28 - Beban Harapan
Dua remaja yang masih setia dengan makanan masing-masing kini tengah berbicara cukup serius. Sesekali mereka tertawa ketika salah satu selesai berbicara. Kini Anda malah sibuk melihat pintu masuk kamar mandi yang berada tak jauh dari pandangannya. Sedari tadi Ulfa yang izin ke kamar mandi sampai sekarang pun tak juga kembali. Begitu pun dengan Bayu yang juga ikut ke kamar mandi juga.
"Mereka kenapa nggak balik-balik ya?" tanya Anda seraya melirik arlojinya. Yang ternyata cukup lama mereka tak kembali. Thalita yang tadi masih melanjutkan makannya kini menatap Anda raut yang sedikit cemas juga.
"Lah iya, padahal udah dari tadi, kan?"
Anda mengangguk meng-iyakan. Karena merasa ada sesuatu yang tak aman, dengan cepat dia mengambil ponselnya di dalam saku jaket yang ia kenakan. Menekan beberapa digit angka dan langsung menelfon Ulfa. Tak ada sambungan dari Ulfa. Gadis itu tidak mengangkat panggilannya.
Sudah empat kali memanggil, tapi tetap tak ada jawaban dari Ulfa. Dia kembali mengarahkan matanya ke arah kamar mandi yang sama sekali tak ada tanda-tanda bahwa Ulfa dan Bayu akan keluar dari sana.
"Nggak diangkat Ulfa, ya?" Anda mengangguk dan terus mencoba menelfon Ulfa. "Coba gue yang telfon Bayu, mana tau diangkat." Thalita melakukan hal yang sama dengan Anda. Menelfon Bayu. Tapi hasilnya pun sama dengan Anda. Tak ada jawaban dari Bayu.
Karena Anda sudah mencoba berkali-kali tak ada jawaban begitu pun dengan Thalita, akhirnya mereka memutuskan untuk mencari mereka di dalam kamar mandi. Sesampainya di sana, kamar mandi tampak sepi. Anda mencari di tempat lelaki, Thalita mencari di tempat perempuan. Setiap pintu sudah dibuka Anda, tapi keadaan emang benar-benar sangat sepi, tak ada sama sekali di dalam kamar mandi laki- laki. Begitu pun dengan Thalita, hanya satu orang yang keluar dari satu kamar mandi, dan itu pun bukan Ulfa yang mereka cari.
"Gimana? Nggak ketemu?" tanya Anda yang sudah di depan kamar mandi bersama Thalita.
"Nggak ada, kosong. Kayaknya mereka pulang duluan, deh. Kita ditinggal." Pernyataan Thalita dibenarkan oleh Anda. Di kamar mandi pun tak ada, sudah pasti mereka pulang duluan tanpa pamit.
Tanpa di sadar, wajah keduanya berubah menjadi sangat kesal. Mengumpat di dalam hati masing-masing sampai akhirnya mereka memutuskan untuk ikut pulang juga.
***
Hujan membelah jalan raya, membuat dua orang yang pulang diam-diam tadi terjebak di antara ribuan kali air yang jatuh. Keadaan jalan yang begitu sepi seperti mendukung . Udara dingin langsung meenyentuh kedua kulit mereka.
Sebenarnya Ulfa malu untuk memeluk Bayu dari belakang, tapi dingin terlalu menusuk kulitnya, padahal jaket kebesaran milik Bayu sudah melekat di tubuhnya, karena merasa tak tahan, Ulfa langsung memeluk Bayu dengan erat. Bayu yang dipeluk dengan mendadak membulatkan matanya. Jantungnya seperti terpompa dua kali lebih cepat. Diam-diam ia tersenyum di balik helm fullface-nya.
"Lo kenapa?" pekik Bayu yang suaranya tak kala kuat dari derasnya hujan.
"Gue kedinginan!" Bayu yang mengerti akan pernyataan itu, langsung saja ia membelokkan motornya di halte yang tak jauh dari sana.
Sampainya di halte, Ulfa yang katanya tadi dingin, bukannya meneduh mengikuti Bayu yang tengah duduk, ia malah tertawa ria di bawah guyuran hujan. Dingin sepertinya sudah hilang ketika setengah bebannya ia jatuhkan bersama dengan hujan.
