40 - Malam Mingguan

"Aduh ... gue pake baju apa, ya?"

Masih dengan piyamanya, Ulfa yang baru habis mandi langsung mengobrak-abrik isi lemari. Mencari baju yang pas untuk jalan malam ini bersama Bayu. Malam minggu pula. Sudah banyak baju yang dikeluarkan, tapi tak ada satu pun yang dirasa cocok.

Garuk-garuk kepala adalah yang dilakukannya sekarang. mengigit jari dan berkacak pinggang, menatap semua baju yang berserakan di atas tempat tidurnya seakan baju-baju itu akan naik ke atas dan langsung menempel di tubuhnya. Yang benar saja. Emang baju punya kaki.

Lelah memilih, jam juga telah menunjukan hampir pukul delapan malam, dengan penuh keyakinan Ulfa mengambil celana jeans hitam dan kaus lengan pendek berwana hijau army

Tak butuh lama, setelah itu, Ulfa sedikit merias wajahnya, membiarkan rambut terurai. Diambilnya tas ransel kecil, dan sepatu skets berwana senada dengan bajunya.

Ulfa melihat jam dinding yang tergantung diatas meja riasnya. "Markilar! Mari kita keluar!" Gadis itu menyebutnya dengan kekehan. Diambilnya ponsel kesayangan sebelum turun ke bawah menunggu Bayu menjemputnya.

"Mau kemane, Neng? Rapi bener. Pacaran, ya?"

Baru saja menapakkan kaki di tangga akhir, ibunya sudah menggoda. Alis yang dimainkan Rere membuat salah tingkah sendiri. Menyengir lebar-lebar kayak kuda di depan Rere.

"Kalo udah kayak kuda gini, Mama yakin, sih, lagi seneng banget. Jalan sama Bayu?" terka Rere lagi yang pastinya sudah benar.

"Dua juta untuk Mama, yey!!" pekik Ulfa seraya meloncat mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.

"Sini, mana dua jutanya? Mama nggak ada uang belanja, nih." Rere mengulurkan tangannya.

Ulfa membelalak. Mamanya menganggap serius? Jika mamanya membutuhkan uang segitu, bagaimana dirinya ini yang belum punya suami. Sangat-sangat butuh uang segitu.

"Dih. Mama, ih. bercanda juga."

"Lah kan--"

"Assalamualaikum."

Ucapan Rere terhenti ketika ada ucapan salam yang berasal dari depan pintu.

"Dah lah, Bayu udah dateng. Dah, Mama!"

Ulfa langsung menyambar tangan ibunya itu untuk ia cium. Dengan cepat ngacir ke depan agar ibunya tak minta uang dua juta. Astaga ... padahal cuma bercanda.

Ulfa dengan gaya sok anggunnya menghampiri Bayu. Entah mengapa dirinya hari ini ingin sekali anggun, yang ia tau pasti hanya sesaat. Sekali gerakan, Ulfa membuka pintu menampakan pemuda yang menurutnya tampan itu.

Matanya kian membelalak kala melihat pakaian yang digunakan Bayu. Pemuda itu menggunakan baju berwarna senada dengan Ulfa, berlengan panjang yang ditarik sampai siku. Celana yang juga berwarna senada dan sepatu skets berwarna hitam.

"Fiks, gue harus ganti baju." Ulfa yang ingin niat berbalik langsung ditahan.

"Nggak usah. Lama!"

"Tapi--"

"Nggak pa-pa, sih, barengan gini. Toh, juga nggak sengaja. Sekali-sekali jadi best couple di mall." Bayu terkekeh.

Ulfa terdiam sembari berpikir. Benar juga, jarang-jarang ia kompak seperti ini dengan Bayu. Bahkan tidak pernah. Terakhir ketika waktu kecil mereka pergi ke pasar malam menggunakan baju berwarna senada juga. Nggak apa, lah.

"Ya udah, lah. Kuy!"

Bukannya menuju motornya berada, Bayu malah ingin masuk ke dalam rumah.

"Lah, motor lo situ." Ulfa menunjuk motor Bayu dekat dengan mobil milik Rere terparkir.

"Lah, ya, gue mau pamit, lah. Sebagai calon menantu yang baik, ya, nggak?" Bayu memainkan kedua alisnya.

Bukan senang, tangan bebas Ulfa langsung menyentil dahi pemuda di depannya.

