu-abu, itulah dirimu.
Samar, saat aku melihatmu kala itu.
Tak jelas putih atau hitam yang memancar di tubuhmu.
Putih tua atau hitam muda? Itu pertanyaanku.
Dan jawabannya sama, abu-abu.
Itulah dirimu.

Itu pendapatku dulu.
Namun, kenyataanya kau tidak seperti itu.
Kau tak sekadar warna abu seperti hidupku di kala itu.
Kau lebih dari itu.
Tapi, kau bersembunyi di balik warna abu.
Dan, hanya aku yang bisa melihatmu dengan warna selain Abu.

29 Days with you.
Ketika aku menjalin persahabatan denganmu.
Tak terkira takdir berkata lain tentangmu.
Kau pergi dengan sepenggal untaian kata abu-abu yang terlambat kumengerti akan pesanmu.

Ungkapan hati penyejuk kalbu.
Pesan tersirat dalam surat terakhirmu.
Sesaat sebelum engkau menemui akhir hidupmu.

Akhir dari 29 days with you.
Meninggalkan kenangan tentangmu.
Ceritaku, dirinya, mereka, dan dirimu.
Semua terangkum dalam karya dari jeritan hati yang tersakiti karena kepergianmu.


📓📓📓

.
.
.

Dengan senyum tipis disertai tetes bulir bening di pipi chubby dari sang gadis manis bernama Aerys, pemilik mata bulat yang indah dan berbinar saat di pandang.

Aerys menutup novel di genggaman tangannya setelah membaca puisi terakhir dari penutup isi pada bacaannya tersebut. Kini jemarinya meraih secangkir teh hangat dan menyesapnya secara perlahan.

Ditolehkannya wajah pucat dengan rona merah muda di pipi yang masih tergambar jelas ada jejak air mata haru, terlihat jelas dia telah terbawa suasana dalam buku itu.

Rintik gerimis mulai berjatuhan ketika pandangannya beralih pada jarum jam yang kini menunjukan pukul lima sore.

Detik demi detik berlalu hingga rintik itu menjadi bulir-bulir bening yang semakin banyak menghunjam bumi.

"Ehm!"

Aerys tersentak dan seketika kesadarannya kembali saat mendengar deheman dari seorang wanita yang duduk di sampingnya.

"Mom!" Aerys menajamkan penglihatannya. "Sejak kapan sampai di sini?"

"Beberapa saat yang lalu, lebih tepatnya saat kamu membaca halaman terakhir dari novel itu dengan linangan air mata."

"Ya Tuhan, Mommy melihatku menangis?" Aerys mengusap jejak bulir bening itu dari pipinya.

"Iya, dan ini pertama kalinya Mom melihat kamu menangis setelah membaca sebuah novel." Mrs. Xander meraih secangkir kopi di hadapannya.

"Sebenarnya novel apa yang membuatmu menangis, Aerys?"

Aerys menghela napas seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ia duduki. Ia meraih novel di samping secangkir teh miliknya. Diusap dan dibaliknya novel itu, lalu ia menunjukkannya pada Mrs. Xander.

"Ini novel yang Mommy berikan satu bulan lalu. Dan aku baru sempat membacanya kemarin malam sesaat sebelum Mom mengajakku bertemu seseorang hari ini." Aerys menggulum bibirnya sejenak. "Dan aku menyesal tidak membacanya sedari dulu," sambungnya lagi.

Mrs. Xander tersenyum singkat dan bertanya, "Menyesal, kenapa?"

Kedua bahu Aerys terangkat. "Entah kenapa aku merasa tersiksa saat membaca kisah ini, Mom. Sungguh, kisahnya seperti kenyataan yang dibuat menjadi kebohongan atau kisah fiksi memilukan!"

Mrs. Xander terkekeh pelan mendengar jawaban dari Aerys. Setelah itu, pandangannya beralih menatapku. Ia tersenyum penuh arti dan matanya seolah berkata agar aku berbicara pada sosok gadis di hadapanku.

Aku mengerti, arti dari tatapan itu. Tapi aku tetap bergeming dan kembali menjadi pengamat dua wanita berbeda usia ini.

Mrs. Xander menghela napas lalu kembali berbicara pada Aerys.

"Baiklah Aerys, jadi maksud kedatangan Mommy ke sini ingin mempertemukan kamu dengan seseorang di hadapanmu ini," ujar Mrs. Xander seraya menunjuk diriku yang masih diam dan duduk dengan tenang.

"Emm, siapa gerangan wanita ini? Kenapa mom ingin mempertemukan aku dengannya?"

Mrs. Xander menyunggingkan senyumnya. "Kamu akan mengetahui jawabannya setelah dia menceritakan satu kisah yang tak kalah memilukan dari cerita di novel itu," ujar Mrs. Xander seraya menunjuk novel di genggaman Aerys.

Aerys bergeming menatap novel itu. Pandangannya tak lepas sedikitpun meski Mrs. Xander berdehem serta beberapa kali memanggil namanya. Sampai pada akhirnya, aku membuka suara lalu menceritakan satu kisah berjudul '29 Day With You' yang mampu membuatnya tersentak dan mengalihkan pandangannya padaku.

[29]

~{D.W.Y}~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top