Bayu yang melihat itu tak habis pikir. Di mana-mana ketika seorang kedinginan, mereka akan meneduh dan sedikit menghangatkan tubuh. Bukan malah bermain hujan yang sudah pasti dapat menggigilkan.
"Katanya lo kedinginan? Lo modus?" tanya Bayu dengan suara yang keras. Yang sudah dipastikan bahwa Ulfa mendengarnya.
Ulfa menoleh, tanpa menjawab, ia langsung menarik Bayu ke tengah-tengah jalan yang begitu sepi. Mata mereka kembali beradu. Mata hazel Bayu seperti masuk ke dalam mata Ulfa. Tatapan yang tak pernah berubah masih di rasakan Ulfa. Tak selang lama,Ulfa memutuskan kontak dan beralih menggengam tangan Bayu dan menuntun pemuda itu untuk berlari kecil. Bersenandung seperti tak ada beban di kehidupan masing-masing.
Jika keadaan seperti ini bisa dihentikan, Bayu sendiri yang akan menghentikan waktu ini. Untuk detik ini ia mengaku pada seluruh dunia bahwa ia telah jatuh hati kepada Ulfa. Menaruh seluruh rasanya kepada Ulfa.
Bayu yang sedari tadi masih ikut berlari kecil dengan Ulfa, kini menghentikan langkahnya begitupun dengan Ulfa. Hujan pun kini turun dengan begitu deras.
Dengan tuntunan hati, Bayu menggengam kedua tangan Ulfa. Menatapnya lebih dari hitungan detik.
Bayu mengangkat tangan kirinya, mengarahkan ke rambut Ulfa yang terurai sedikit menutupi separuh wajahnya. Menyelipkan beberapa anak rambut di belakang telinga yang menutupi wajah Ulfa yang kini adalah aktivitas yang detik itu dilakukan oleh Bayu. Perlakuan Bayu sukses membuat Ulfa membeku. Kaku rasanya untuk menepis tangan Bayu.
"Aku anggap harapan kamu kemarin adalah pintu untuk aku masuk lebih dalam ke hati kamu. Menjadi satu-satunya yang diharapkan. Dengan detik ini, seluruh dunia tau, aku dan hujan adalah patner ketika aku harus menerobos harapan itu menjadi sebuah kenyataan, Fa," ucap Bayu yang kini sudah menggunakan aku kamu.
Ulfa terdiam. Kembali ia teringat akan ucapannya yang tak sengaja memberi harapan ke Bayu. Seegois itukah untuk dia mengatakan tidak ketika Bayu sudah seperti ini? Mengusir dengan kasar ketika dia ingin mewujudkan harapan itu?
Tangan Bayu yang masih di belakang telinga Ulfa kini beralih mengelus pipi Ulfa. Tak lama, Bayu memeluk Ulfa dengan erat, menumpukan kepalanya di bahu Ulfa. Detik juga, ia tak menampik bahwa ia jatuh cinta kepada Bayu. Tapi bagaimana dengan perasaannya kepada Anda yang selama ini ia nanti? Lebih egoiskah jika ia menginginkan keduanya?
"Modus lo tadi keren, karena keren gue peluk beneran, deh," bisik Bayu disertakan kekehan. Dengan cepat, Ulfa mendorong tubuh Bayu sehingga pelukan mereka terlepas.
"Gue nggak modus, emang dingin aja," jawab Ulfa yang terdengar sarkas.
Bayu mengangguk meledek. "Oh ya? Terus ngapain lo hujan-hujanan, Patimeh?"
Ulfa beralih mendongak. Dan mendudukan dirinya di aspal. Begitupun dengan Bayu. "Gue ngerasa beban hari ini hilang ketika gue tumpahin. Dengan gue main hujan, kayak gue ngelepas beban hari ini."
Bayu mengangguk. "Asal jangan pernah lo lepas gue dari kehidupan lo. Gue bakal sama sakitnya sama hujan yang jatuh berkali-kali, tapi gue juga bukan pelangi yang datang setelah hujan. Karena ketika lo ngelepas gue dari hidup lo, gue nggak ngejamin bahwa detik itu lo bahagianya ternyata sama gue."