"Nggak! Udah, langsung aja. Nanti lo pamit dimintaim dua juta, mau lo?"

Ulfa menakuti. Bukan menakuti sebenarnya, tapi jaga-jaga takut ibunya masih ingat soal uang dua juta, padahal cuma lawakan.

"Hah?" Bayu yang merasa aneh hanya bisa cengo mendengar ucapan Ulfa.

"Udahlah. Ayok!"

Bayu mengikut saja, menghidupkan mesin motornya. Melihat Ulfa sudah duduk sempurna, baru pemuda itu menjalankan motor milik dirinya.

Motor Bayu seakan membelah jalan raya yang begitu ramai dengan kendaraan lainnya. Banyak juga pasang-pasangan yang berkendara mencari tempat makan paling nyaman, mungkin. Ini, kan malam minggu, sudah pasti para manusia yang memiliki kekasih menghabiskan waktunya di luar rumah.

Lain hal dengan para jomlo yang menghabiskan waktunya di sudut kamar, memegang handphone, melihat-lihat pasangan uwu di sosial media. Miris. Untung dirinya memiliki Ulfa, jadi tak ketahuan sekali bahwa dirinya juga jomlo. Cuaca yang cerah pun seakan sengaja mendukung.

Duapuluh menit berlalu untuk sampai di salah satu mall ternama. Dua remaja itu langsung masuk setelah memarkirkan motor.

Mereka sudah berada di keramaian mall yang banyak langkah kaki menginjak di sana. Tak terlalu padat, tetapi ramai. Bayu mengenggam tangan Ulfa. Jari keduanya lantas saling bertautan.

"Mau kemana dulu mbaknya?" tanya Bayu yang sedikit menunduk, karena Ulfa hanya sebahunya saja.

"Makan, lah. Gue laperrr, huwaaa ...." Ulfa sedikit meremas tangan Bayu, menyalurkan rasa laparnya di sana. Padahal tak berpengaruh apa-apa.

Tak butuh waktu lama untuk mencari tempat makan. Keduanya memasuki tempat yang begitu ramai pengunjungnya. Ulfa lantas melangkah ke tempat yang berada di dekat pembatas tangga. Jadi mereka lebih leluasa melihat ke lantai bawah.

Pelayan cantik mendatangi mereka dengan senyum khas dan ramah tentunya dan tak lupa menyodorkan buku menu.

Ulfa mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu, memilah-milah menu apa yang akan dipesanya. Sedangkan Bayu menyerahkannya semua ke Ulfa.

"Mbak, ayam bumbu serundengnya dua, sama minumnya jus jambu juga dua," ucap Ulfa yang langsung di ulangi oleh pelayannya. Setelah sepakat, mbak-mbaknya langsung mengambil pesanan keduanya.

Pesanan juga sudah datang, waktunya mereka makan. Tak ada pembicaraan di sela-sela makan. Keduanya sama-sama menikmati makanan masing-masing. Bayu yang siap duluan hanya melihat Ulfa masih menyantap makanannya yang masih setengah lagi.

"Dinikmati sekali, ya, Markonah."

Bayu yang memangku wajahnya menggunakan dua tangan. Ulfa yang mengunyah hanya menatap Bayu sinis, seakan tak boleh ada yang mengajaknya berbicara. Bayu tak ambil pusing, pemuda itu malah terus menatap Ulfa dengan lembut.

Makanan Ulfa sudah abis, gadis itu lantas balas menatap Bayu. "Garpu gue tadi nggak berfungsi, sih. Kayaknya bakal berfungsi setelah nyolok mata lo, deh." Ia telah siap memegang garpu yang tadi tak ia gunakan.

Helaan napas Bayu terdengar di telinga Ulfa. "Bisa nggak akur sehari? Jadi manis gitu? Gue kangen tau sama lo sebenernya."

Bayu menatap Ulfa dalam. Begitu pun Ulfa, begitu dalam menatap mata hazel bayu, mata yang selalu menjadi khas bagi dirinya jika melihat Bayu.

Ulfa berdehem, menetralisir detak jantungnya yang terus berpacu lebih cepat. Kenapa, sih, dia mudah baper ketika bertemu sudah bersama Bayu? Ulfa kembali meletakan garpunya di piring.