Penuturan Bayu membuat Ulfa kembali terdiam. Bersamaan dengan perkataan Bayu, hujan tak lagi jatuh. Kini hanya terdengar suara katak yang berbunyi saja.
"Ayok!" Bayu bangkit, tapi Ulfa masih duduk dan mendongak menatap Bayu dari bawah.
"Mau kemana?"
"Pulang, lah. Lo pikir mau kemana?" tanya balik Bayu.
"Lah, gue pikir mau diajak jalan-jalan."
"Udah malam dan gue mager, woe. Tapi kalo mau motornya dilambatin ya gapapa, apalagi lo mau meluk gue kayak tadi," ucap Bayu terkekeh yang malah sekarang dapat serangan dari Ulfa yang tak terima disindir.
Bayu hanya tertawa kencang. Ketika satu pukulan ingin mengenai kepalanya, dengan cepat ia menangkap tangan Ulfa.
"Jangan kasar, gue nggak mau anak-anak gue nanti nurun lo. Ayok pulang, udah malam!" Modus macam apalagi yang dilontarkan Bayu? Tak mau jauh memikirkan Ulfa hanya mengangguk. Dan mengikuti Bayu yang jalan mengarah motor bayu yang ikut kena hujan.
Selama di perjalanan, tak ada suara lagi. Sampai mereka tepat di depan rumah Ulfa. Baru turun dari motor Bayu, Ulfa sudah dihadiahi tatapan horor dari Anda yang mungkin sudah menunggunya sedari tadi. Ulfa menghampiri Anda yang sedang menatapnya lekat-lekat.
"Kenapa harus pulang duluan, hm?" Tak ada nada amarah yang keluar dari mulut Anda. Lembut, bahkan sangat lembut.
"Karena aku bosen makan, jadi aku memilih pulang, lagian baju aku basah," jelas Ulfa.
"Kamu tau nggak, Ay? Aku panik tau, nggak, sih, nyariin kamu. Telpon aku juga nggak kamu angkat-angkat." Kini nadanya berubah ketus.
"Ya maaf, nggak kedengeran." Kini mata Anda menatap Bayu yang tersenyum miring kepadanya.
"Ya udah, mandi pake air hangat. Masuk, gih."
Tak menjawab, Ulfa hanya mengangguk dan kemudian masuk ke dalam rumah. Ketika memastikan Ulfa sudah masuk, Anda menghampiri Bayu yang kini ingin menjalankan motornya.
"Eh, tunggu!"
Bayu dengan malas terpaksa meninggalkan niatnya untuk menjalankan motornya, membuka helmnya dan kemudian menatap jengah ke arah Anda yang tengah berada di depannya.
"Lo suka sama Ulfa?" Pertanyaam Anda membuat Bayu mencetak senyum miringnya.
"Yoiii, kenapa?"
"Gue ingetin sama lo, ya, jangan pernah deketin Ulfa'nya gue. Berani lo ngedeketin dia sedikit aja, abis lo!" Tangan yang menggepal membuktikan bahwa Anda tak rela jika Bayu mendapati Ulfa.
Bayu tertawa sumbang. "Gimana-gimana? Milik lo?" Bayu dengan terkekeh menepuk pundak Anda cukup keras. "Mon maap, nih, Bro. Lo, kan bukan pacarnya, nah janur untuk buat ketupat juga belum melengkung. Sah, sah aja kalo gue mau nyalip, dong. Ya, nggak? Jangan takut kesaing gitu. Lo ganteng kok."
Ucapannya berhenti sebentar. "Dari lobang pipet!" Bayu tertawa kencang dan kemudian memasang helmnya dan langsung menancapkan gas meninggalkan Anda yang tengah menggeram kesal.
"Arghhh!"
***
[05/08/20]
To be continued.
Ehek... semangat terus, Bay! Banyak pendukungmu di sini, awokawok. >.<
Love to see yaa next part! 🖤
Emakkk! mari-ngopi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top