"Dih ditaro garpunya. Nggak jadi nyolok?" ledek Bayu. Wajah merah padam sudah terpancar di wajah Ulfa.

"Lo ya--"

"Apa, Sayang?" Bayu berkata lembut. Ulfa yang tadinya ingin marah jadi tertahan.

"Mungkin sekarang isi semesta ngetawain lo, deh," ucap Bayu berbisik.

"Kenapa?"

"Iya, karena makhluk ciptaan Tuhan yang satunya ini nggak mau ngaku kalo dia sebenernya punya rasa sama pemuda di depannya."

"Eh--"

"Udah, nggak usah dijawab. Gue tau ada ragu di sana. Mending jalan keliling mall sampe diusir." Bayu terkekeh yang malah dipukul oleh Ulfa.

"Ogah gue mah diusir, lo aja," ucap Ulfa sedikit mencair.

Tak mau berdebat soal diusir atau tidaknya, Bayu langsung mengajak Ulfa berkeliling setelah membayar pesanan mereka tadi. Keduanya mengelilingi mall sebesar itu dengan tawa. Sesekali mereka memasuki penjual baju untuk mencoba dan berfoto di cermin tanpa membelinya dan hampir membuat sang penjaga toko murka kalo tidak buru-buru pergi dari sana.

Lelah, keduanya memutuskan untuk menikmati angin kota yang terus berhembus tampa henti. Dengan kecepatan yang stabil, angin seakan tahu apa yang diinginkan kedua remaja itu. Terus menerpa menggelitiki wajah keduanya tanpa henti.

Berkeliling dengan motor tanpa tujuan masih bisa membuat kedua remaja itu tersenyum merekah. Ada rasa bahagia sendiri yang dimiliki Bayu ketika melihat wajah Ulfa dari spion yang terus tersenyum. Akhirnya gadisnya itu tidak murung dalam kesedihan lagi.

Bayu tak langsung mengantar Ulfa pulang, melainkan membelokkan roda duanya itu ke salah satu taman yang banyak lampu hiasnya.

Kedua mata Ulfa berbinar melihat kerlap-kerlip lampu yang menghiasi taman. Udara sejuk semakin menyeruak di indra penciuman Ulfa.

"Lo tunggu sini, gue ke sana sebentar."

Ulfa menganguk dan mulai melangkah kan kakinya menyusuri lebih dalam lagi taman itu. Taman yang bahkan tak pernah ia temui sebelumnya.

Bayu datang dengan membawa dua lampion berwarna merah menyala dengan dua spidol hitam di tangannya. Ulfa menerima satu lampion dan satu spidol dari pemuda di hadapannya ini.

"Lo boleh tulis apa aja di lampion itu, nanti kita terbangin sama-sama, oke?"

Seakan mengerti, Ulfa mengangguk dan mendudukan dirinya di atas rumput-rumput yang tertimpa embun.

Ulfa mulai menuliskan sesuatu di sana, dengan kata hati yang mengikuti.

Bahagianya jangan cepat usai ya, gue mau lebih lama dan selamanya sama Anda, batin Ulfa dalam hati yang tertulis di lampion.

Sesekali Ulfa melirik Bayu yang fokus pada lampionnya juga. Semoga, setelah ini ada hari baik dan hari terbahagia yang gue lalui sama Anda! Anda, hati gue nggak ragu. Gue sayang sama lo, lanjutnya.

Ulfa menutup spidol dan menunggu Bayu selesai menulis.

Begitupun dengan Bayu, ia melirik Ulfa sebentar kemudian kembali menulis yang diikuti kata hatinya juga.

Detik ini, rasa bahagia menyelimuti. Gue ketemu sama bidadari yang jauh lebih cantik dari mimi peri, heheh. Gue berharap, semoga ada hari baik dan bahagia, ya, Fa saat barengan sama lo. Lopyuuu judisssnya gue!

Bayu menutup spidolnya dan melihat Ulfa yang sama dengan dirinya sudah selesai menulis.

"Udah?" tanya Bayu.

"Udah. Sekarang?"

Bayu mengangguk.

Dikeluarkannya pemantik lalu di nyalakan sumbu yang berada di dalam lampion. Tak lupa ia lakukan hal yang sama dengan lampion Ulfa.

Lampion sudah siap diterbangkan, mata keduanya saling menatap. Bertubruk seakan menyalurkan sesuatu yang selama ini ditunggu.

"Siap?"

"1 ... 2 ... 3 !"

Di hitungan ke tiga, lampion diterbangkan oleh keduanya. Lampion menyala indah dan terbang bersama angin yang membawa. Ulfa melambai seakan lampion itu ikut melambai kepadanya.

Bayu melirik Ulfa dari samping, sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit. Detik ini, kebahagian gue jatuh sama lo.

Bayu kembali mendudukan dirinya di atas rerumputan. Memandangi Ulfa yang berdiri dari bawah. "Fa?" Ulfa menunduk. "Sini." Bayu menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Ulfa menurut.

"Apa yang lo tulis tadi?" tanya Bayu sedikit penasaran.

"Ada, deh. Hemm ... lo apa?" tanya Ulfa balik.

"Ada, deh, juga."

Gadis itu mendengkus kala jawaban Bayu tak sesuai dari harapannya.

Bayu menarik kepala Ulfa untuk bersandar di bahunya. Ulfa tersentak tapi tak menolak. Terdiam adalah kegiatan yang mereka lakukan saat ini. Masih tak terlarut malam, keduanya hanya memandangi lampu kerlap-kerlip yang terus berubah warna setiap detiknya.

Bayu menengadah sebentar melihat taburan bintang kemudian melirik Ulfa kembali. "Kayaknya mimi peri minder, deh, sama lo."

"Kenapa gitu?"

"Lo lebih cantik soalnya kalo lagi kalem gini." Kekehan kecil keluar dari bibir Bayu.

Ulfa sekuat tenaga menahan senyumnya, semburat merah mungkin terpancar di kedua pipinya tapi untung tidak terlihat oleh Bayu.

Gadis itu tak menjawab melainkan mengarahkan pandangannya ke arah lain. "Bay?" panggilnya.

Bayu berdehem lalu menumpuhkan kepalanya di atas kepala Ulfa.

"Cepet banget, ya, tumbuh dewasanya. Dulu kita mainin ayunan, dorong-dorongan, makan brownis tanpa kenyang, sekarang kita udah kayak gini aja." Ulfa mengingat bahwa banyak hal masa kecil yang sangat favorit baginya.

"Lo tau, nggak, Fa? Dulu gue nggak mau dewasa, gue nggak mau besar, karena berpikir bahwa jadi orang gede itu nggak enak, ribet. Tapi ketika gue jadi orang gede, dewasa kayak sekarang, gue seneng," jelas Bayu yang masih belum tuntas untuk Ulfa.

"Kenapa bisa seneng? Kan lo nggak suka jadi gede?"

"Karena tumbuh dewasa gue sekarang sama lo. Bahkan gue benci sama diri gue sendiri karena nggak bisa inget lo kemarin, tapi Tuhan baik, dia balikin ingetan gue lagi yang ada lo di dalamnya."

Tangan Bayu terulur di atas kepala Ulfa, menepuk-nepuk pelan seperti seorang anak kecil.

Ulfa memeluk Bayu dari samping, mencari kehangatan di sana. "Gue jauh lebih bahagia, penantian gue nggak sia-sia. Lima kue ulang tahun selalu gue makan sendirian tanpa adanya lo, dan gue mau, soon lo ada."

"Gue bakal di sini. Bakal makan kue itu bareng lo lagi."

"Lo baik dan gue sayang," ucap Bayu sebelum mereka memutuskan untuk pulang.

***

[06/09/20]

To be continued.

Judulnya malem minggu, tapi sekarang dah minggu. Dahlah, gas aja. 😂

Lagi, kalian disuguhin sama keuwuannya Bayu dan Ulfa. /tebar ingus.

Yang punya uwuphobia, jangan sampai kejang, ya, bwahahahaha.

"Kalian baik dan kami sayang."
/muah banyak-banyak. ♡

Btw, ini sebenarnya bab akhir. Next chapter adalah epilog. Syedih banget harus pisah sama kalian. Terhura karena banyak yang sayang Ulfa Bayu. 😭😭😭😭😭😭

Sekedar info, epilognya di-publish hari Rabu. So, di sana nanti aku mau kalian ramein. Maksa nih. Hahah.

Love to see yaa next part! Semoga epilognya nggak mengecewakan, ya. 😭🖤

mari-ngopi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top